| 16 Views

Oplosan MinyakKita Buah Dari Sistem Kapitalisme

Oleh : Santi Villoresi 

Baru saja kita di rugikan dengan minyak Pertamax oplosan, kini minyak goreng pun di oplos juga. Kasus yang membuat kita tercengang ini kini  tengah di tangani pihak kepolisian.

Ketua Satgas Pangan Polri Brigjen Pol. Helfi Assegaf mulai melakukan  penyelidikan terkait minyak oplosan Minyak Kita dengan adanya ketidak sesuaian pada produk kemasan yang dilakukan di Pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Brigjen Pol. Helfi menyebutkan ada tiga nama produsen yang berbeda dan di temukan ukuran nya tidak sesuai dengan yang tercantum di dalam label kemasan. Dalam label tersebut tercantum 700-900 mililiter. Dan di produksi oleh PT Artha Eka Global Asia yang berlokasi di Depok, Jawa Barat; Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara yang berlokasi di Kudus, Jawa Tengah; dan PT Tunas Agro Indolestari yang berlokasi di Tangerang, Banten.

Adapun sampel yang diuji dari produsen PT Artha Eka Global Asia dan Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara adalah botol MinyaKita berukuran 1 liter, sedangkan sampel dari PT Tunas Agro Indolestari adalah MinyaKita kemasan pouch berukuran 2 liter.

Bagaimana kasus ini terungkap, sebelumnya Sabtu (8/3), Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melakukan inspeksi mendadak ke Pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan, untuk memeriksa kabar soal MinyaKita yang tidak sesuai dengan takaran.

Dalam inspeksi tersebut, ditemukan minyak goreng kemasan dengan merek MinyaKita yang tidak sesuai dengan aturan dan di atas harga eceran tertinggi (HET). Minyak tersebut diproduksi oleh PT Artha Eka Global Asia, Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara, dan PT Tunas Agro Indolestari.

Menanggapi temuan ini, Mentan menegaskan bahwa praktik seperti itu sangat merugikan masyarakat dan tidak bisa ditoleransi. Dan meminta agar perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran segera diproses secara hukum dan ditutup.

Masyarakat juga diimbau untuk lebih teliti saat membeli minyak goreng dan segera melaporkan jika menemukan produk yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Adanya minyakita oplosan hingga takaran yang tidak sesuai dijual di pasaran menunjukkan gagalnya negara mengatasi kecurangan para korporat yang berorientasi untung. Ini membuktikan bahwa distribusi kebutuhan pangan ada di tangan korporasi. Sedangkan, negara hanya hadir untuk menjamin bisnis yang kondusif bagi para kapital. Bahkan tidak ada sanksi menjerakan jika mendapati perusahaan melakukan kecurangan.

Di bawah penerapan sistem ekonomi Kapitalisme dengan asas liberalisme, para korporat mendapat karpet merah untuk menguasai rantai distribusi pangan (hulu hingga hilir). Negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Paradigma kapitalis menjadikan negara abai terhadap tanggung jawabnya sebagai pengurus dan pelayan umat.

Islam menetapkan pengaturan hajat hidup rakyat berada di bawah kendali pemerintah. Sebab pemimpin adalah raa’in atau pengurus umat. Paradigma dalam mengurus rakyat adalah pelayanan, bukan bisnis atau keuntungan. Pemenuhan kebutuhan pokok berupa pangan) menjadi tanggung jawab negara dengan berbagai mekanisme sesuai syariat. Tidak boleh diserahkan kepada korporasi, hulu hingga hilir.

Selain menjaga pasokan produk pangan seperti minyakita, negara wajib mengawasi rantai distribusi dan menghilangkan segala penyebab distorsi pasar. Qadhi hisbah akan melakukan inspeksi pasar. Jika ditemui ada kecurangan seperti kasus minyakita oplosan, negara akan memberikan sanksi tegas, bahkan pelaku bisa dilarang melakukan usaha produksi hingga perdagangan. 

Dalam sistem Islam menjalankan politik ekonomi Islam yang mewujudkan kestabilan harga dan terjangkau oleh rakyat. Setidaknya ada enam mekanisme yang ditempuh terkait hal ini.

Pertama, menjaga pasokan produksi dalam negeri dengan mendukung sarana produksi dan infrastruktur penunjang. Kedua, menciptakan pasar sehat dan kondusif, mengawasi rantai tata niaga, serta menghilangkan penyebab distorsi pasar. Ketiga, mengawasi penentuan harga mengikuti mekanisme pasar.

Keempat, badan pangan (seperti Bulog atau BUMD) benar-benar menjalankan fungsi pelayanan, bukan menjadi unit bisnis. Pendanaan bagi lembaga ini ditanggung oleh Baitul mal. Kelima, tidak membiarkan korporasi menguasai rantai penyediaan pangan rakyat untuk mencari keuntungan. Keenam, memberi sanksi tegas bagi penahan/penimbun.

Dengan demikian, Khilafah merupakan kebutuhan mendesak bagi umat Islam. Ini karena bukan hanya perkara harga dan jaminan ketersediaan pangan, melainkan seluruh urusan masyarakat akan di riayah secara baik oleh Khilafah.

Kesejahteraan dan keamanan akan dijamin sepenuhnya oleh negara. Kewajiban ini diberikan langsung oleh Allah pada penguasa. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.”

Wallahu alam bisshawab


Share this article via

12 Shares

0 Comment