| 282 Views

Pajak : Demi Rakyat atau Korporat?

Oleh : Suaibah S.Pd.I.
Pemerhati Masalah Umat

Kebijakan pajak rupanya kian menyengsarakan saja. Berbagai kebutuhan hidup dipalak atas nama pajak. Disemua lini terimbas pajak, dari mulai pajak penghasilan, pertambahan nilai hingga mendirikan bangunan rumah sendiripun tak lepas dari pajak. Tak dimungkiri, aturan ini pun kian memasyarakat.

Kebijakan terkait pengaturan penetapan pajak termaktub dalam UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Pajak. Melalui kebijakan tersebut, diamanatkan tarif PPN akan dinaikkan menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025 (kompas.com, 15-9-2024). Kebijakan ini pun diberlakukan untuk semua jenis pembelian rumah baik pembangunan rumah secara pribadi ataupun tanpa kontraktor.

Pajak pertambahan nilai dalam rangka pembangunan rumah sendiripun bakal mengalami kenaikan. Dari 2,2 persen menjadi 2,4 persen mulai tahun 2025 (cnnindonesia.com, 13-9-2024).

Pembangunan rumah yang dimaksud adalah  kegiatan perluasan bangunan. Kebijakan ini berlaku pada bangunan yang memenuhi beberapa syarat, yakni konstruksi bangunan berasal dari batu-bata, beton, kayu, dan atau sejenisnya, bangunan yang dibangun adalah rumah tinggal atau tempat usaha, luas bangunan yang dibangun minimal memiliki luas 200 meter persegi.

Paradigma Absurd

Memiliki hunian pribadipun kini kian sulit dijangkau masyarakat. Setidaknya ada beberapa fokus yang hendak digarisbawahi berkenaan kenaikan pajak pertambahan yang berimbas pada kenaikan pajak dalam membangun rumah atau bangunan.

Pertama, dalam sistem kapitalisme pajak adalah salah satu instrumen utama pendapatan negara. Jadi sangat wajar jika saat ini semua kebutuhan rakyat, termasuk kepentingan tempat tinggal dikenai pajak. Semua kebijakan ini ditetapkan dengan harapan, sistem ekonomi semakin membaik. Namun sungguh disayangkan, yang terjadi justru malah sebaliknya. Rakyat makin meronta-ronta dengan penetapan pajak di berbagai lini. Alhasil, perekonomian kian terperosok.

Kedua, aturan pungutan pajak bagi bangunan rakyat menjadikan rakyat kian sulit. Begitu banyak pemandangan rakyat yang tidak mampu memiliki tempat tinggal tetap yang layak huni. Semua  kebutuhan hidup mahal, semua mengalami kenaikan. Fakta ini pun kian diperparah dengan adanya gelombang PHK yang belum juga usai. Sementara rakyat yang masuk dalam kategori mampu secara finansial, dikenai pajak tinggi saat membangun rumah. Hal ini membuktikan bahwa negara telah gagal mengurusi urusan rakyatnya.

Inilah imbas ketika pengaturan urusan rakyat disandarkan pada sistem kapitalisme liberal. Sebuah sistem yang menyandarkan aturan pada keuntungan materi semata. Sistem ini menempatkan rakyat dan penguasa bak penjual dan pembeli. Semua kebutuhan rakyat dikapitalisasi. Rakyat diposisikan sebagai beban negara. Pandangan ini menjadikan negara abai dan berlepas diri dari tanggung jawabnya pada urusan penjagaan rakyat.

Sistem ini telah terbukti gagal memberikan perlindungan bagi rakyatnya. Negara hanya menjadi pelayan proyek kapitalis oportunis. Mirisnya lagi, negara hanya memposisikan dirinya sebagai regulator yang memuluskan kepentingan kapitalis. Segala bentuk regulasi yang diambil hanya berpusat pada keuntungan para pemilik modal semata. Imbas kebijakan ini berdampak langsung bagi rakyat, kehidupan kian sulit dijalani meski untuk sekedar mengganjal isi perut apatah lagi memiliki bangunan layak huni.

Pengaturan Islam

Islam adalah dien yang sempurna nan paripurna, semua problematika kehidupan mampu dientaskannya termasuk persoalan hunian. Sistem yang menjamin pemenuhan semua kebutuhan rakyat secara maksimal melalui regulasi negara. Paradigma ini hanya mampu diwujudkan dalam tatanan sistem yang menerapkan Islam kaffah dalam bingkai institusi Khilafah. Satu-satunya sistem kehidupan yang menempatkan kebutuhan rakyat sebagai prioritas layanan utama. Sejarah telah membuktikan fakta ini.

Rasulullah SAW. bersabda, “Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).

Penerapan sistem ekonomi Islam oleh negara mampu menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyat daulah baik muslim maupun non muslim. Dengan penerapan ekonomi Islam, negara akan membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyat dengan gaji yang layak sehingga para kepala keluarga mampu menjamin kebutuhan hidupnya termasuk membangun hunian yang layak untuk keluarganya 

Negara Islam yakni khilafah memiliki sumber pendapatan negara yang berasal dari kepemilikan umum, sehingga tidak butuh pungutan pajak. Inilah yang menjadikan khilafah sebagai bentuk institusi anti palak terhadap rakyatnya. Pajak hanya dipungut ketika negara dalam kondisi darurat dan baitul maal kosong. Dalam situasi ini, khilafah akan memungut pajak hanya pada rakyat yang terkategori mampu secara finansial.

Demikianlah penjagaan Islam terhadap umatnya. Konsep yang memprioritaskan urusan rakyat, meniscayakan rahmat bagi seluruh umat.

Wallahualam bisshawwab.


Share this article via

108 Shares

0 Comment