| 95 Views
Kasus Pagar Laut, Oligarki Menjadi Penguasa Negara Yang Sesungguhnya?

Oleh : Dewi yuliani
Beberapa waktu belakangan viral pemberitaan tentang penerbitan sertifikat hak guna bangunan dan sertifikat hak milik yang terbit diatas laut yakni di area Tanggerang Banten terbit SHGB untuk area laut sebanyak 263 bidang dan SHM ( Sertifikat Hak Milik ) sebanyak 17 bidang. Dibeberapa kawasan lain semacam di Sidoarjo dan area lain juga jauh sebelumnya telah terbit sertifikat hak guna bangunan yang berada diatas laut, meskipun dalam penjelasan kementrian Agraria dan Badan Pertahanan dikatakan bahwa itu terjadi pergeseran area berubah dari tambak menjadi laut dan beberapa kawasan lainnya.
Intinya sahabat Muslimah kita lihat lagi - lagi dari peristiwa yang viral ini. Dalam pemberitaan sosial media tentu yang dirugikan adalah masyarakat luas karena kawasan yang sebelumnya bisa diakses tetapi sekarang telah tertutup aksesnya karena dipagari dan dinyatakan sebagai alokasi pengelolaannya itu diberikan kepada pemegang sertifikat hak guna bukan hak milik tersebut. Masyarakat di kawasan tersebut merasa dirugikan karena tidak bisa lagi mengakses wilayah yang sudah dipagari dan pengelolaannya diserahkan kepada pemegang SHGB dan SHM.
Akar masalahnya sudah sangat jelas ketidak Adilan secara merata bagi masyarakat miskin karna tidak ada pengayoman terhadap masyarakat yang hari ini dipersulit oleh penguasa yang bekerja sama terhadap oligarki contohnya saja pemanfaatan laut tidak diberikan kepada individu. Laut merupakan kepemilikan umum, bukan kepemilikan individu atau negara sehingga negara pun tidak berhak memprivatisasi dan menasionalisasinya.
Penjelasan Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizhamul Iqtishady fi al-Islam, benda-benda yang diciptakan Allah di muka bumi ini ada yang menjadi milik individu, milik negara, dan milik umum. Seharusnya kita mengenal pengaturan syariat ini lebih jauh supaya bisa menata negeri ini lebih baik karena segala sesuatunya akan jelas dan adil tidak seperti saat ini tidak ada keadilan bagi masyarakat kecil.
Didalam Islam sumber daya alam sudah diatur oleh negara berdasarkan hukum syara contohnya saja yang pertama, barang yang menjadi kebutuhan masyarakat luas sebagaimana hadis yang mengatakan bahwa kaum muslim berserikan dalam air, padang rumput, dan api. Namun, pada saat yang sama Rasulullah saw. mendiamkan perbuatan orang-orang Thaif yang memiliki sumur pribadi. Artinya, menjadi kepemilikan umum jika menjadi kebutuhan masyarakat luas, tetapi jika jumlahnya sedikit, maka bisa dimiliki individu.
Yang kedua negara islam juga mengatur SDA (sumber daya alam) untuk kebutuhan seluruh masyarakat dan ini semua tidak boleh dimiliki oleh individu bahkan perusahan pribadi. Tetapi sumber daya alam adalah milik umum yang dikelola negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya.
Dalam hal ini negara bertanggung jawab melakukan proses eksplorasi. Ini tampak ketika Rasulullah menarik kembali pemberian tambang garam kepada Abyadh bin Hammal setelah beliau memberikannya, Ia menjelaskan ini menunjukkan sedemikian gentingnya perkara itu sehingga Rasulullah saw. menarik kembali apa yang sudah diberikan karena deposit yang tersedia sangat besar. Sudah jelas bahwasannya aset-aset di muka bumi ini yang memang Allah ciptakan tidak boleh dimiliki bagi orang tertentu, bahkan negara juga tidak memiliki hak untuk memberikan keistimewaan kepada siapa pun.
Oleh karena itu, membangun pagar di atas laut tentu bertentangan dengan fikih Islam tentang pengaturan laut karena termasuk dalam al-milkiyatul ammah atau kepemilikan umum.
Ia pun mengingatkan, Islam telah menjelaskan sudah sekian kalinya tampak banyak kelemahan pada diri manusia. Untuk itu, ia menegaskan, harapan satu-satunya untuk menyelesaikan persoalan dengan jelas, transparan, dan adil tentu hanya dengan berpegang kepada syariat Islam secara kafah yang diterapkan dalam kehidupan bernegara.
Kedaulatan itu tergadaikan akibat prinsip kebebasan kepemilikan dari sistem Kapitalisme. Negara hanya menjadi regulator yang bergerak sesuai dengan arahan para kapital, bahkan menjadi penjaga kepentingan kapital. Akibatnya Negara tidak memiliki kekuasaan untuk menindak para kapital yang perbuatannya menyengsarakan rakyat.
Dalam Islam, kepemilikan umum tidak boleh dimiliki oleh individu/swasta Negara Khilafah merupakan negara yang memiliki kedaulatan penuh untuk mengurus urusan negara dan menyejahterakan rakyatnya. Kedaulatan penuh ini membuat negara Khilafah tidak akan tunduk pada korporasi. Islam memiliki serangkaian aturan dan mekanisme pengelolaan harta milik umum. Pelanggaran terhadap hukum tersebut adalah kemaksiatan, dan ada sanksinya bagi pelakunya.
Wallahu'alam bishawab