| 126 Views
Pajak : Tulang Punggung Ekonomi Negara

Oleh : Nabihah
Aktivis Dakwah
Terkuak adanya kebocoran anggaran negara akibat pengemplang pajak yang nilainya melebihi Rp 300 triliun menunjukkan akumulasi pajak pengusaha yang tidak dibayarkan selama bertahun-tahun. Hal ini baru menjadi perhatian publik, mencerminkan ketidaktegasan negara terhadap pengusaha yang tidak memenuhi kewajibannya. Hashim Djojohadikusumo, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, menegaskan bahwa "Prabowo sudah memegang daftar 300 pengusaha nakal yang menyebabkan kehilangan potensi penerimaan negara."
Kondisi ini mempertegas bahwa negara memberi keistimewaan kepada pengusaha, menambah daftar kebijakan yang cenderung lunak terhadap mereka, seperti program keringanan pajak (tax holiday, tax amnesty, dll). Di sisi lain, rakyat terus dibebani dengan berbagai macam pajak yang kian meningkat. Slogan bahwa "orang bijak taat bayar pajak" terasa seperti penegasan yang tidak adil, mengingat pengusaha besar masih bisa lolos dari kewajiban mereka.
Salah satu alasan utama pengusaha enggan membayar pajak tepat waktu atau bahkan berusaha menghindarinya adalah tingginya tarif pajak dan kompleksitas sistem perpajakan yang ada. Banyak pengusaha merasa beban pajak yang tinggi mengurangi margin keuntungan mereka secara signifikan. Selain itu, adanya persepsi bahwa uang pajak yang mereka bayarkan tidak digunakan dengan baik oleh pemerintah, seperti korupsi atau inefisiensi birokrasi, juga membuat mereka enggan memenuhi kewajiban ini. Pengusaha cenderung mencari celah-celah hukum untuk menghindari kewajiban pajak melalui berbagai mekanisme, seperti melaporkan pendapatan lebih rendah dari sebenarnya atau memanfaatkan kebijakan yang lebih lunak seperti tax holiday dan tax amnesty.
Tax Holiday adalah kebijakan pemerintah yang memberikan pembebasan atau pengurangan pajak bagi perusahaan baru atau perusahaan yang melakukan investasi di sektor-sektor strategis. Tujuannya untuk menarik investasi asing dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Meski terdengar menguntungkan, kebijakan ini seringkali disalahgunakan oleh perusahaan besar untuk meminimalkan kewajiban pajak mereka, bahkan setelah mereka telah mendapatkan keuntungan besar.
Sementara itu, Tax Amnesty adalah program pengampunan pajak yang ditawarkan oleh pemerintah kepada wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak atau yang belum melaporkan asetnya. Dengan mengikuti tax amnesty, mereka diberikan kesempatan untuk melaporkan harta kekayaan mereka tanpa dikenakan sanksi berat. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, kebijakan ini juga dikritik karena dianggap tidak adil bagi mereka yang taat membayar pajak, sementara pengemplang pajak justru diberikan keringanan.
Dalam sistem kapitalisme, pajak adalah salah satu mekanisme utama yang digunakan oleh negara untuk mendanai berbagai program dan layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Namun, di saat yang sama, sistem ini juga memungkinkan ketidakadilan dalam pemungutan pajak, di mana rakyat kecil sering kali menjadi sasaran utama pungutan pajak. Pemungutan pajak dalam sistem kapitalisme sangat terikat pada kebutuhan negara untuk menutup defisit anggaran dan membiayai operasionalnya, sering kali mengabaikan distribusi kekayaan yang adil.
Saat ini, hampir setiap aspek kehidupan masyarakat dikenakan pajak, mulai dari penghasilan, konsumsi barang, hingga layanan digital. Hal ini menunjukkan bahwa sistem kapitalisme sangat bergantung pada pemungutan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. Namun, ketika kebijakan ini tidak diimbangi dengan pengawasan yang baik, pengusaha besar bisa memanfaatkan celah yang ada, sementara rakyat kecil tetap menjadi korban yang terus-menerus harus membayar pajak tanpa adanya pengurangan atau keringanan yang berarti.
Dalam sistem pemerintahan Islam, pajak tidak dijadikan sumber utama pendapatan negara, melainkan sebagai opsi terakhir yang dipungut hanya dalam keadaan darurat. Negara Islam memiliki berbagai sumber pemasukan yang lebih adil dan tidak membebani rakyat secara rutin, di mana sumber yang paling utama dan seharusnya memiliki persentase terbesar adalah pengelolaan sumber daya alam.
Pengelolaan sumber daya alam seperti tambang, minyak, gas, hutan, dan air merupakan sumber kekayaan yang melimpah, dan dalam Islam, kekayaan ini adalah milik umum yang harus dikelola oleh negara untuk kesejahteraan seluruh rakyat, bukan untuk keuntungan segelintir elit atau pihak asing. Negara bertanggung jawab untuk memastikan bahwa hasil dari pengelolaan sumber daya alam digunakan sepenuhnya untuk kepentingan publik, seperti pembangunan infrastruktur, layanan sosial, dan program kesejahteraan. Sumber ini bersifat berkelanjutan dan dapat mencukupi kebutuhan negara tanpa perlu membebani rakyat dengan pajak yang berlebihan.
Selain dari pengelolaan sumber daya alam, Islam juga mengenal sumber-sumber pemasukan lain seperti zakat, jizyah, kharaj, dan usyur, yang semuanya berfungsi untuk menjaga kesejahteraan dan distribusi kekayaan yang merata. Zakat, misalnya, merupakan kewajiban bagi muslim yang mampu, dan dana yang terkumpul difokuskan untuk membantu fakir miskin dan golongan yang membutuhkan. Begitu juga dengan jizyah dan kharaj, yang merupakan bentuk kontribusi dari non-muslim dan hasil dari pengelolaan tanah, digunakan untuk kesejahteraan umum.
Dengan sumber daya alam yang menjadi tulang punggung ekonomi negara dan distribusi kekayaan yang adil melalui zakat dan pajak-pajak insidental lainnya, sistem Islam memastikan bahwa kekayaan tidak hanya beredar di kalangan orang kaya saja, tetapi terdistribusi secara merata, sehingga seluruh rakyat dapat merasakan manfaat dari sumber daya negara. Hal ini menghilangkan ketergantungan pada pajak rutin yang memberatkan, dan meminimalkan risiko ketidakadilan dalam sistem keuangan negara.
Wallahu A'lam Bishawab