| 94 Views
Listrik Belum Merata, Kemaslahatan Rakyat Terabaikan

Oleh : Yanti H
Pemerhati Sosial, Ciparay Kab. Bandung.
Dalam debat Cagub Jawa Barat (Jabar) ada isu yang menarik perhatian publik. Cagub Dedi Mulyadi menargetkan dalam dua tahun pemerintahannya seluruh warga Jabar akan mendapat aliran listrik. Pernyataan tersebut merespons pertanyaan panelis perihal 22.000 kepala keluarga (KK) di Jabar yang belum teraliri listrik.
Wilayah yang belum mendapat layanan listrik sangat patut dipertanyakan. Pada zaman serba digital hari ini, negeri ini masih saja bergumul dengan persoalan klasik, yakni pemerataan fasilitas dan layanan publik wilayah pelosok atau terpencil. Ini karena hajat hidup publik seperti energi listrik diliberalisasi sedemikian rupa menjadi layanan berbayar alias tidak gratis.
Liberalisasi ditandai dengan dominasi swasta dalam mengelola hajat hidup masyarakat. Liberalisasi bidang energi listrik sudah dimulai sejak tahun 2000-an. Pada tahun 1990-an, telah banyak berdiri independent power producer (IPP) melalui perjanjian jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA). IPP tersebut mengelola pembangkit listrik dengan menjual sebagian atau seluruh produksi listriknya ke PLN. Pada akhirnya, skema kerja sama ini memaksa PLN selaku BUMN membeli listrik kepada IPP sebagai perusahaan pembangkit listrik swasta dengan harga berlipat.
Liberalisasi listrik makin menguat setelah penerbitan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja yang memberikan berbagai kemudahan bagi investor swasta dalam negeri maupun asing di bidang energi listrik. Meski UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan pemerintah menggantinya dengan Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja, isi Perppu tidak banyak berbeda dengan UU Cipta Kerja yang menuai polemik itu.
Masyarakat harus mengeluarkan uang demi membayar pelayanan listrik. Negara harus memahami bahwa beban ekonomi masyarakat saat ini sungguh berat. Semua kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan
semua ditanggung masing-masing individu rakyat.
Belum lagi ditambah kenaikan berbagai tarif, seperti pajak, listrik, dan sebagainya. Negara hanya memberi regulasi yang mencekik tanpa peduli berbagai kesulitan yang dihadapi rakyat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator, yaitu membuat dan mengatur regulasi pro kapitalis, sedangkan rakyat dibiarkan menanggung sendiri beban hidupnya.
Swasta diberi kebebasan mengelola atau berinvestasi di bidang energi listrik. Akibatnya, PLN selaku BUMN yang berkewajiban mengelola dan mendistribusikan listrik kepada masyarakat memiliki beban berkali lipat, yaitu membeli bahan baku atau tenaga listrik dengan biaya besar, lalu mendistribusikannya dengan segala keterbatasan infrastruktur di wilayah terpencil. Sementara itu, negara tidak menjalankan kewajibannya membangun infrastruktur publik yang memudahkan akses jalan atau pemasangan jaringan listrik pada wilayah yang kondisi geografisnya sulit, seperti Papua atau daerah pelosok lainnya. Inilah wujud kelalaian dan lepasnya tanggung jawab negara sebagai pelayan rakyat.
Pengelolaan Listrik dalam Pandangan islam merupakan sumber daya energi milik umum yang wajib dikelola oleh negara. Rasulullah ﷺ bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api.”(HR Abu Dawud dan Ahmad).
Listrik menghasilkan aliran energi panas (api) yang dapat menyalakan barang elektronik. Dalam hal ini, listrik termasuk kategori “api” yang disebutkan dalam hadist
Untuk memenuhi kebutuhan listrik, negara Khilafah akan menempuh beberapa kebijakan:
- membangun sarana dan fasilitas
pembangkit listrik yang memadai; - melakukan eksplorasi bahan bakar listrik
secara mandiri; - mendistribusikan pasokan listrik kepada rakyat dengan harga murah; (4) mengambil keuntungan pengelolaan sumber energi listrik atau lainnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, sandang, pangan, dan papan.
Dengan pengelolaan sumber energi listrik secara holistik berdasarkan syariat Islam, negara dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan amanah. Rakyat pun akan terpenuhi kebutuhan listriknya untuk keperluan sehari-hari. Akses dan layanannya pun dapat dijangkau di seluruh wilayah negeri dengan biaya yang relatif murah, terjangkau, bahkan bisa gratis mengingat potensi keberlimpahan SDA tambang di negeri-negeri muslim sangat besar nilainya.
Wallahu a'lam bish shawwab.