| 30 Views
Operasi Pasar Murah, Urgensi Tak Terarah

Oleh: Yeni Purnama Sari, S.T
Muslimah Peduli Generasi
Indonesia termasuk negara dengan SDA yang melimpah, lahan pertanian luas dan subur. Namun dibalik semua kekayaan itu, negara belum mampu memenuhi kebutuhan dasar seluruh masyarakat. Justru potensi tersebut tidak dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Akibatnya, impor pangan menjadi jalan pintas dan akhirnya mengalami fluktuasi. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menstabilkan harga dan ketersediaan bahan pangan pokok bagi masyarakat. Seperti program Gerakan Pangan Murah (GPM) yang diselenggarakan di berbagai wilayah.
Sebagaimana Kapolres dan Bupati Lampung Timur beserta pemerintah daerah menggelar kegiatan Gerakan Pangan Murah Polri (GPMP), yang berlokasi di Lapangan Merdeka Desa Braja Sakti, Kecamatan Way Jepara. Masyarakat pun merespon dengan antusias. Bagaimana tidak, berbagai kebutuhan pokok dibandrol dengan harga lebih murah dari pasaran. Diantaranya beras, minyak goreng, telur ayam, tepung terigu, gula putih, bawang merah dan bawang putih. Tak ketinggalan juga cabai merah, cabai rawit, produk bumbu masak, sekaligus LPG 3 kg dan LPG 5,5 kg.
Masyarakat bersyukur karena terbantu dengan adanya kegiatan tersebut. Sementara itu, pihak kepolisian berharap hubungan antara polisi dan masyarakat terus berlanjut di wilayah lain. Tidak hanya dalam hal keamanan tetapi juga dalam bidang sosial, agar manfaatnya dapat dirasakan semakin luas oleh masyarakat Lampung Timur seluruhnya. (Trustmedia.id, 22/08/2025).
Di sisi lain, Ditreskrimsus Polda Jatim bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim, Dinas Pertanian Jatim, serta Perum Bulog Kanwil Jatim, memantau harga dan ketersediaan stok kebutuhan bahan pokok penting (Bapokting) di sejumlah pasar. Hasil pengecekan dinilai harga beras relatif tinggi. Sehingga, Satgas Pangan Ditreskrimsus Polda Jatim bersama Bulog membuka operasi pasar murah melalui penyaluran beras SPHP. Bersamaan dengan itu, masyarakat diimbau untuk melapor ke posko Satgas Pangan Polda Jatim jika terindikasi kecurangan atau permasalahan terkait distribusi dan harga pangan. (Detik.com, 27/08/2025).
Kebijakan Sementara
Gambaran kondisi tersebut ternyata masih jauh dari harapan. Meskipun tujuan pemerintah baik untuk membantu masyarakat. Namun kebijakan hanya bersifat urgensi sementara. Masyarakat hanya terbantu di waktu-waktu tertentu. Tidak mengarah pada solusi yang menyentuh akar masalah. Harga pangan cenderung tidak stabil menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Apalagi dengan penghasilan yang rendah menyebabkan masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Padahal jika negara bisa mengelola SDA secara optimal tanpa ada campur tangan dan penyerahan kekuasaan oleh swasta maupun asing, maka masyarakat akan makmur. Karena hasilnya akan dinikmati oleh masyarakat secara menyeluruh. Tidak akan kekurangan dari sisi pangan, sandang, dan papan.
Mimpi dalam Sistem Kapitalisme
Sayangnya itu semua sebatas mimpi dalam Sistem Kapitalisme Demokrasi. Negara tak mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pengaturan ekonomi yang diterapkan masih berbasis riba, bergantung pada utang luar negeri. Sehingga negara tidak memiliki kekuatan untuk menjaga stabilitas pangan secara totalitas. Bahkan tidak mampu menghentikan praktik spekulasi oleh pihak korporasi yang menjadi penyebab rusaknya rantai tata kelola pangan.
Maka untuk mewujudkan ketahanan pangan di tengah kesenjangan ekonomi pengaruh kapitalis tidaklah mudah. Sebab butuh anggaran yang besar. Dilihat dari sisi teknologi pasti butuh alat penunjang yang efisien. Sementara lahan yang digunakan sebagai sarana produksi pangan terus berkurang, karena dialihfungsikan menjadi perumahan, industri, maupun infrastruktur yang menguntungkan segilintir orang saja. Wajar jika negara mengalami ketertinggalan di aspek ketahanan pangan.
Lemahnya peran negara dalam menekan liberalisasi ekonomi, menimbulkan gejolak persaingan dengan perusahaan swasta dan asing. Sehingga negara tidak dapat menguasai pasar dan mencegah permainan harga oleh pihak tertentu. Bahkan tidak mampu bertindak tegas terhadap pelaku kecurangan atas penimbunan bahan pangan. Parahnya lagi, kurangnya pengawasan dalam pendistribuan yang kurang merata. Dari sinilah timbul ketidakadilan pemenuhan hak rakyat. Masih banyak rakyat yang miskin dan kelaparan.
Penerapan Ekonomi Syariat Islam
Lain halnya jika negara menegakkan ekonomi yang berasaskan syariat Islam. Negara akan mengutamakan kesejahteraan rakyat dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang dan perumahan bagi seluruh rakyat. Tentunya tidak akan membuka jalan untuk bekerja sama dengan korporasi, demi mencegah terjadinya penguasaan lahan dan pangan yang berujung menzolimi rakyat.
Negara menyiapkan langkah dan strategi jitu untuk memompa produksi pertanian secara maksimal. Dengan cara memberikan kebebasan penggunaan lahan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan untuk mengelolanya. Tanpa harus membeli ataupun menyewa lahan tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang bersumber dari perkataan Umar bin Khatab yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda :
“Karena itu siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu untuk dirinya (menjadi miliknya) dan tidak ada hak untuk orang yang memagari setelah tiga tahun.”
Selain itu, pendistribusian pangan pun harus merata. Negara akan tegas memberi sanksi kepada siapa pun yang berlaku curang, seperti penimbunan yang bertujuan menunggu harga naik untuk kemudian dijual/dikeluarkan. Dengan begitu, tidak akan ada sedikit pun celah bagi negara untuk membuka keran impor sebagai dalih menjaga ketahanan pangan.
Sejarah Islam memberikan contoh bagaimana distribusi pangan dikelola untuk kepentingan bersama. Sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab yang memimpin negara secara adil dan tegas. Khalifah Umar mendirikan baitul mal sebagai institusi keuangan negara yang tidak hanya mengelola harta publik, tetapi juga menjadi pusat distribusi kekayaan, termasuk pangan. Tujuan utamanya adalah memastikan kebutuhan dasar seluruh rakyat terpenuhi, sehingga tidak ada seorang pun yang dibiarkan kelaparan, sekalipun dalam kondisi krisis berat akibat kemarau panjang.
Seperti yang dituturkan oleh Ibnu Atsir (1997):
Khalifah Umar menulis surat kepada para gubernur (wali) wilayah. Di antara yang dikirimi surat adalah Amr bin Ash di Mesir, Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam, Sa’ad bin Abi waqqash di Irak. Berisi pernyataan meminta bantuan agar memberikan pasokan makanan untuk penduduk Madinah dan sekitarnya. Kemudian datanglah Abu Ubaidah bin al-Jarrah dengan membawa empat ribu unta bermuatan makanan. Khalifah Umar memerintahkan dia untuk membagikan makanan itu kepada penduduk sekitar Madinah. Dan orang-orang pun berdatangan untuk mendapatkan pasokan makanan dan penduduk Hijaz akhirnya dalam kecukupan.
Di sisi lain, Amru bin al-Ash memperbaiki jalur Laut Qulzum (Laut Merah), dan mengirimkan makanan melalui jalur itu ke Madinah. Sehingga harga makanan di Madinah menjadi sama dengan harga di Mesir.
Khatimah
Dengan demikian, sudah jelaslah hanya dengan penerapan Sistem Islam secara kaffah, berbagai problematika kehidupan akan terselesaikan. Tak terkecuali masalah pangan. Negara akan mampu mengurus dan melindungi rakyat dari kerawanan pangan, sehingga rakyat jauh dari kata sengsara.
Wallahu a’lam bishowab