| 59 Views

Pajak dan Utang Negara, Dua Sinergi Penyengsara Rakyat

Oleh : Ni’mah Fadeli

Setiap orang pasti akan merasa bahagia ketika pendapatannya bertambah. Maka tak heran jika hampir setiap orang berlomba-lomba menambah penghasilan. Hal ini tentu sangat wajar karena saat ini memang sistem kapitalisme sedang menguasai dunia. Kapitalisme akan selalu membuat orang-orang  mengedepankan materi. Berbagai cara pun ditempuh untuk mendapatkan harta sebanyak-banyaknya. Namanya sistem maka bukan hanya untuk urusan antar pribadi namun mengatur berasal dari tatanan bernegara. Kebijakan negara dalam sistem kapitalisme pun bertumpu bagaimana memperbanyak materi bukan membuat rakyat sejahtera. Pengambil keputusan dalam negara kapitalisme tak menghiraukan rakyat yang menjadi amanahnya namun hanya ingin menambah pundi-pundi kekayaan pribadi dan golongan tertentu saja.

Pajak adalah pemberi masukan terbesar bagi negara dalam sistem kapitalisme. Rakyat dipaksa membayar pajak atas hak miliknya atau hasil kerjanya kepada negara yang dalam teorinya untuk dikembalikan lagi kepada rakyat. Namun fakta yang terjadi tentu tak seindah teori. Negara semakin hari terasa semakin mencekik rakyat dengan aneka macam pajak sementara fasilitas yang menjadi hak rakyat masih sebatas angan-angan. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, Presiden Jokowi menyampaikan usul target penerimaan pajak sebesar Rp 2.189,3 triliun. Target ini adalah rekor tertinggi dalam sejarah target pendapatan pajak Indonesia. Menurut Jokowi jika target tercapai maka pemerintah dapat memiliki keleluasaan dalam menjalankan program yang akan dilakukan tahun depan. (cnbcindonesia.com,16/08/2024)

Sementara itu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat bahwa per akhir Juli 2024 utang pemerintah kembali mengalami peningkatan yaitu Rp 8,508,69 triliun. Dalam laporannya, Kemenkeu menyatakan bahwa pemerinth telah mengelola utang secara cermat dan terukur demi mencapai portofolio utang yang optimal dan mendukung pengembangan pasar keuangan domestik. (kontan.co.id, 18/08/2024).

Pajak dan Utang Negara Bentuk Kezaliman

Pajak dan utang adalah dua sinergi tak terpisahkan pendapatan dalam negara dengan sistem kapitalisme. Rakyat dipaksa membayar pajak untuk barang yang dibelinya sendiri, seperti rumah, motor, mobil, tanah dan seterusnya. Penghasilan yang diperoleh pun tak luput dari pajak padahal biaya hidup tinggi dan lapangan kerja sangatlah sulit. Rakyat harus membiayai sendiri setiap kebutuhan dirinya dari pajak yang dibayarkan karena fungsi negara sangatlah minim. 

Belum lagi utang negara yang menggunung, siapa lagi yang harus menanggung jika bukan rakyat. Dengan dalih investasi, negara mudah sekali menerima tawaran utang dari negara-negara maju yang sebenarnya hanya mengeruk sumber daya alam dan menguasainya secara perlahan. Apalagi utang tersebut berbasis riba sehingga nominalnya pun semakin membesar dari waktu ke waktu. Ketika negara memiliki utang kepada negara lain maka otomatis kedaulatan negara juga mudah tergoyahkan karena adanya ketergantungan. Kebijakan menaikkan pajak pun diambil guna menutupi gunungan utang meski untuk melunasi utang bagai pungguk merindukan bulan karena nominal yang begitu banyaknya. Sungguh sistem kapitalisme ini sama sekali tidak pernah berpihak pada rakyat. 

Larangan Zalim dalam Islam

Islam sebagai sistem lengkap yang bersumber dari Allah, pencipta langit, bumi dan segala isinya maka Islam memuliakan semua ciptaan-Nya. Segala bentuk kezaliman dilarang dalam Islam, firman Allah : _“Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.”_ (Al An’am : 45).

Islam mengatur segala urusan manusia baik itu dengan dirinya sendiri, dengan orang lain atau masyarakat juga dalam tata cara bernegara agar tak terjadi kezaliman di muka bumi. Allah telah memberikan sumber daya alam untuk dimanfaatkan secara optimal oleh manusia dan negara yang berkewajiban mengelola untuk dinikmati seluruh rakyat tanpa terkecuali. Dari hasil sumber daya alam, baik itu bahan tambang, minyak bumi, hasil hutan, laut, gunung, sungai dan seterusnya tersebut negara membiayai kebutuhan rakyat. Pemasukan lain negara dalam Islam berasal dari hibah dan sedekah rakyat juga dari jizyah, kharaj, fai, dan usyur. Semua pendapatan negara tersebut diatur dalam baitul maal.

Islam tidak menjadikan pajak dan utang sebagai sumber pendapatan negara. Pajak hanya diberlakukan ketika baitul maal mengalami kekosongan. Pajak ini khusus untuk rakyat yang kaya saja dan sifatnya sementara. Ketika baitul maal telah terisi maka pajak dihentikan. Sementara utang diperbolehkan dengan catatan tanpa riba dan ini adalah jalan terakhir yang ditempuh oleh khalifah namun tetap dengan menjaga kedaulatan negara tanpa melanggar syariat Islam. 

Rakyat benar-benar akan diperhatikan karena fungsi negara dalam Islam adalah melayani sehingga pemimpin akan memastikan kebutuhan rakyat terpenuhi. Dengan Islam rakyat akan lebih mudah menjalani hidup karena tak disibukkan dengan segala pencapaian dunia yang tiada ujungnya seperti kondisi saat ini. 

Wallahu a’lam bishawab.


Share this article via

60 Shares

0 Comment