| 7 Views
Kekayaan Raja Ampat diRusak, Rakyat Papua Kian Menderita

Oleh : Ummu Fanny
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki sumber daya alam melimpah. Dari ujung barat hingga timur, dari Sabang sampai Merauke tidak ada habisnya. Keindahan alam yang luar biasa, mampu menghipnotis setiap orang yang memandangnya. Namun, siapa sangka, jika masyarakat akan mendapat kabar yang menyayat hati. Karena, tidak berselang lama, keindahan itu berubah menjadi duka dalam seketika. Ketika kaum oligarki sudah mulai berkuasa dan mengambil alih kepemilikan.
Raja Ampat adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat Daya. Kabupaten ini memiliki 610 pulau, termasuk kepulauan Raja Ampat. Kepulauan Raja Ampat ini adalah gugusan kepulauan yang terletak di sebelah barat bagian semenanjung Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua.
Kepulauan Raja Ampat ini termasuk dalam kualifikasi pula-pulau kecil yang dilindungi, melalui Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Pada pasal 35 huruf k telah mengamanatkan pelarangan penambangan mineral di pulau-pulau kecil yang menimbulkan kerusakan ekologis, mencemari lingkungan atau merugikan masyarakat sekitar.
Hal ini disampaikan oleh Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Hendiansyah Hamzah kepada Media Indonesia, Sabtu, 7 Juni 2025. Beliau pun menambahkan bahwa pada Pasal 73 ayat 1 huruf f mengatur soal sanksi pidananya. Ancaman pidana penjara mencapai 10 tahun. Jadi kaau ada izin pertambangan nikel yang liar di Raja Ampat, jika merujuk pada UU 27 Tahun 2007 ini jelas hal yang terkait dengan penambangan nikel yang menjadi polemik saat ini adalah tindak pidana. (www.metrotvnews.com)
Aktivitas penambangan nikel yang ada di Kabupaten Raja Ampat ini telah mencemari lingkungan. Kritik dan kecaman dari warga sipil telah banyak beredar di media sosial. Warga sipil ataupun para aktivis lingkungan ramai menyuarakan kegelisahan dan kemarahan mereka, karena kegiatan penambangan ini hanya membawa kerugian bagi lingkungan hidup mereka.
Wilayah yang terkenal dengan keindahan alamnya mulai tercemari akibat penambangan ini. Bahkan hal ini disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, saat memberikan sambutan pada Hari Lingkungan Hidup di Kuta. Kementerian Lingkungan Hidup menemukan adanya pelanggaran serius di Raja Ampat terkait aktivitas penambangan nikel di wilayah tersebut. (tirta.id)
Menelusuri kembali jejak perizinan dan sejarah PT Gag Nikel, anak perusahaan PT Antam Tbk, yang beroperasi di Pulau Gag Raja Ampat. Fakta mengejutkan didapati sejak 1998 pulau itu sudah dikavling lewat kontrak karya. Tahun 2008 Antam mengakuisisi penuh PT Gag Nikel. Setelah proses panjang pada 2018 operasi produksi komersial nikel mulai dijalankan. Dari sanalah menurut bom waktu itu mulai berdetak.
Kerusakan ekologi langsung terlihat. Lebih dari 500 hektare hutan tropis tergerus sedimentasi mengancam terumbu karang rumah bagi ribuan spesies laut. Yang menambah ironis Raja Ampat merupakan bagian dari Geopark Dunia UNESCO. Eksploitasi nikel di kawasan tersebut adalah pengkhianatan terang-terangan terhadap alam juga terhadap kehormatan NKRI di panggung global. Semua menyaksikan eksploitasi tersebut.
Memang, pemerintah pernah mencoba bertindak. Pada 2021–2022 di tengah desakan masyarakat adat, aktivis lingkungan, dan organisasi internasional, Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan Republik Indonesia (KLHK)dan Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberlakukan moratorium sementara terhadap aktivitas PT Gag Nikel. Namun setelah protes mereda aktivitas tambang kembali berjalan. Masalah besar pun menganga pengawasan di atas kertas tak sejalan dengan realitas lapangan hanya ngapusi rakyat.
persoalan Raja Ampat akan membuka ruang subversi baru bagi radikal-teroris. Narasi klasik mereka kembali menemukan panggung bahwa pejabat yang mengizinkan tambang adalah thaghut, dan bahwa aparat yang menjaga proyek itu adalah ansharut thaghut yang halal diperangi. Jelas, itu skenario propaganda yang nyaris sempurna dan saat ini sedang berlangsung.
Jika negara terus abai, yang akan hancur bukan Raja Ampat saja. NKRI bisa terjerembab ke dua jurang sekaligus kehancuran ekologis yang memalukan di mata dunia dan keberhasilan propaganda radikalisasi. Apakah pemerintah paham bahwa yang sedang dipertaruhkan di Raja Ampat bukan sekadar nikel, melainkan masa depan kedaulatan NKRI itu sendiri?
Betapa menyesakkan, menyadari bahwa proyek tambang nikel di Raja Ampat telah menjadi bom ekologis yang siap meledak kapan saja. Laporan aktivis lingkungan yang kemudian pemerintah teriaki sebagai antek asing, hingga testimoni masyarakat adat Papua menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan sudah berjalan secara sistematis dan nyaris tanpa kendali. Maka tak salah ketika Bahlil diteriaki “penipu” di Sorong.
Pulau Gag, basis operasi PT Gag Nikel, merupakan kawasan Segitiga Terumbu Karang Dunia, habitat bagi 600 spesies karang dan 1.300 spesies ikan. Namun, sejak operasi produksi dimulai pada 2018, 500 hektare hutan tropis yang dieksekusi membuat laut menguning. Artinya efek langsungnya ialah erosi dan sedimentasi yang mengalir ke perairan sekitar dan mengancam kehidupan laut yang jadi tulang punggung ekosistem Raja Ampat.
Naifnya dalam berbagai forum internasional pemerintah Indonesia kerap bangga menampilkan Raja Ampat sebagai contoh komitmen Indonesia terhadap konservasi laut. Namun di balik deklarasi itu izin tambang berjalan di jantung kawasan konservasi. Semua itu bukan saja kebijakan yang buruk tetapi penghinaan terhadap kredibilitas negara di mata dunia.com 05/06/2025)
Aktivitas penambangan nikel yang dilakukan di Raja Ampat, bisa menimbulkan berbagai macam dampak negatif. Mulai dari kerusakan lingkungan hidup, pencemaran air, mengancam keanekaragaman hayati yang dilindungi oleh negeri bahkan oleh dunia internasional hingga mengancam kehidupan masyarakat sekitar. Pemerintah pun menetapkan untuk menghentikan operasional tambang nikel sementara, karena besarnya sorotan publik akhir-akhir ini pada pertambangan tersebut. Disamping itu, penambangan ini juga ditetapkan sebagai pelanggaran, sebagaimana yang tertera dalam UU Kelestarian Lingkungan.
Namun apakah dengan melakukan penghentian sementara mampu menyelesaikan permasalahan tersebut, tanpa adanya sebuah tindakan tegas dari pemerintah kepada para oligarki yang melanggar? Jelas tidak. Karena, seharusnya penghentian yang dilakukan terhadap pelanggaran tersebut tidak bersifat sementara. Mengapa? karena jika bersifat sementara, maka kaum oligarki masih memiliki kesempatan untuk melancarkan aksinya di kemudian hari. Seharusnya upaya pelanggaran apapun yang bahkna sampai berakibat membahayakan kehidupan, harus segera dihentikan secara permanen. Namun sayangnya, di masa saat ini sangat kecil kemungkinan hal itu dilakukan.
Inilah bentuk nyata kerusakan yang bersumber dari penerapan sistem kapitalisme. Para elit oligarki tanpa rasa takut melakukan penambangan meskipun hal yang mereka lakukan termasuk dalam pelanggaran yang sudah tertera dalam UU yang ditetapkan negara. Hal ini telah membuktikan jika Sumber Daya Alam negeri ini telah dikuasai sepihak oleh kaum oligarki, hingga masyarakat pun tidak bisa merasakan kekayaan alam di negeri sendiri secara cuma-cuma.
Memang tidak bisa dipungkiri, jika sistem kapitalisme adalah penyebab utama permasalahan ini terjadi. Karena, sistem ini telah menjadikan SDA sebagai barang komoditas yang bisa diperdagangkan dengan sesuka hati. Bahkan, peran negara dalam sistem ini pun seolah hanya menjadi fasilitator bagi para pemilik modal untuk melancarkan segala bentuk kepentingan mereka. Negara pun abai terhadap tanggungjawabnya kepada rakyat.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam yang merupakan sebuah agama sekaligus sebuah ideologi yang benar, mampu memberikan segala pengaturan terbaik untuk kehidupan lengkap dengan segala bentuk solusi permasalahan yang tuntas. Dalam Islam, SDA telah ditetapkan sebagai kepemilikan umum. Dimana dalam pengelolaannya diserahkan kepada negara, bukan pada pada oligarki ataupun pihak swasta. Hasil yang diperoleh pun akan dikembalikan kepada rakyat, bukan dinikmati secara sepihak.
Tidak hanya itu, Islam dengan kesempurnaan aturannya, juga telah menetapkan penjagaan keseimbangan ekosistem dan lingkungan sebagai suatu kewajiban. Karena penjagaan tersebut memiliki pengaruh besar dalam kenyamanan dan kesejahteraan hidup manusia. Selain itu, Islam juga memiliki konsep "hima", yang bertujuan untuk melindungi lingkungan dari segala bentuk kerusakan akibat adanya eksplorasi.
Segala upaya tersebut, tentunya tidak lepas dari tanggungjawab seorang pemimpin. Pemimpin di dalam sistem Islam akan menjalankan aturan sesuai dengan hukum syariat, dimana ia juga memiliki peran sebagai ra'in yang akan mengurusi urusan rakyatnya, termasuk mengelola SDA dengan aman tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan hidup. Sehingga, kecil kemungkinannya ditemukan kerusakan alam dalam penerapan sistem yang shahih ini. Seandainya hal itu ada, maka pelakunya akan ditindak secara tegas, dan akan diberikan hukuman yang menjerakan.
Eksploitasi tambang nikel di raja ampat tidak lain adalah cermin dari buruknya penerapan sistem kapitalisme. Oleh karena itu, sudah semestinya sistem ini tidak dipertahankan. Sudah saatnya mencari alternatif sistem lain yang mampu memberikan penyelesaian hakiki bagi setiap permasalahan yang terjadi, termasuk masalah eksploitasi tambang ini. Dan sistem satu-satunya yang mampu memberikan solusi hakiki tersebut, hanyalah sistem shahih yang berasal dari Al-Khaliq, Sang Pencipta alam semesta ini. Tidak lain dan tidak bukan, sistem tersebut adalah sistem Islam. Sistem yang sudah terbukti selama 13 abad penerapannya, mampu mensejahterakan hidup umat manusia hampir di seluruh dunia.
Wallahu a'lam bish-shawwab.