| 158 Views

Krisis Air Melanda Negeri

Oleh : Elih Lisnawati 

Miris, krisis air di negeri ini terjadi sejak masa Pandemi Covid-19, Pada tahun 2019 dan berdasarkan data jumlah kelas menengah di Indonesia 57,33 juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara 17,13%.
Artinya ada sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas.

Sedangkan kelompok masyarakat kelas menengah rentan atau aspiring middle class malah naik, dari tahun 2019  sebanyak 128,85 juta atau 48,20% dari total penduduk, menjadi 137,50 juta orang atau 49,22% dari total penduduk.

Demikian juga dengan angka kelompok masyarakat rentan miskin yang ikut membengkak dari tahun 2019 sebanyak 54,97 juta orang atau 20,56%, menjadi 67,69 juta orang atau 24,23% 
berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Amelia Adininggar Widyasanti dikutip Sabtu (31/8/202 www.cnbc.indonesia.com

Banyak faktor yang menyebabkan krisis air terus melanda negri ini dikarenakan kebijakan pemerintahan demokrasi kapitalisme yang liberalisme. Dengan kebijakan UU pengelolaan SDA yang dibuat dengan akal yang lemah dan terbatas, seperti perizinan tambang batubara dan nikel, penggundulan dan penebangan liar, serta pembakaran hutan untuk pembukaan tambang. Selain itu, kebijakan lain seperti pembangunan infrastruktur jalan tol, juga bandara.

Semua itu yang menyebabkan krisis air bersih melanda di berbagai daerah 
Semua ini terjadi diakibatkan penerapan sistem rusak ala kapitalisme liberalisme. Sistem ini yang memberikan keuntungan dan memberikan kebebasan yang hanya mendorong para penguasa dan pengusaha yang hanya berpikir bagaimana cara mendapatkan cuan. Walhasil ketika mereka melakukan usaha tambang, tidak akan memperhatikan dampak yang akan terjadi pada lingkungan sekitar.

Yaa walaupun ada upaya untuk memperbaiki atau menyediakan kebutuhan akan air, itu hanyalah solusi sesaat. 
Bahkan, lebih parahnya, solusi tersebut juga dipasrahkan pada pihak swasta dengan menggandeng investor-investor asing untuk berinvestasi.Kapitalisme juga membuat negara hanya sebagai fasilitator dan berlepas tangan dan mengalihkan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya kepada swasta.

Satu-satunya harapan untuk 
menyelesaikan krisis air bersih ini hanya dengan kebijakan kepemerintahan yang shohih dalam politik dan ekonomi sesuai syariat Islam secara kaffah dalam sistem negara khilafah, negara akan hadir sebagai pengurus dan penanggung jawab serta pelindung bagi rakyatnya.
Rasulullah saw. bersabda,
“Imam/Khalifah itu laksana penggembala yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian Pemerintah Islam juga akan menghentikan tindakan-tindakan perusakan lingkungan atas nama pembangunan atau proyek strategis nasional. 

Dalam Islam, pembangunan haruslah berpijak pada landasan berikut,
“Janganlah memberikan kemudaratan pada diri sendiri, dan jangan pula memudarati orang lain.” (HR Ibnu Majah dan Daruquthni).

Di sisi lain, pemerintah Islam akan selalu menerapkan sistem ekonomi Islam secara kaffah termasuk dalam pengelolaan harta-harta individi Islam menetapkan bahwa air termasuk harta milik publik sebagaimana halnya energi, hutan, laut, sungai, dan sebagainya. Harta tersebut adalah milik seluruh rakyat dan negara wajib bertindak sebagai pengelola dan pelayan bukan berbisnis sehingga negara tidak diperbolehkan menyerahkan pengelolaan dan kepemilikan kepada swasta yang akhirnya digunakan untuk kepentingan dan keuntungan para penguasa dan pengusaha saja.

Semua permasalahan khususnya krisisnya air bersih dapat dengan mudah diselesaikan oleh pemimpin yang betul-betul menerapkan syariat Islam kaffah dalam naungan Daulah Islamiyah. Sebagai muslim yang rindu dan menginginkan hidup dengan penuh rahmat dan keberkahan, bersegeralah kalian mengambil bagian dalam perjuangan ini dan dakwah untuk memahamkan ummat agar syariat Islam dapat segera diterapkan dibawah kibaran panji-panji Rosulullah Saw.

 Wallahu'alam bishowwab


Share this article via

61 Shares

0 Comment