| 141 Views
Kasus Pagar Laut, Oligarki Menjadi Penguasa Negara Sesungguhnya

Oleh : Feby Arfanti
Mahasiswi STAI YPIQ Baubau
Temuan pagar laut telah menjadi perbincangan hangat di masyarakat dan para pejabat negara. Para petinggi negara seolah-olah sembunyi tangan, mereka saling bersahutan-sahutan akan masalah ini. Tentang, siapa kah yang memberikan izin? Dan siapakah pemilik dibalik pagar laut ini?
Hingga pada Sabtu (18/1), melalui akun X-nya, pengamat perkotaan Elisa Sutanudjaja sempat membagikan temuannya yang menunjukkan bahwa lokasi pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Tangerang telah mendapat sertifikat HGB.(BBC News Indonesia, 20/1/2025)
Dan benar saja adanya sertifikat pagar laut tersebut, sebagaimana di ungkap oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid. sertifikat HGB untuk 254 bidang dimiliki dua perusahaan. Atas nama PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, dan atas nama PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang.
Tentunya keberadaannya cukup menyita perhatian publik, sampai-sampai pembongkaran pagar lautpun terjadi atas perintah presiden Prabowo, yang melibatkan TNI gabungan angkatan laut dan sejumlah masyarakatpun ikut andil dalam pembongkaran pagar laut tersebut. Namun hingga kini belum ada kejelasan tentang pagar laut tersebut.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan pagar laut di perairan Tangerang, Banten sudah terbit pada 2023 atau di era Presiden ketujuh RI, Joko Widodo (Jokowi). (Kompas.com.21/1/2025).
Sudah tidak asing lagi dengan pernyataan di atas bahwa memang sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo, terdapat begitu banyak konflik agraria. Konsorsium Perbaruan Agraria (KPA) melaporkan bahwa sepanjang tahun 2024, pembangunan infrastruktur menjadi penyebab nomor dua konflik agraria tahun 2024. Dari total 79 kasus agraria bidang infrastruktur, 36 diantaranya di sebabkan oleh pengadaan tanah untuk PSN kawasan industri, kawasan kota baru, fasilitas umum, kawasan pariwisata atau infrastruktur, pembangkit listrik, ibu kota Nusantara (IKN) bendungan hingga bandara.
Alih-alih pembangunan mengatasnamakan Proyek Strategis Nasional (PSN), nyatanya hanya untuk menutupi masuknya para oligarki. Lautan yang menjadi milik lapisan masyarakat raib juga diambil para pemilik modal. Apa yang bisa diandalkan di negeri ini, yang menjadi andalan hanyalah hasil alamnya milik oligarki dan juga para pemimpin yang serakah akan kekayaan.
Beginilah jadinya kalau hukum yang di buat berasal dari manusia, segala hukum dan aturan yang di buat bisa berubah-ubah. Kapitalisme menjadikan negara tidak memiliki kedaulatan mengurus urusan umat, pada akhirnya kedaulatan itu tergadaikan oleh kebebasan kepemilikan. Yang ada negara menjadi regulator bergerak sesuai dengan arahan para kapital, hukum di negara pun tidak kuasa untuk menindak para kapital yang perbuatannya menyengsarakan rakyat.
Berbeda halnya dengan Islam. Di dalam Islam, membatasi hak masyarakat untuk memanfaatkan kawasan laut, seperti dengan pemagaran, adalah kezaliman. Negara jelas tidak boleh memberikan izin ekslusif bagi segelintir orang atau perusahaan swasta untuk menguasai sebagian kawasan laut. Sebab itu hanya akan membuat masyarakat kehilangan mata pencahariannya.
Sebagaimana hadis Rasulullah Saw: "Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal air, rumput, dan api. Dan harganya adalah haram. "Abu sa'id berkata: " yang di maksud adalah air yang mengalir" (HR. Ibnu Majah).
Dalam Islam ada yang namanya, hak milik pribadi, hak milik umum dan hak milik negara. Karena Islam senantiasa memberikan perlindungan atas kepemilikan lahan. Perlindungan atas hak milik ini pernah di sampaikan oleh Nabi Saw. Saat khutbah Wadah di padang Arafah.
Sabda beliau: "Sungguh darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian, itu haram atas kalian seperti haramnya hari ini, bulan ini dan negeri ini.(HR al-Bukhari dan Muslim).
Maksud dari sabda Rasulullah di atas berlaku atas semua kepemilikan, siapapun di haramkan merampas hak milik pihak lain. Begitupun dengan negara haram merampas lahan hak milik rakyat meski itu di gunakan untuk pembangunan. Yang di lakukan Negara seharusnya memberi kompensasi atau membeli dengan cara yang di ridhoi Allah SWT oleh pemilik lahan.
Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang beriman janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian secara batil, kecuali dengan jalan perniagaan atas dasar keridaan di antara kalian."(TQS. an-nisa [4]: 29).
Seperti itulah Islam menata segalanya, Mahasuci Allah yang telah menurunkan berbagai peraturan dan hukum-hukum atas kehidupan. Sehingga bisa terpakai sesuai dengan fitrah manusia dan dapat di terima oleh akal manusia. Segalanya berjalan sejalan dengan ditegakkannya negara Islam.
Wallahu'alam bish-shawwab.