| 347 Views
Pajak dalam Sistem Kapitalisme : Bukti Nyata Kedzoliman Penguasa kepada Rakyat

Oleh : Ros Rodiyah
Aktivis Dakwah
Jakarta, kompas.com Pengumuman batalnya kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% memunculkan persoalan baru di sektor ritel. Beberapa peritel diketahui sudah menaikkan harga barang lebih awal karena mengantisipasi perubahan kebijakan yang diumumkan mendekati akhir tahun. Ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Solihin, menjelaskan bahwa pihaknya sedang mendata peritel yang sudah menaikkan harga dan memastikan sebagian besar peritel akan menyesuaikan harga sesuai kebijakan PPN yang tetap di angka 11%.
Direktur Eksekutif Center Of Economic and Law Studies (Delios) Bhima Yudhistira Adhinegara, memperkirakan inflasi desember 2024 mencapai 0,52%. Ia juga menyebut ketidakpastian kebijakan PPN menimbulkan efek psikologis di kalangan pelaku usaha.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya telah menerbitkan peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 131 tahun 2024, yang menetapkan bahwa PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Deni Surjantoro, menyebut barang mewah tersebut meliputi hunian dengan harga di atas Rp 30 milliar, kendaraan mewah, helikopter, hingga kapal pesiar. Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap kenaikan PPN terbatas pada kelompok tertentu dan tidak membebani masyarakat secara luas.
Founding Father Amerika Serikat (AS) Benjamin Franklin, menulis salah satu kutipan paling dikenang sepanjang masa. Isinya menyangkut relasi antara 2 nomina yaitu pajak dan kematian. “Konstitusi baru telah ditetapkan, semuanya tampak menjanjikan untuk bertahan lama. Tetapi di dunia ini tidak ada yang pasti kecuali kematian dan pajak” Tulis Franklin.
Di indonesia, pemungutan pajak terjadi ketika kerajaan-kerajaan di nusantara memungut upeti yang merupakan salah satu sumber pendanaan kerajaan, termasuk dalam melindungi rakyatnya. Sedangkan pada era kolonial, pemerintah mengenakan tarif pajak yang berbeda, sesuai dengan status kewarganegaraannya. Kemudian memasuki era kemerdekaan, pemungutan pajak dimasukkan dalam UUD 1945 (Amendemen) yaitu “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, pemerintah Indonesia bersama dengan DPR membuat Undang-undang yang mengatur perpajakan. Dengan demikian pungutan pajak di indonesia merupakan amanah Konstitusi dan Undang-undang dan rakyat yang memenuhi persyaratan harus melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal ini selaras dengan asas certainly dan asas equality dalam pemungutan pajak menurut Adam Smith (Djkn.kemenkeu.go.id).
Indonesia sebagai negara demokrasi yang mengemban ideologi kapitalisme menjadikan pajak sebagai penghasilan utama negara. Bahkan PPN merupakan salah satu sumber penerimaan pajak terbesar dan penyumbang utama dalam APBN. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan laporan Kementerian Keuangan, PPN menyumbang sekitar 30-35% total penerimaan pajak di Indonesia.
Negeri yang kaya akan SDA ini harusnya mampu memenuhi APBN nya dari selain pajak. Tetapi SDA yang melimpah ruah itu dikuasai asing dan swasta. Selain dari pajak, APBN juga mengandalkan dari utang luar negeri yang berbasis riba dan utang domestik Surat Utang Negara (SUN). Maka dari itu, pada hakekatnya rakyat membiayai sendiri segala kebutuhannya dan berbagai layanan yang dibutuhkan. Negara tidak berperan sebagai pengurus untuk rakyatnya. Akan tetapi negara hanya berperan sebagai fasilitator dan regulator yang melayani kepentingan para pemilik modal. Walaupun kenaikan PPN hanya berlaku untuk barang mewah, tetapi akan menimbulkan efeknya ke semua kalangan, termasuk rakyat kecil. Mengingat para pengusaha yang terkena pajak itu akan menaikkan harga jual barang yang sudah diproduksinya. Itulah bukti kedzoliman penguasa yang setengah hati mengurus rakyatnya. Pungutan pajak kepada masyarakat sudah seperti lintah darat yang menghisap.
Dalam sistem Islam pun dikenal adanya pajak yakni dengan istilah dhoribah. Namun perbedaannya adalah pungutan pajak dilakukan ketika tidak ada harta di Baitul Mal (Kas Negara), dan tidak semua lapisan masyarakat dipungut Pajak melainkan di ambil dari warga laki-laki yang kaya. Rasulullah SAW bersabda :
“Sedekah yang paling utama adalah dari orang kaya” (Muttafaq 'Alaih).
Dalam sistem Islam negara memiliki sumber pendapatan yang banyak dan beragam. Contohnya seperti jizyah, kharaj, ganimah, fai, usyur. Belum lagi dari SDA nya yang wajib di kelola oleh negara seperti gas, minyak bumi, batu bara, pertambangan, dan kehutanan. Sedangkan dalam sektor individu di masyarakat ada zakat, sedekah dan hibah. Dengan demikian anggaran belanja negara tidak menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama. Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya pemungut al maks (pemungut pajak) masuk neraka” (HR Ahmad 4/109).
Wallahu a’lam bisshowab