| 57 Views
Khilafah dan Ketakutan Netanyahu

Oleh : drh. Siska Pratiwi
Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel pada 21 April 2025 yang lalu menyatakan bahwa Israel tidak akan menerima pembentukan khilafah apapun di Mediterania dan akan membalas setiap serangan yang ditujukan kepada Israel, baik serangan itu datang dari pihak Houthi (organisasi/kelompok bersenjata di Yaman) ataupun front perjuangan yang lain (dilansir dari website Arrahmah.ID).
Reaksi keras Netanyahu ini merupakan cerminan kebencian sekaligus ketakutan mendalam atas perjuangan penegakan kembali Daulah Khilafah yang kini telah menjadi opini internasional.
"Sejarah selalu memiliki pola yang berulang".
Demikianlah ungkapan yang barangkali sesuai bagi Netanyahu. Ketika imperium besar yang bernama Khilafah eksis selama 1300 tahun (Sejak Rasulullah saw. memimpin Madinah sampai berdirinya Kekaisaran Utsmani di Turki), umat Islam memiliki kekuataan yang terhimpun besar terutama secara geopolitik global.
Jika kita melihat AS dan China sebagai mercusuar dunia saat ini, maka Khilafah Islam adalah mercusuarnya kala dulu. Sistem Khilafah berhasil memayungi 2/3 dunia. Dari barat ke timur. Dari Eropa hingga Asia, termasuk Nusantara.
Sistem Khilafah ini dijalankan oleh Khalifah dengan prinsip keadilan, sehingga musuhnya adalah kezaliman. Sistem ini terbukti memberikan rasa aman dan keadilan bahkan terhadap non muslim. Juga masyhur kisah khalifah Umar bin Abdul Aziz yang memerintahkan penaburan biji gandum ke bukit-bukit di wilayah kekuasaannya, demi memastikan tidak ada seekor burung pun yang kelaparan. Atau kisah khalifah Umar bin Khattab yang bahkan khawatir dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah jika ada seekor kambing yang tergelincir di wilayah yang dipimpinnya. Demikianlah wajah kepemimpinan Islam. Bahkan, era yang dijuluki "The Golden Age" adalah masa dimana sistem Khilafah ini diterapkan.
Namun, kesohoran ini tidak disukai oleh mereka yang menjadi mencintai kezaliman. Barat dengan ambisi kolonialismenya dan Yahudi dengan nafsu menguasai Baitul Maqdis melahirkan berbagai konspirasi demi meruntuhkan sistem Khilafah dari luar dan dari dalam. Hingga pada akhirnya, kekhilafahan terakhir di Turki Utsmani runtuh, pada 3 maret 1924.
Kini, sudah 1 abad umat Islam hidup dengan kondisi memprihatinkan. Terpecah oleh sekat-sekat "Negara Bangsa". Terkotak-kotak oleh garis imajiner buatan penjajah. Namun, harapan dan optimisme akan janji kembali tegaknya Khilafah sebagaimana yang disabdakan Rasul saw. masih tetap bergema. Dan dalam perjuangannya, selalu dihadapkan dengan pola sejarah yang serupa, yakni adanya pihak yang menampakkan kebencian dan permusuhan yang nyata,