| 198 Views

Nasib Rakyat dalam Sistem Kapitalisme

Oleh : Yuliana, S.E.

Satreskrim Polrestabes Medan meringkus empat perempuan yang terlibat jual dan beli bayi seharga Rp 20 juta di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan Ajun Komisaris Madya Yustadi mengatakan, terungkapnya kasus berawal dari informasi masyarakat bahwa ada rencana transaksi bayi yang baru dilahirkan di sebuah rumah sakit di Kecamatan Percutseituan pada 6 Agustus 2024.

Berdasarkan informasi tersebut, petugas melakukan penyelidikan dan mendapati MT, 55 tahun, warga Medanperjuangan, sedang menggendong bayi menumpangi becak bermotor menuju Jalan Kuningan, Kecamatan Medanarea, Kota Medan. MT akan menemui Yu, 56 tahun dan NJ, 40 tahun, untuk menyerahkan bayi yang didapat dari SS, 27 tahun, ibu kandungnya.

“Bayi ini anak kandung dari anak salah satu pelaku yang ditangkap, dijual Rp 20 juta. Penyerahan uang dilakukan bertahap, pertama Rp 5 juta, kedua Rp 15 juta. Keempat pelaku yang ditangkap, perannya sebagai penjual, pembeli dan perantara,” kata Madya didampingi Kepala Seksi Humas Polrestabes Medan Inspektur Satu Nizar Nasution, Kamis, 15 Agustus 2024.

Madya bilang, pihaknya masih melakukan penyelidikan, apakah ada pelaku lain. Keempat tersangka dikenakan Undang–Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang–Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

“Si ibu mengaku menjual bayinya karena ekonomi, si pembeli mengaku tidak punya anak. Dia akan membesarkan bayi yang dibelinya seperti anak sendiri. Kami masih menyelidiki kasus ini," kata Madya. (Tempo.co, Jumat, 16 Agustus 2024)

Ekonomi di Sistem Sekulerisme

Hidup di bawah naungan sistem sekulerisme mau tak mau rakyat harus memikirkan diri sendiri. Untuk hidup, rakyat harus berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan baik sandang, pangan, maupun papan. Banyak kita lihat di sistem ini, disebabkan oleh himpitan ekonomi rakyat melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja kadang-kadang harus rela menjadi pencuri.

Pemimpin negeri ini tidak bisa menjadi ra’in, rakyat dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian.

Seperti kasus yang terjadi di Medan ibu kandung rela menjual anak kandungnya sendiri seharga 20 juta dengan alasan karena himpitan ekonomi. Miris sekali, seharusnya ibu menjadi pelindung, pengayom, tempat untuk memperoleh kasih sayang malah tega menjual anak kandung sendiri demi uang. Terlihat jelas tidak adanya peran negara terhadap rakyatnya, sehingga rakyat menderita demi untuk sesuap nasi.

Tidak bisa dinafikan bahwa aspek kehidupan perekonomian rakyat saat ini di sistem yang negara kita anut sangat memperihatinkan. Keadaan perekonomian masyarakat sangat tidak merata kesenjangan sangat terasa yang miskin makin miskin, yang kaya makin kaya, yang bermodal yang berkuasa. Pemerintah tidak bisa menjadi pelindung bagi rakyatnya, mereka sibuk dengan kepentingan invidu tanpa memikirkan nasib rakyat.

Di mana-mana kita bisa melihat, sulitnya masyarakat bertahan dalam hidup ini. Banyak terjadi kemungkaran, kemaksiatan, kriminal, dan hal-hal buruk lainnya. Kemudian, kita bisa melihat pemimpin dengan semena-mena membuat PP yang melanggar nilai-nilai dan hukum-hukum agama, na’uzubillah.

Wakil-wakil rakyat yang saat pemilihan berkoar-koar mengumbar janji kepada masyarakat akan memberikan yang terbaik buat rakyat. Namun, setelah mendapatkan kursi lupa akan janji dan sibuk memperkaya diri, sampai rela korupsi yang dinafkahi untuk anak dan istri.

Hal ini tentu tidak akan terjadi jika negeri ini menerapkan sistem hukum Islam.  Banyak penderitaan yang disebabkan tidak bertanggung jawabnya pemimpin kepada rakyatnya. Mulai dari ekonomi, sosial, politik, pendidikan, dan agama. Banyak anak-anak bangsa yang putus sekolah karena orangtua tidak mampu membiayai pendidikannya.

Anak-anak yang putus sekolah akan menjadi gelandangan, mengemis, manjadi pemulung dengan alasan pendapatan yang diperoleh untuk membantu perekonomian keluarga.
Banyak anak-anak yang menjadi korban kekerasan di jalan-jalan, pemerkosaan, penindasan dan lain sebagainya.

Hal ini tentu sangat erat sekali hubungannya ekonomi. Ini menjadi tanggung jawab negara, seharusnya negara menjamin ekonomi, keselamatan, kehormatan, sandang, pangan, pendidikan anak-anak dan rakyatnya. Bukan membiarkan, dan terus menerus menanamkan pembodohan pada rakyat, bahwa kehidupan setiap rakyat adalah urusan individu masing-masing tanpa ada riayah dari negara.

Pemerintah sibuk menjalin hubungan kerja sama dengan orang asing. Sementara rakyat sendiri merasa asing di negaranya sendiri, dan terang-terangan diasingkan dari perhatian pemerintah sendiri yang lebih memuliakan orang asing.

Jaminan Ekonomi dalam Islam

Dalam sistem Islam ekonomi diatur sedemikian rupa. Pemimpin Islam akan mengurus masalah ekonomi negara dengan aturan yang Allah perintahkan, dalam islam tidak ada yang namanya memperkaya diri. Harta yang boleh ambil sesuai dengan kebutuhan individu bersangkutan, tidak boleh menimbun harta untuk memperkaya diri sendiri.

Dalam Islam akan dilakukankan pemerataan dalam kesejahtraan, tidak akan kita jumpai kesenjangan ekonomi maupun sosial. Bagi yang tidak memiliki harta akan dikasi modal untuk mengembangkan usaha sehingga individu tadi mampu untuk menghidupi keluarganya, sampai keluarga itu sejahtera. Begitu seterusnya sampai semua masyarakat dapat merasakan kesejahteraan yang sama dan tidak ada kesenjangan.

Umar bin Khattab adalah Khalifah kedua setelah Abu Bakar, seorang Khalifah yang berpikir kreatif dan inovatif. Umar melakukan langkah-langkah yang berani mengambil ijtihad dalam masalah furu'iyah ketika merespons persoalan yang belum ada ketetapan nasnya.

Pada masa Umar ini lah perkembangan ekonomi berkembangan pesat, luasnya daerah kekuasaan Islam membutuhkan kebijakan-kebijakan yang mensejahterakan masyarakat yang berada dalam daerah-daerah kekuasaan Islam.

Kebijakan-kebijakan Umar tentang pengelolaan tanah, zakat, usyr, jizyah, kharaj dan yang paling mengesankan adalah pembentukan administrasi yang baik dalam menjalankan roda pemerintahan yang besar. Ia mendirikan institusi administrasi yang hampir tidak mungkin dilakukan pada abad ketujuh sesudah masehi. Salah satu kebijakan terkenalnya adalah membuat baitul mal yang regular dan permanent, untuk mengawasi keuangan Negara dan mengatur urusan pengumpulan dan pengeluaran. Baitul mal secara tidak langsung bertugas sebagai pelaksana kebijakan fiscal Negara Islam dan Khalifah adalah yang berkuasa penuh atas dana tersebut. Pada masa Umar inilah masyarakat Negara Islam mengalami kemakmuran yang pesat.

Jika negara ini ingin rakyatnya sejahtera maka hendaklah pemimpin taat kepada hukum Allah. Mengatur negara dengan hukum-hukum Allah, mengikuti keteladanan rasul dan para sahabat. Jika masih mengambil hukum buatan manusia maka, tidak akan ada pemerataan dalam kesejahtraan rakyat. Karena hukum yang berasal dari manusia hanya untuk pemuasan dan memperkaya diri sendiri.

Pemimpin yang taat syari’at akan takut pada ancaman Allah di akhirat kelak. Karena selama dia menjabat sebagai pemimpin jika ia tidak menggunakan hukum Allah dalam membuat keputusan maka akan tiba masa hisab di padang mahsyar kelak untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatannya selama ia memimpin negara ini. Na’uzibillahi minzalik.

Untuk mewujudkan keadilan yang merata satu-satu cara adalah kembalinya kita pada hukum Islam, yaitu tegaknya khilafah karna tegaklah hukum Allah di muka bumi ini.

Wallahua’lam


Share this article via

81 Shares

0 Comment