| 219 Views
Krisis Air Bersih Karena Negara Salah Tata Kelola

Oleh : Ummu Alvin
Aktivis Muslimah
Air merupakan kebutuhan primer dan harus ada dalam kehidupan. Sayangnya, saat ini masih banyak masyarakat yang sulit mendapatkan air bersih. Sebab, sumber air umum diprivatisasi dan investasinya terus digencarkan untuk hak pengelolaan dan pemanfaatan dari badan usaha maupun perorangan.
Beberapa daerah di Indonesia saat ini sedang mengalami krisis air bersih diantaranya yang terjadi di Gili Ketapang, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, tak kurang 10 000 warga menghadapi krisis air bersih dikarenakan terputusnya pipa perusahaan daerah air minum ( PDAM ) yang terletak dibawah laut akibat tersangkut jangkar kapal.
Perumda Air Minum Tirta Terubuk Kabupaten Bengkalis akan mengurangi kapasitas pendistribusian air bersih ke pelanggan menjadi 60 persen mulai Jumat, 6 Desember 2024. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kapasitas produksi Instalasi Pengolahan Air (IPA) sistem Nano Filter.
Hal serupa dialami warga Kampung El Berkah, Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan Kanjeran, Surabaya, yang sudah 15 tahun harus berjuang keras untuk mendapatkan fasilitas air bersih dikarenakan belum terakses layanan PDAM.
Sejatinya air telah tersedia gratis di dalam tanah dan permukaan bumi, namun ternyata untuk pengaturan air tidak sesederhana itu, dan karena kesalahan dalam pengelolaan dan pemanfaatan itulah hingga sampai saat ini air menjadi susah diakses di negeri yang kaya sumber daya air ini.
Adapun penyebab krisis air ini adalah karena dikelola secara liberal, dimana air diposisikan sebagai barang ekonomi sehingga boleh dikomersialkan. Tata kelola air diprivatisasi sehingga membolehkan perusahaan-perusahaan swasta menguasai sumber-sumber air. Perusahaan-perusahaan swasta tersebut bisa dengan bebas membeli teknologi yang canggih sehingga bisa menyedot air tanah jauh ke dalam bumi, ditambah lagi negara dalam sistem ini mengabaikan perannya sebagai raa'in. Alih-alih memperbaiki tata kelola air, negara malah bertindak sebagai pedagang yang turut mencari untung dari kebutuhan rakyatnya, termasuk air.
Dari segi penyediaan infrastruktur negara gagal dalam mencukupi pembiayaannya,hingga harus menggandeng pihak swasta dalam mengatasinya,dan negara telah membuka keran sebesar-besarnya bagi swasta untuk berinvestasi pada bidang layanan air.Inilah paradigma yang ada pada diri penguasa yaitu paradigma pedagang alias paradigma kapitalis.
Allah SWT. menciptakan air dengan siklusnya sehingga bisa mencukupi kebutuhan manusia. Allah berfirman, “Dan, Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu Kami jadikan air itu menetap di Bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.” (TQS Al-Mu’minun [23]: 18).
Dalam Islam, air diposisikan sebagai kebutuhan publik sehingga menjadi milik umum. Konsekuensinya, tidak boleh ada pihak swasta yang menguasai sumber air hingga dapat menyulitkan rakyat untuk mengakses air bersih.
Negara akan mengelola air sehingga bisa menyediakan air bersih yang berkualitas bagi rakyat secara gratis. Negara juga akan membuat bendungan dan danau, dalam jumlah yang mencukupi untuk kebutuhan rakyat. Sedangkan yang sudah ada direvitalisasi dan dioptimalkan, Begitupula dengan sumber-sumber mata air, sungai, laut, selat, teluk, danau merupakan kepemilikan umum jadi tidak boleh dikomersialisasikan.
Khilafah akan mengelola mata air sehingga semua rakyat bisa menikmatinya secara gratis.
Negara wajib mendirikan industri air bersih perpipaan hingga terpenuhi kebutuhan air bersih setiap individu masyarakat kapan pun dan di mana pun, dengan memanfaatkan berbagai kemajuan saintek sebagaimana terjadi pada era Khilafah.
Di masa pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid pada 789M membangun waduk di bawah tanah yang berfungsi sebagai penampung air hujan dan jalur transportasi perdagangan di kota Ramla. Saat ini waduk tersebut menjadi situs sejarah yang dikagumi dunia dan masih memberi manfaat bagi penduduk kota.
Selain itu, ada juga khalifah yang dikenal sebagai khalifah pembangun bendungan karena pada masanya banyak bendungan dibangun untuk mencegah krisis air. Khalifah itu bernama Fannakhusru bin Hasan yang berkuasa pada 324—372 H/936—983 M dan populer dengan nama Adud ad-Daulah.
Sungai-sungai besar di wilayah Khilafah pada masa lalu juga mendapat perhatian besar. Semisal sungai Nil di Mesir yang dikelola sedemikian rupa, terutama pada masa Sultan An-Nuwayri dan Sultan Al-Makrizi. Begitu pun para penguasa lainnya dari dinasti Ayyubid dan Mamluk. Mereka melakukan pembersihan sungai, pengerukan kanal, dan memperbaiki dam. Negara dalam hal ini membayar beberapa tenaga pengawas maupun konsultan.
Demikianlah fungsi kepemimpinan dalam Islam yang tegak atas asas keimanan dan pelaksanaannya dibimbing oleh syariat,mereka sadar bahwa kepemimpinannya akan dimintai pertanggung-jawaban di akhirat kelak.Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
" Sesungguhnya kepemimpinan adalah sebuah amanah yang kelak pada hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan, kecuali mereka yang melakukannya dengan cara baik serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin" ( HR Muslim).
Wallahu a'lam bish showwab.