| 142 Views

Menyoal Peringatan Hari Anak, Butuh Solusi Hakiki

Oleh : Meilani Afifah
Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah

Anak adalah penerus dan calon pemimpin bangsa. Baik tidaknya anak hari ini menjadi cerminan baik dan buruknya bangsa ini di masa depan.

Hari Anak Nasional (HAN) diperingati setiap tanggal 23 Juli. Tema yang diusung tahun ini sama dengan tahun sebelumnya yakni "Anak Terlindungi, Indonesia Maju". 

"Semoga dengan perayaan HAN ini semua masyarakat menyadari bahwa anak-anak memiliki hak-hak sipil yang perlu diperhatikan agar mereka menjadi generasi muda, generasi mendatang yang hebat dalam menyongsong Indonesia emas" kata Ketua Umum Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE KIM), Tri Tito Karnavian pada puncak peringatan HAN di Istora Papua Bangkit, Selasa 23 Juli 2024 lalu. (m.antaranews.com, 23/7/2024).

Namun miris, peringatan yang digelar setahun sekali tersebut tidak menyisakan solusi yang berarti terhadap persoalan anak yang kian hari kian kompleks. Harusnya pemerintah mengevaluasi kinerja dan kebijakan mereka yang terkesan jalan di tempat. Bukan menyelesaikan justru menambah semakin banyak persoalan anak seperti masih banyak anak belum tercukupi kebutuhan hidupnya, kebutuhan pangan bergizi hingga pada pendidikan berkualitas.

Dikutip dari detikNews, rabu,08/5/2024. Menurut survei Kesehatan Indonesia 2023, penurunan prevalensi stunting yang diumumkan secara resmi tanggal 25 April 2024 lalu sebesar 21,5 persen hanya turun 0, 1 persen dari tahun sebelumnya yakni 21,6 persen. Artinya masih jauh dari target pemerintah yakni 14 persen.

Angka putus sekolah 2022/2023 juga memprihatinkan, dari total jenjang pendidikan yakni sebesar 76. 834 orang. Dengan rincian SD 40. 623, SMP 13. 716, SMA 10. 091, dan SMK 12. 404. (goodstats.id)

Lingkungan anak juga jauh dari jaminan perlindungan dan keamanan, angka kekerasan meningkat. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA) melaporkan, ada 16.854 anak yang menjadi korban kekerasan pada tahun 2023. Dan yang paling banyak adalah kekerasan seksual dengan 8.838 kasus. (Dataindonesia.id, 23/2/2024).

Kehidupan sekuleristik menambah noda hitam perilaku anak yang mengakibatkan anak memiliki pemikiran dan perilaku yang buruk. Kekerasan, pelaku bullying, narkoba, miras, pergaulan bebas hingga terlibat judi online. Tercatat 80.000 anak berusia kurang dari 10 tahun terlibat judi online atau sebesar 2% dari total pemain.

Beberapa upaya pemerintah untuk bisa menyelesaikan persoalan anak, seperti program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPD), sekolah ramah anak, menyediakan layanan khusus bagi yang memerlukan perlindungan khusus, negara ramah anak, dan lainnya. Bahkan pemerintah juga sudah melegalisasi UU Perlindungan Anak.

Namun faktanya, upaya-upaya tersebut masih jauh dari harapan. Persoalan anak kian parah, anak hari ini semakin jauh dari kesejahteraan, keamanan dan pribadi berakhlak mulia.

Hal ini disebabkan karena upaya tersebut tidak menyentuh akar persoalan, peringatan HAN hanya bersifat seremonial tahunan tanpa makna apapun.

Akar persoalan anak adalah akibat sistem sekularisme yang mengabaikan peran agama dalam mengatur kehidupan. Sistem ini justru mengagungkan kebebasan, tingkah laku buruk anak dan masyarakat cenderung didorong oleh hawa nafsu yang jauh dari ketakwaan. Akibatnya lahirlah manusia-manusia berprilaku amoral yang tega melakukan kekerasan terhadap anak baik fisik maupun seksual.

Asas kurikulum pendidikan juga berbasis sekularisme yang melahirkan generasi liberal yang jauh dari agama.

Keluarga dan rumah bukan lagi menjadi pelindung dan tempat teraman dan nyaman. Ibu semakin jauh perannya sebagai pendidik utama generasi akibat sibuk bekerja. Begitupun dengan ayah yang kehilangan fungsinya sebagai pemimpin keluarga.

Negara sebagai pengurus rakyat juga gagal menjamin kebutuhan anak, baik kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Regulasi yang ada tidak mampu melindungi anak. Hukuman yang ada juga tidak memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan.

Inilah akibat sistem sekularisme kapitalisme yang diterapkan negara. Anak tidak lagi dipandang sebagai amanah yang harus dijaga dan dilindungi fitrahnya dan dijauhkan dari hal-hal yang merusak.

Persoalan anak butuh solusi hakiki yakni dengan menerapkan sistem Islam kaffah dalam naungan khilafah.
Anak dalam Islam adalah penerus peradaban sehingga harus dijamin kebutuhannya dari seluruh aspek, mewujudkan fungsi dan peran keluarga yang optimal dalam mendidik anak-anak. Keluarga dalam Islam dibentuk menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah. Dan rumah dijadikan surga bagi penghuninya tempat ternyaman bagi anak-anaknya.

Negara Islam juga menjamin kebutuhan pokok perindividu rakyatnya, termasuk anak, seluruhnya sejahtera. Sistem sanksi juga berdasarkan aturan Islam yang tegas yang mampu menjamin keamanan dan perlindungan setiap rakyatnya.

Wallahu a'lam bi ashhowab.


Share this article via

57 Shares

0 Comment