| 535 Views

Listrik: Kebutuhan Vital yang Terdampak Kapitalisasi, Rakyat Semakin Tersakiti

Oleh : Nur Rahmawati, S.H.
Penulis dan Praktisi Pendidikan di Kotim

Listrik adalah salah satu kebutuhan esensial manusia modern. Dari urusan rumah tangga hingga industri, keberadaan listrik sangat penting untuk menunjang aktivitas sehari-hari. Sayangnya, di Indonesia, pengelolaan listrik masih menghadapi berbagai masalah, salah satunya adalah liberalisasi sektor energi yang mengutamakan keuntungan daripada kepentingan rakyat. Kondisi ini menyebabkan akses listrik, terutama di daerah pedesaan, belum sepenuhnya merata. Mahalnya biaya penyediaan listrik di daerah terpencil menjadi salah satu tantangan utama.  

Sebagaimana yang terjadi di daerah Jawa Barat, sebanyak 22.000 kepala keluarga (KK) belum teraliri listrik (Beritasatu.com,  23-11-2024). Hal ini mengindikasikan tidak meratanya penyediaan aliran listrik yang merupakan kebutuhan warga dan kewajiban pemerintah untuk memenuhinya, sayangnya permasalahan ini belum juga terselesaikan. 

Masalah Tata Kelola Listrik dalam Sistem Kapitalistik
  
Liberalisasi tata kelola listrik telah mengubah pendekatan penyediaan energi dari pelayanan publik menjadi sektor yang berorientasi keuntungan. Hal ini terlihat jelas ketika penyediaan energi primer dan layanan listrik diserahkan kepada korporasi. Akibatnya, tarif listrik cenderung mahal karena korporasi harus mengamankan keuntungan mereka. Pada saat yang sama, negara cenderung melepaskan tanggung jawabnya dalam menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat.  

Fenomena ini mengarah pada ketimpangan akses listrik. Masyarakat di perkotaan umumnya mendapatkan akses listrik yang lebih baik karena dianggap lebih menguntungkan dari sisi bisnis, sementara masyarakat di pedesaan atau wilayah terpencil sering kali terabaikan. Biaya pembangunan infrastruktur di wilayah terpencil yang tinggi membuat perusahaan swasta enggan berinvestasi tanpa subsidi besar dari pemerintah. Sayangnya, dalam sistem kapitalistik ini, prioritas sering kali bukan pada pemerataan layanan, melainkan pada efisiensi biaya dan profitabilitas.  

Lebih ironis lagi, negara tidak hanya lepas tangan, tetapi juga memberlakukan kebijakan yang membebani rakyat, seperti menaikkan tarif dasar listrik atau mengenakan pajak tambahan. Dalam sistem seperti ini, rakyat kecil menjadi pihak yang paling dirugikan. Mereka harus menanggung beban ekonomi tambahan, padahal listrik adalah kebutuhan mendasar yang seharusnya mudah diakses.  

Pandangan Islam tentang Pengelolaan Listrik

Dalam pandangan Islam, listrik adalah salah satu bentuk kepemilikan umum yang tidak boleh diserahkan kepada individu atau korporasi untuk mencari keuntungan. Prinsip ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api" (HR. Abu Dawud). Listrik, sebagai kebutuhan dasar yang vital, termasuk dalam kategori "api" yang dimaksud dalam hadis ini.  

Islam menegaskan bahwa negara bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya yang termasuk kepemilikan umum, termasuk listrik. Pengelolaan ini harus dilakukan semata-mata untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk keuntungan segelintir pihak. Negara dalam sistem Islam diwajibkan untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki akses yang mudah dan murah terhadap listrik.  

Dalam implementasinya, negara harus menyediakan infrastruktur terbaik, baik untuk pembangkitan, distribusi, maupun pemeliharaan listrik. Dengan demikian, layanan listrik dapat merata hingga ke pelosok negeri. Selain itu, pengelolaan sumber energi primer, seperti batu bara, gas, dan energi terbarukan, juga harus dilakukan oleh negara untuk menjamin pasokan energi yang berkelanjutan dan terjangkau.  

Solusi Islam: Listrik Murah dan Merata untuk Semua

Sistem Islam menawarkan solusi holistik yang mencakup aspek ideologis dan praktis dalam pengelolaan listrik. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:  

Pertama, Pengelolaan Negara terhadap Sumber Daya Energi. Negara harus mengambil alih pengelolaan sumber daya energi primer. Sumber daya seperti batu bara, gas, air, angin, dan sinar matahari harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Dengan mengeliminasi keterlibatan korporasi swasta, biaya produksi listrik dapat ditekan, sehingga listrik dapat disediakan dengan harga yang terjangkau atau bahkan gratis.  

Kedua, Pembangunan Infrastruktur yang Merata. Negara wajib membangun infrastruktur kelistrikan hingga ke pelosok negeri. Dana yang dibutuhkan dapat berasal dari pengelolaan kekayaan alam yang dikelola negara. Pembangunan ini tidak hanya mencakup pembangkitan listrik tetapi juga distribusinya, sehingga masyarakat pedesaan tidak lagi terisolasi dari akses listrik.  

Ketiga, Subsidi untuk Masyarakat Tidak Mampu. Dalam kondisi tertentu, negara dapat memberikan subsidi penuh bagi masyarakat yang kurang mampu. Dalam sistem Islam, subsidi ini bukan sekadar bentuk bantuan sosial, tetapi merupakan tanggung jawab negara untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat.  

Keempat, Pemanfaatan Energi Terbarukan. Islam juga mendorong pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. Negara dapat memanfaatkan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, atau air sebagai alternatif dari energi fosil yang cenderung terbatas. Pemanfaatan energi terbarukan ini tidak hanya mendukung kelestarian lingkungan tetapi juga mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.  

Kelima, Pemerataan Pelayanan Listrik. Negara harus memastikan bahwa tidak ada wilayah yang tertinggal dalam hal akses listrik. Ini berarti investasi dalam teknologi modern dan inovasi untuk mendukung penyediaan listrik yang merata.  

Khatimah
 
Liberalisasi sektor kelistrikan telah menyebabkan ketidakadilan dalam akses dan biaya listrik. Negara yang seharusnya bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dasar rakyat justru menyerahkan pengelolaan kepada swasta dengan orientasi keuntungan. Sebagai alternatif, sistem Islam menawarkan solusi yang menjamin akses listrik murah atau gratis bagi seluruh rakyat.  

Dalam sistem Islam, pengelolaan listrik sebagai milik umum berada di bawah kendali negara yang berorientasi pada pelayanan, bukan keuntungan. Dengan langkah-langkah strategis seperti pembangunan infrastruktur merata, pengelolaan energi primer oleh negara, serta pemanfaatan energi terbarukan, kebutuhan listrik seluruh rakyat dapat terpenuhi secara adil dan berkelanjutan.


Share this article via

100 Shares

0 Comment