| 163 Views

Mencegah Stunting Lewat Program Makan Bergizi Gratis, Efektifkah?

Oleh : Dini Al Ayyubi

Menyoal tentang program Makan Bergizi Gratis (MBG) oleh Presiden Prabowo yang telah dijalankan sejak awal bergantinya tahun, ternyata program ini menggugah banyak respon negatif dari warga. Sejak awal program ini disuarakan ke publik pun sudah banyak yang mengkritik, disebabkan program yang dirasa akan inefektif dalam menuntaskan akar masalah stunting. 

Namun Presiden Prabowo tampaknya sangat bertekad dalam memberantas tingginya angka kasus stunting di negeri ini melalui program MBG, meski Badan Gizi Nasional bahkan baru 6 bulan ini berdiri. Akhirnya kekhawatiran warga pun sungguh terjadi. Mulai dari pendanaan yang kurang sehingga harus meminjam ke sana ke mari, bahkan ada usulan bahwa dana program ini akan diambil dari dana zakat, infaq, sedekah, uang koruptor, sumbangan dari kalangan menengah, dan lain-lainnya. (viva.co.id 16/1/2025).

Ditambah lagi ketika beberapa daerah ikut serta dalam mendanai program ini, dan kesuksesan program pun bergantung pada seberapa besar dana yang dikeluarkan oleh daerah masing-masing. Artinya jika daerah itu miskin, maka peluang suksesnya pun sedikit. (CNBCIndonesia.com 17/1/2025).

Selain pendanaan yang mepet, makanan yang disediakan pun tidak seluruhnya berkualitas. Kabarnya di SDN Dukuh 03 Sukoharjo, ada 40 siswa keracunan usai menyantap makanan menu MBG. (Tirto.id, 17/1/2025).

Potret Ketidakpedulian Pemerintah

Sejatinya program MBG ini tidak seutuhnya didedikasikan untuk rakyat, tapi hanya untuk pencitraan pada masa kampanye pelantikannya menjadi presiden. Mengapa bisa begitu? Karena jika program ini memang untuk rakyat, maka pencegahan stunting tentu tidak akan dilakukan melalui program MBG, tetapi diganti menjadi pemberantasan kemiskinan. Karena kemiskinan lah yang menjadi alasan utama para orang tua kesulitan dalam memberi asupan protein kepada anaknya, yang berujung stunting. 

Tidak bisa dikatakan tulus pula, jika sampai saat ini beban pendanaan justru dikembalikan lagi kepada masyarakat. Kritikan rakyat tentang makanan ditolak, juga alokasi anggaran untuk makanan per anak hanya Rp 10.000,- di tengah kenaikan harga-harga di pasar. Tetapi karena sudah terlanjur memberi janji, jadi upaya yang dilakukan tak lebih dari sekadar menggugurkan tanggung jawabnya.

Beginilah potret negara kapitalisme, di mana penguasa yang memimpin tidak akan peduli pada permasalahan rakyatnya, meski genting sekali pun. Penguasa dalam sistem ini tidak akan bergerak mengurus dan menuntaskan permasalahan yang ada secara tuntas dan benar, jika tidak ada manfaat dan keuntungan materi untuk mereka, para penguasa. Mereka akan tetap berusaha buta akan hal itu.

Negara Islam Menyelesaikan Masalah Stunting

Di dalam pengaturan negara Islam yang menjadikan syariat Islam sebagai landasan, pemimpin akan selalu menjamin kebutuhan gizi generasi dengan mekanisme sesuai syariat Islam sehingga tak akan terjadi stunting dan semua rakyat terpenuhi kebutuhan gizinya. Bagaimana caranya?

Pertama, Islam tentunya akan menyelesaikan masalah utama dari ketidakmampuan para orang tua dalam menyediakan makanan berkualitas untuk anaknya yaitu ekonomi keluarga. Negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya yang meningkatkan daya beli kebutuhan primer keluarga, yaitu makanan yang benar-benar bergizi. 

Bahkan untuk golongan orang miskin atau yang tidak mampu bekerja, kebutuhan primer mereka akan ditanggung negara sesuai dengan tingkat kebutuhannya, melalui berbagai skema dan mekanisme. Bahkan sebelum itu semua, negara sudah terlebih dahulu fokus pada distribusi kekayaan/harta bagi setiap anggota masyarakat. (Kitab Nidzam Al-Iqtishodi oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani)

Kedua, negara Islam pasti akan memastikan pembangunan kedaulatan pangan di bawah Departemen Kemaslahatan Umum. Departemen ini akan menjaga kualitas pangan di tengah masyarakat, mulai dari tata kelola lahan pertanuan dan pengaturan kepemilikannya yang sesuai dengan syariat. Sehingga tidak ada tanah yang tak termanfaatkan, pun tak ada pemanfaatannya yang melanggar syariat. Lahan-lahan yang mengandung SDA akan dikembalikan pada negara dalam hal pengelolaan, yang mana hasilnya akan dikembalikan ke seluruh rakyat untuk salah satunya menunjang kedaulatan pangan ini.  Pada akhirnya, secara tidak langsung masyarakat akan sangat dimudahkan untuk menyiapkan makanan bergizi di rumah masing-masing.

Ketiga, negara Islam juga pastinya  akan _make sure_ bahwa makanan yang beredar di pasar adalah makanan yang halal dan thoyyib dengan harga sangat terjangkau. Negara akan menjamin itu dengan mendatangkan ahli gizi dan teknisi-teknisi yang mumpuni untuk mengontrol industri pangan. Belum lagi keberadaan _qadhi hisbah_ yang menertibkan dengan tegas pihak-pihak yang membahayakan rakyat dalam aktivitas jual beli. Selain itu, negara tentu akan mengedukasi para ibu hamil atau yang sudah mempunyai anak tentang pentingnya makanan bergizi untuk pertumbuhan otak dan jasmani. Semua upaya ini adalah pencegahan demi kesejahteraan rakyat dalam aspek ‘generasi emas yang sehat wal afiat’. 

Jika semua ini diterapkan dengan baik dan benar, maka stunting itu akan hilang dengan sendirinya, tanpa harus membuat program MBG yang bisa dikatakan sangat terlambat untuk menangani masalah stunting. Dan tentunya semua ini hanya bisa direalisasikan ketika Islam diterapkan secara kaffah. Sudah saatnya eksistensi sistem Islam menjadi perhatian bersama, karena hanya Islam lah yang mampu memberikan solusi hakiki dan sistemis yang meninjau masalah dari berbagai aspek, tidak hanya satu sisi semata.

Wallahu a'lam bisshowab.


Share this article via

47 Shares

0 Comment