| 334 Views
Pajak Mengintai Pembangunan Rumah Pribadi

Oleh : Rahmatia
Aktivis Muslimah Sultra
Sudah bukan rahasia lagi bahwa sistem ekonomi kapitalis menjadi corong pemalakan rakyat melalui pajak. Di tengah gempuran susahnya memenuhi kebutuhan ekonomi, pemerintah malah menambah beban rakyat dengan rencana kenaikan PPN secara umum dari 11 persen menjadi 12 persen.
Dikutip dari kompas.com, (24/09/2024), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12 persen pada tahun 2025. Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
"Pasal 7 (1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu: a. sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022; b. sebesar l2% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025," bunyi Pasal 7 Ayat (1) UU ini termasuk untuk pembelian rumah hingga membangun rumah sendiri tanpa kontraktor.
Tidak dimungkiri, pajak merupakan sumber terbesar dari pemasukan negara. Berbagai upaya dilakukan pemerintah agar penghasilan pajak makin meningkat. Peraturan baru dari pasal 7 (1) ini menjadi salah satu taktik dari pemerintah dalam menaikkan penghasilan pajak yang tentunya makin mencekik rakyat.
Di tengah himpitan ekonomi yang makin sulit, seperti harga-harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, kenaikan tarif BBM yang diluar kendali, banyaknya pengangguran, dan PHK yang menambah kacau balaunya perekonomian di negeri ini seharusnya membuat pemerintah menunjukkan perannya dalam menyelesaikan masalah rakyat, bukan malah menambahkan masalah baru dengan kenaikan pajak pada rakyat.
Pajak dalam Sistem Kapitalisme
"Orang Bijak, Bayar Pajak" pernah dengar slogan ini? Slogan ini sering disuarakan agar para masyarakat membayar pajak. Pemerintah berupaya meyakinkan bahwa pajak adalah kewajiban yang perlu didukung oleh rakyat. Hal ini sangat penting karena sebagian besar pendapatan negara lebih dari 80% berasal dari pajak.
Dikutip dari goodstats.id, tahun 2024, 82,4% penerimaan negara berasal dari pajak. Kementerian Keuangan RI melalui Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa pada tahun 2024, Indonesia akan memperoleh setidaknya Rp2.802 triliun melalui berbagai sumber penerimaan negara. Angka tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati dalam kegiatan penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah (TKD) Tahun Anggaran 2024,
BPS mencatat, penerimaan negara terbagi atas beberapa hal. Dari sektor penerimaan perpajakan sendiri, negara akan memperoleh setidaknya Rp2.309,9 triliun. Penerimaan pajak tahun ini naik Rp191 triliun dibanding tahun sebelumnya.
Sementara itu, sebanyak Rp492 triliun penerimaan negara berasal dari penerimaan bukan pajak. Rinciannya, sebesar 7,4% penerimaan negara dari sumber daya alam, sementara 3,1% penerimaan negara merupakan pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan, dalam hal ini adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). (25/09/2024)
Rasanya sangat tidak tahu diri, dengan angka sebesar itu pemerintah masih akan menaikkan PPN pada pembangunan rumah yang awalnya 11% menjadi 12%. Masih bisakah masyarakat berharap kesejahteraan ekonomi pada sistem kapitalisme ini? Yang jelas tidak menunjukkan tanda keberpihakannya pada masyakarat dan hanya menguntungkan para kapitalis.
Pajak dalam Islam
Pajak dalam sistem Islam bukanlah sebagai sumber utama pendapatan negara karena dalam sistem ekonomi Islam, sumber-sumber pendapatan negara sangat banyak seperti zakat, ganimah, kharaj, fai dan lain sebagainya. Semuanya sumber pendapatan dimasukkan kedalam baitulmal dan digunakan sesuai kebutuhan negara. Pajak dari rakyat hanya akan ditarik ketika dana baitumal betul-betul kosong.
Peraturan pajak dalam sistem Islam mencakup beberapa prinsip. Pajak hanya akan di ambil dari muslim yang mampu dan hanya untuk membiayai kebutuhan yang di atur dalam syariat Islam. Pajak hanya bisa dilakukan ketika pendapatan negara benar-benar kurang dan tidak bertujuan untuk menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat didalam sistem Islam.
Dalam sistem Islam, pajak hanya diambil untuk membiayai kebutuhan yang diatur oleh syariat. Pajak ini berbeda dalam sistem kapitalisme, seperti pajak PPN, pajak sekolah, pajak sembako, dan berbagai jenis pajak yang dapat menghambat perekonomian masyarakat.
Karena pajak bukan sebagai sumber utama dari pendapatan negara dalam sistem Islam, maka fenomena kenaikan pajak seperti PPN pembangunan rumah tidak akan ada dalam negara Islam. Dengan demikian, pentingnya menerapkan Islam dalam sendi kehidupan manusia. Dengan penerapan ini masyarakat akan sejahtera, Allah berfirman, "Jikalau sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi”. (QS. Al-Araf: 96).
Wallahu a'lam bissawab.