| 50 Views

Korupsi Tak Terbendung, Bukti Rusaknya Sistem Kapitalisme - Demokrasi

Oleh : Sumarni Ummu Suci

Presiden RI Prabowo Subianto mengakui tingkat korupsi di Indonesia sudah mengkhawatirkan dan telah menjadi masalah dasar dari penurunan kinerja di semua sektor. Hal tersebut di sampaikannya dalam forum dunia World Government Summit 2025. (Dikutip : www.antaranews.com). 

Presiden pun bertekad untuk menggunakan seluruh energi dan wewenang yang di miliki untuk mencoba mengatasi korupsi yang di nilainya sebagai penyakit, serta akar dari seluruh penurunan kinerja di berbagai sektor tersebut. (Dikutip : www.antaranews.com). 

Sayangnya pernyataan untuk menghapus korupsi tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan. Sangat mudah di pahami bahwa akar permasalahan tindak korupsi bukan terletak pada moralnya individu pejabat, melainkan pada sistem yang di terapkan. 

Realitasnya negara ini menerapkan sistem kapitalisme yang orientasi kepemimpinannya meraih keuntungan materi sebanyak - banyaknya. Konsep kepemimpinan seperti ini membuka peluang terjadinya korupsi secara sistemik, baik di berbagai bidang level jabatan serta para pemilik modal yang mendapat proyek dari negara. 

Sistem kapitalisme mengadopsi sistem politik demokrasi. Secara konsep kedaulatan hukum di sistem demokrasi ada di tangan manusia. Sehingga para pejabat bisa mengotak atik hukum yang di buat sesuai kepentingan. 

Sedangkan secara praktik, sistem demokrasi adalah sistem politik yang mahal. Disinilah letak peluang korupsi itu. 

Sistem demokrasi meniscayakan membuka peluang para oligarki memodali pemilihan wakil rakyat dan pejabat. Sehingga siapa pun yang jadi  pemimpin pasti akan tunduk pada pemilik modal. Akhirnya negara lemah di hadapan oligarki.

Semua kebijakan negara di buat untuk menguntungkan pemilik modal. Sementara pejabat negara memanfaatkan kekuasaannya untuk mengembalikan modal dengan cara - cara yang culas, seperti korupsi. Alhasil lagi - lagi rakyat menjadi korban. 

Sangat berbeda dengan sistem islam dalam memberantas korupsi melalui institusi negara (daulah khilafah). Islam mampu menutup rapat - rapat celah korupsi. Bahkan memungkinkan korupsi menjadi nol. Hal tersebut di awali dari mekanisme sistem politik islam itu sendiri. 

Sistem islam tidak mahal dan sangat sederhana.Kekosongan posisi khilafah maksimal tiga hari tiga malam. Sehingga dalam rentang waktu tersebut kaum muslimin harus melakukan pemilihan dan pembai'atan khalifah. 

Kepemimpinan islam bersifat tunggal. Pengangkatan dan pencopotan pejabat negara menjadi kewenangan khalifah. Konsep politik seperti ini tidak akan memunculkan persekongkolan mengembalikan modal dan keuntungan kepada cukong politik. 

Inilah yamg mencegah adanya praktik korupsi, kemudian kualifikasi rekrutmen pegawai negara wajib berdasarkan profesionalitas dan integritas, bukan berasaskan koneksitas nepotisme atau praktik balas budi. Para pegawai negara wajib memenuhi kriteria kifayah (kapabilitas) dan berkepribadian islam (syakhshiyyah islamiyyah). 

Nabi saw pernah bersabda : "Jika urusan di serahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari kiamat". (HR.Bukhari).

Untuk mendapatkan kualifikasi pegawai yang demikian, khilafah menerapkan sistem pendidikan islam yang bertujuan membentuk generasi bersyakhshiyyah islamiyyah. Pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) mereka di arahkan agar berlandaskan kepada syari'at islam. 

Dengan begitu generasi akan memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri agar menjauhi kemaksiatan, seperti tidak amanah dalam jabatan, melakukan korupsi dan sebagainya.

Selanjutnya khilafah wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada para pegawainya. itu adalah perintah Rasulullah saw.Beliau bersabda : 
"Siapa saja yang bekerja untuk kami, tapi tidak punya rumah,hendaklah dia mengambil rumah.kalau tak punya istri, hendaklah dia menikah. kalau tak punya pembantu atau kenderaan. hendaklah ia mengambil pembantu atau kenderaan". (HR.Ahmad). 

Abu ubaidah pernah berkata kepada Umar "cukupilah para pegawaimu,agar mereka tidak berkhianat". Dalam sistem islam, daulah juga menetapkan kebijakan para pegawai negara haram menerima suap dan hadiah. 

Hal ini berdasarkan printah Rasul dalam hadisnya : "Hadiah yang di berikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang di terima hakim adalah kekupuran". (HR.Ahmad). 

Selain itu dalam sistem islam, daulah juga memiliki kebijakan yang unik untuk menelusuri pegawainyq tidak terlibat tindak korupsi. 

Sistem islam dalam naungan daulah khilafah akan melakukan perhitungan kekayaan bagi para pegawai negara di awal dan di akhir jabatannya dan melakukan pembuktian terbalik jika di temukan penambahan harta yang tidak wajar.

Jika masih saja ada pegawai yang korup maka khilafah akan memberi sanksi islam ('uqubad) untuk memberantas korupsi. 'Uqubat bersifat jawabir (penebus dosa bagi pelaku) dan jawajir (pencegah agar masyarakat tidak melakukan hal yang sama). 

Sementara harta hasil korup menjadi harta ghulul yang akan di ambil negara dan di masukkan ke dalam pos kepemilikan negara di Baitul maal.

Di tambah lagi adanya kontrol masyarakat yang senantiasa melakukan amal ma'ruf nahimungkar. Maka tidak ada sedikit pun cela keculasan di entitas masyarakat. 

Seperti inilah solusi syar'i yang seharusnya penguasa negeri ini ambil jika memang benar - benar ingin membrantas korupsi dengan tuntas.

Wallahua'lam bissawab.


Share this article via

60 Shares

0 Comment