| 7 Views
Kisruh Haji, Dimana Peran Dan Tanggung Jawab Negara?

Oleh : Dewi yuliani
Tak heran lagi - lagi terjadi kisruh penyelenggaraan haji tahun ini tentu tak dapat dilepaskan dari tanggung jawab negara dalam mengurus ibadah. REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA Komnas Haji mengungkapkan calon jamaah haji reguler asal Bandung Heri Risdyanto bin Warimin berangkat ke Tanah Suci bersama istri dan kedua orang tuanya. Kegembiraan mereka mendadak berubah menjadi kesedihan dan duka mendalam. Tak hanya itu saja
Ada banyak hal yang tidak diurus dengan baik sehingga muncul banyak kekacauan terutama saat Armuzna. Adanya kebijakan baru pemerintah Saudi dituding sebagai penyebab kekacauan ini.
Kisruh penyelenggaraan haji tidak hanya terjadi di tahun ini saja , tetapi merupakan masalah yang berulang setiap tahun. Pada penyelenggaraan haji 2023, akomodasi dan transportasi jemaah haji selama Armuzna tidak terkelola dengan baik sehingga banyak jemaah Indonesia terlantar di Muzdalifah dan sulit mendapatkan makanan.
Sedangkan pada 2024 Timwas Haji menemukan lima masalah krusial penyelenggaraan haji, yaitu buruknya layanan dasar, ketersediaan toilet, penempatan tenda tidak sesuai dengan maktab, alokasi kuota tambahan jemaah haji yang diduga menyalahi aturan, dan kenaikan ongkos haji. Timwas Haji menyatakan bahwa masalah yang sama terus berulang-ulang setiap tahun. Penyelenggara tidak belajar dari kesalahan tahun-tahun sebelumnya untuk kemudian melakukan evaluasi dan perbaikan.
Akar dari masalah kisruhnya penyelenggaraan haji tidak sekadar berwujud buruknya layanan terhadap jemaah, tetapi juga banyaknya korupsi terhadap dana haji hingga menyeret sejumlah menteri agama dari beberapa periode. Menteri Agama periode 2001—2004 Said Agil Husin Al-Munawar terbukti bersalah dalam korupsi Dana Abadi Umat dan dana penyelenggaraan ibadah haji. Menteri Agama periode 2009—2014 Suryadharma Ali terbukti melakukan korupsi penyelenggaraan haji tahun 2010—2013. Menteri Agama periode 2020—2024 Yaqut Cholil Qoumas diduga melakukan pengalihan kuota haji hingga jual beli kuota haji.
Namun sejatinya, berbagai hal ini terkait dengan pengurusan haji di Indonesia. Maka kesalahannya bukan sekedar teknis tapi paradigmatis semua berpangkal dari kapitalisasi ibadah haji dan lepasnya tanggungjawab negara atas hal ini yang mengakibatkan kisruhnya penyelenggaraan ibadah haji.
Islam menetapkan haji sebagai rukun islam, yang diwajibkan atas muslim yang mampu
Penyelengaraan ibadah haji sudah seharusnya memudahkan jamaah dalam beribadah, juga dalam penyediaan fasilitas selama menjalankan ibadah haji seperti penyediaan penginapan, penyediaan tenda dan berbagai kebutuhan di Armuzna, layanan transportasi , kebutuhan konsumsi, dsb. Semua ini adalah salah satu tanggungjawab negara karena dalam Islam penguasa adalah raain yang wajib mengurus semua urusan rakyat dengan baik termasuk dalam ibadah haji.
Negara akan menyiapkan mekanisme terbaik, birokrasi terbaik, dan layanan premium bagi para tamu Allah. Seandainya pengurusan diserahkan kepada Haramain pun, itu dalam pengarahan dan pengaturan negara islam, yaitu Khilafah, yang menaungi semua wilayah negeri muslim. Layanan paripurna ini memang hanya mungkin terjadi jika sistem keuangan negara kuat. Dan ini dimungkinkan ketika negara Khilafah menerapkan sistem ekonomi, keuangan, dan moneter Islam yang membuat harta Baitulmal negara akan melimpah ruah dari sumber-sumber pendapatan yang sangat besar dan beragam. Ini tersebab seluruh negeri muslim akan dipersatukan dalam satu kepemimpinan.
Penyelenggaraan Haji dalam Sistem Islam
Di dalam Islam, penyelenggaraan haji bukanlah sekadar perkara administrasi dan teknis, tetapi memiliki landasan iman dan takwa. Haji merupakan rukun Islam kelima yang diwajibkan atas muslim yang mampu. Allah Taala berfirman, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (QS Ali Imran [3]: 97).
Itulah sebabnya, setiap muslim pasti sangat merindukan untuk bisa beribadah haji dan menjadi tamu Allah Taala. Allah Taala berfirman, “Dan berserulah kepada manusia untuk (mengerjakan) haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS Al-Hajj [22]: 27).
Penyelenggaraan ibadah haji sudah seharusnya memudahkan jemaah dalam beribadah dan dalam penyediaan fasilitas selama menjalankan ibadah haji seperti penyediaan penginapan, tenda dan berbagai kebutuhan di Armuzna, layanan transportasi, konsumsi, dan sebagainya. Semua ini adalah tanggung jawab negara karena dalam Islam, penguasa adalah raa’in yang wajib mengurus semua urusan rakyat dengan baik, termasuk dalam ibadah haji. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang diurusnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Wallahu'alam bishawab