| 29 Views

Kapitalisme dan Masa Depan Pendidikan Generasi

Oleh : Suntusia

Pengaruh kapitalisme yang kian kuat dalam sistem pendidikan memicu munculnya gagasan "generasi terjajah kapitalis" sebagai bentuk keprihatinan. Dengan mengedepankan persaingan, efisiensi, dan komersialisasi, kapitalisme secara perlahan tapi pasti mengubah fokus, materi ajar, dan bahkan esensi dari pendidikan. Tujuan luhur pendidikan untuk mengembangkan individu secara utuh, menumbuhkan daya kritis, dan menanamkan nilai-nilai luhur terancam tereduksi menjadi sekadar penciptaan sumber daya manusia yang siap dieksploitasi oleh industri dan pasar.

Salah satu manifestasi nyata dari pengaruh kapitalisme dalam pendidikan tinggi di Indonesia adalah pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) sebagai jalur utama seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN). Meskipun bertujuan untuk menyeleksi calon mahasiswa secara objektif dan terstandarisasi, pelaksanaan UTBK tidak terlepas dari logika kapitalistik. Persaingan ketat untuk memperebutkan kursi terbatas di PTN unggulan mendorong siswa dan orang tua untuk berinvestasi besar pada bimbingan belajar komersial. Lembaga-lembaga bimbingan belajar tumbuh subur, menjanjikan "tiket masuk" PTN dengan iming-iming soal-soal prediksi dan strategi pengerjaan yang efektif.

Situasi ini secara tidak langsung menciptakan stratifikasi pendidikan berdasarkan kemampuan ekonomi. Siswa dari keluarga dengan sumber daya finansial yang memadai memiliki akses lebih besar terhadap bimbingan belajar berkualitas, yang berpotensi meningkatkan skor UTBK mereka. Sebaliknya, siswa dari keluarga kurang mampu mungkin tertinggal karena keterbatasan akses terhadap sumber belajar tambahan. Akibatnya, UTBK yang seharusnya menjadi alat seleksi yang adil, berpotensi memperlebar jurang ketidaksetaraan dalam akses pendidikan tinggi.

Lebih lanjut, tekanan untuk lolos UTBK seringkali mengorbankan proses pembelajaran yang mendalam dan bermakna. Fokus siswa dan guru cenderung terpusat pada penguasaan materi ujian dan teknik menjawab soal cepat, ketimbang pengembangan pemahaman konsep yang komprehensif dan kemampuan berpikir kritis. Pendidikan menjadi terorientasi pada hasil akhir (skor UTBK) dan persaingan individualistik, alih-alih pada proses belajar yang kolaboratif dan pengembangan potensi diri secara utuh.

Dalam konteks "generasi terjajah kapitalis," UTBK dapat dilihat sebagai salah satu mekanisme yang membentuk mentalitas kompetitif dan individualistis sejak dini. Sistem ini secara tidak langsung mengajarkan bahwa nilai seseorang diukur dari hasil ujian dan kemampuannya bersaing di pasar "pendidikan." Hal ini berpotensi mengikis nilai-nilai gotong royong, empati, dan kepedulian sosial yang seharusnya menjadi fondasi pendidikan yang humanis.

Oleh karena itu, penting untuk mengkritisi pelaksanaan UTBK dalam kerangka pengaruh kapitalisme terhadap pendidikan. Pertanyaan mendasar yang perlu diajukan adalah: Apakah sistem seleksi ini benar-benar mencerminkan potensi akademik dan minat calon mahasiswa secara holistik? Ataukah UTBK justru menjadi alat yang melanggengkan ketidaksetaraan dan mereduksi pendidikan menjadi sekadar kompetisi untuk mendapatkan "tiket" menuju jenjang yang lebih tinggi? Diskursus mengenai "generasi terjajah kapitalis" mengajak kita untuk merenungkan kembali arah dan tujuan pendidikan di Indonesia, serta mencari alternatif yang lebih adil, inklusif, dan berorientasi pada pengembangan potensi manusia secara utuh.

Namun fakta yang terjadi di lapangan dalam dua hari pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2025, tim Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) mendapati 14 kasus kecurangan dari total 196.328 peserta, sebuah angka kecil namun tetap tak ditoleransi. Ketua Umum SNPMB, Prof Eduart Wolok, mengungkapkan bahwa kecurangan dilakukan dengan beragam cara, mulai dari penggunaan perangkat keras dan lunak seperti perekaman layar dan remote desktop, hingga modus konvensional dan bahkan penyembunyian kamera di behel gigi, kuku, ikat pinggang, kancing, serta telepon seluler di sepatu dan badan. Meskipun demikian, SNPMB memastikan bahwa soal yang sempat direkam berbeda dengan soal di sesi berikutnya karena telah disiapkan 23 paket soal yang unik untuk setiap sesi, sehingga kebocoran soal UTBK secara keseluruhan dipastikan tidak terjadi, meskipun diakui bahwa keterbatasan jumlah alat pendeteksi logam di beberapa pusat UTBK menjadi catatan penting.( https://www.kompas.com/edu/ 25 April 2025)

Mencontohkan modus lain, Prof Eduart menyoroti anomali peserta UTBK yang memilih lokasi ujian jauh dari domisili dan pilihan kampus, seperti siswa Makassar memilih ujian di Kalimantan untuk kuliah di Jogja dan Bandung, yang memicu pendalaman lebih lanjut mengenai motif di baliknya. Meskipun memilih lokasi ujian yang jauh tidak serta merta salah, panitia menemukan indikasi bahwa sebagian peserta sengaja memilih pusat UTBK tertentu untuk melakukan kecurangan, dan data terkait hal ini telah mereka kantongi. Prof Eduart menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendalami keterlibatan pihak eksternal dalam kasus kecurangan ini, dan peserta yang terbukti curang akan langsung didiskualifikasi dari seluruh jalur masuk PTN.( https://www.kompas.com/edu/ 25 April 2025).

Ternyata pemanfaatan teknologi untuk mengakali test UTBK menggambarkan buruknya akhlak calon mahasiswa. Hal ini juga mengukuhkan gagalnya sistem Pendidikan dalam mewujudkan generasi berkepribadian Islam dan memiliki ketrampilan. itu juga menggambarkan hasil menjadi orientasi, abai pada halal dan haram. Hal ini adalah buah dari sistem hidup saat ini yang berlandaskan kapitalisme, yang menjadikan ukuran keberhasilan/ kebahagiaan  berorientasi pada hasil/ materi.

Islam menjadikan ukuran kebahagiaan adalah keridlaan Allah. Negara Islam akan menjaga agar setiap individu senantiasa terikat dengan aturan Allah. Sistem Pendidikan Islam berasas akidah Islam akan mencetak generasi unggul berkepribadian Islam, terikat pada syariat Allah, memiliki ketrampilan yang handal, dan menjadi agen perubahan. Dengan kuatnya kepribadian islam, kemajuan teknologi pun akan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Allah, dan untuk meninggikan kalimat Allah.


Share this article via

10 Shares

0 Comment