| 40 Views

Kecurangan Beras Premium, Butuh Solusi Hakiki

Oleh : Yeni Ummu Alvin
Aktivis Muslimah

Dilansir dari kompas.com - Fenomena pengoplosan bahan pangan kembali menyeruak, di mana makanan pokok masyarakat yang menjadi sasaran. Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, beras oplosan beredar bahkan sampai di rak supermarket dan minimarket, dikemas seolah-olah premium tapi kualitas dan kuantitasnya menipu. Hal ini menjadi sebuah keprihatinan serius di sektor pangan nasional. Temuan tersebut merupakan hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan yang menunjukkan 212 merk beras terbukti tidak memenuhi standar mutu, mulai dari berat kemasan, komposisi hingga label mutu. Beberapa merek tercatat menawarkan kemasan 5 kg padahal isinya hanya 4,5 kg, lalu banyak diantaranya mengklaim beras premium, padahal sebenarnya berkualitas biasa. Dari pemeriksaan yang dilakukan ketua Satgas pangan Polri, Brigjen (Pol) Helvy Assegaf, didapati 26 merk beras diduga merupakan hasil praktek penipuan dan itu berasal dari 4 perusahaan besar produsen beras, yakni Wilmar group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).

Beras oplosan kembali terulang, kecurangan dalam timbangan dan kualitas juga sudah sering terjadi dalam beberapa waktu ini, dikarenakan hal tersebut masyarakat dan negara menderita kerugian yang cukup besar, mirisnya pelakunya adalah perusahaan besar dan negara sudah memiliki regulasi. Menurut evaluasi yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan), konsumen memiliki potensi kerugian total mencapai hingga Rp 99,35 triliun per tahun. Melihat dari besarnya kerugian yang ditimbulkan dalam kasus ini telah membuktikan bahwa regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintahan sudah gagal total, bahkan kecurangan semakin massif terjadi.

Sistem sekuler kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan telah menciptakan manusia yang serakah dan melahirkan pengusaha yang curang demi meraih keuntungan dengan menghalalkan segala cara, begitu pula penguasa yang lahir dalam sistem ini abai akan tugasnya dalam mengurusi urusan rakyatnya, sibuk dengan kepentingan pribadinya hingga urusan rakyatnya diserahkan kepada korporasi dan swasta, penguasa dan negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator semata.

Maraknya persoalan ini menunjukkan betapa lemahnya pengawasan dan juga sistem sanksi yang diterapkan, dan hal ini juga erat kaitannya dengan sistem pendidikan kapitalisme yang terbukti gagal dalam mencetak individu yang amanah dan bertakwa. Sanksi yang diterapkan dalam sistem kapitalisme tidak memberikan efek jera bagi pelaku begitu pula dengan hukuman yang diterapkan, apalagi apabila pelakunya adalah penjahat berdasi, hukum bisa ditawar alias bisa dijual beli, apalagi dalam kasus kecurangan beras ini yang menjadi pelaku adalah 4 dari perusahaan besar produsen beras yang ada di Indonesia, yang nyata-nyata merupakan korporasi yang memiliki kendali terhadap produksi dan distribusi pangan. Ketidakhadiran peran negara dalam mengurusi pangan, karena pengelolaan hulu ke hilir dikuasai oleh korporasi yang orientasinya bisnis, hal ini menunjukkan lemahnya posisi negara dihadapan para korporasi. Penguasaan negara terhadap pasokan pangan tidak lebih dari 10% saja, sehingga tidak punya bargaining power terhadap korporasi dan berimbas kepada pengawasan dan penegakan sanksi.

Berbeda dengan penguasa dalam Islam yang mengharuskan mereka untuk amanah dan juga bertanggung jawab demi menjaga tegaknya keadilan, apalagi mengingat fungsi penguasa sebagai pelayan rakyat, sebagai raa'in dan junnah bagi rakyatnya. Memenuhi ketersediaan pangan merupakan kewajiban negara dalam menjaga ketahanan pangan dan untuk itu negara harus memastikan terpenuhinya semua kebutuhan rakyatnya, apalagi pangan merupakan kebutuhan pokok bagi tiap-tiap individu rakyat, jadi negara memiliki tugas untuk memberikan kemudahan serta memastikan ketersediaan pangan baik dari segi produksinya, distribusi agar mudah diakses dan harganya juga terjangkau serta tidak ada kecurangan di dalamnya.

Dalam Islam tegaknya aturan didukung oleh tiga hal yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan tegaknya aturan oleh negara yang akan terwujud dengan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan, dalam Islam apabila terjadi pelanggaran syariat dengan berbuat curang dalam perdagangan maka akan diberikan sanksi tegas, tidak terkecuali pengusaha yang melakukannya, siapapun itu sanksi yang diterapkan adalah sama yaitu berupa sanksi takzir sanksi yang sejenisnya yang berupa diumumkan ke khalayak ramai (tasyhir), cambuk, denda hingga sampai hukuman mati.

Demikianlah cara yang ditempuh oleh negara dalam mengatasi kecurangan pangan, dengan menerapkan Islam secara Kaffah maka akan memberikan solusi yang paripurna bagi setiap problematika yang dihadapi oleh umat manusia, dengan demikian hidup menjadi berkah karena Islam membawa rahmat bagi seluruh alam.

Wallahu a'lam bishowab.


Share this article via

17 Shares

0 Comment