| 192 Views

Jangan Menambah Derita Rakyat

Oleh : Teh Tati

Pemerintah kembali akan menambah pungutan atas penghasilan rakyat. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 diputuskan bahwa Pemerintah akan melakukan pungutan atas pendapatan masyarakat dengan nama Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang berlaku untuk seluruh pekerja di BUMN, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan perusahaan swasta.

Reaksi penolakan terjadi. Bukan saja para pekerja dan buruh yang menolak pungutan ini. Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) juga merasa keberatan. Pungutan sebesar 3% ini dinilai akan menjadi beban tambahan bagi pekerja dan pengusaha. Ini karena pungutan Tapera 2,5% ditanggung pekerja, sedangkan 0,5% dibayar pengusaha.

Presiden Jokowi menyatakan bahwa besaran pungutan Tapera ini sudah dihitung. Ia pun membandingkan pungutan Tapera ini dengan kebijakan Iuran BPJS. Iuran BPJS awalnya ramai dikritik. Namun, setelah berjalan, banyak orang merasakan manfaatnya karena mendapatkan perawatan di rumah sakit tanpa dipungut biaya.

Pernyataan di atas bertabrakan dengan kenyataan. Pasalnya, beban hidup warga sudah begitu berat. Jika mengikuti perhitungan Bank Dunia maka ada 40% atau 110 juta penduduk Indonesia yang tergolong miskin. Di sisi lain ada 10 juta penduduk generasi Z yang menganggur, tidak bersekolah, tidak ikut pelatihan dan tidak punya pekerjaan. 

Ironinya, beban hidup masyarakat justru ditambah dengan berbagai pungutan selain Tapera. Para pekerja sudah dihadapkan pada berbagai pungutan, antara lain: Pajak Penghasilan (PPH), pungutan untuk BPJS Ketenagakerjaan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah naik menjadi 11% dan akan kembali naik menjadi 12% pada awal tahun 2025. Presiden Jokowi juga baru saja menyetujui kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang otomatis menambah beban pengeluaran warga.

Kini ditambah lagi pungutan Tapera yang sifatnya wajib. Sudah ada sanksi yang disiapkan oleh Pemerintah untuk pekerja maupun pengusaha yang menolak program ini. Mulai dari sanksi administratif, denda hingga ancaman pencabutan izin usaha untuk para pengusaha. Bukankah ini menambah derita rakyat?

Dalam Islam hunian adalah salah satu kebutuhan asasi (primer) selain sandang dan pangan. Setiap kepala rumah tangga wajib menyediakan tempat tinggal bagi keluarga mereka.

Sebagaimana Allah SWT berfirman:

Tempatkanlah mereka (para istri) di mana saja kalian bertempat tinggal sesuai dengan kemampuan kalian dan janganlah kalian menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka (TQS ath-Thalaq [65]: 6).

Kewajiban para suami menyediakan tempat tinggal untuk istri telah disepakati oleh para ulama. Dengan begitu istri dapat terlindungi dari pandangan orang lain di luar rumah, terjaga dari cuaca panas dan dingin, serta gangguan lainnya seperti binatang buas, dsb. Kepemilikan rumah tersebut mengikuti kemampuan para suami.
 
Islam juga menetapkan bahwa setiap orang berhak untuk memiliki rumah yang layak karena itu salah satu hal yang dapat membahagiakan manusia.

Syariah Islam menetapkan bahwa seseorang bisa memiliki tempat tinggal dengan cara membangun rumah sendiri atau dengan bantuan pihak lain, melalui jual-beli, pemberian, ataupun warisan. Hunian itu menurut Islam bisa berupa milik pribadi atau bisa juga sekadar hak guna pakai seperti rumah pinjaman atau rumah kontrakan.

Islam justru mewajibkan negara (Khilafah) untuk membantu rakyat agar mudah mendapatkan rumah dengan mekanisme: Pertama, negara harus menciptakan iklim ekonomi yang sehat sehingga rakyat punya penghasilan yang cukup untuk memiliki rumah baik rumah pribadi maupun rumah sewaan. 

Kedua, negara melarang praktik ribawi dalam jual-beli kredit perumahan. Riba untuk tujuan apapun adalah dosa besar. Dalam sistem kapitalisme banyak orang kesulitan memiliki rumah pribadi karena terhalang bunga/riba dalam kredit jual-beli rumah. Sebagian lagi terlilit utang cicilan rumah yang mengandung riba. 

Ketiga, negara harus menghilangkan penguasaan lahan yang luas oleh segelintir orang/korporasi. Saat ini sistem yang berlaku justru meniadakan batasan dan kontrol terhadap penguasaan lahan.

Keempat, negara dapat memberikan lahan kepada rakyat yang mampu mengelola lahan tersebut. Negara juga dapat memberikan insentif atau subsidi kepada rakyat untuk kemaslahatan hidup mereka, termasuk untuk memudahkan mereka memiliki hunian.

Beginilah solusi Islam atas problem perumahan bagi rakyat. Syariah Islam telah memiliki solusi kongkrit dalam persoalan ini. Sungguh Islam adalah satu-satunya ideologi yang menjamin keadilan dan menghilangkan kezaliman akibat hukum-hukum dan ideologi buatan manusia. 

Wallahu'alam bishshwwab.


Share this article via

66 Shares

0 Comment