| 27 Views
Jaminan Pendidikan Anak Hanya Ada di Negara Islam

Oleh: Yuliana, S.E.
Muslimah Peduli Ummat
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Tatang Muttaqin mengatakan faktor ekonomi dan membantu orang tua mencari nafkah menjadi penyumbang terbanyak pada tingginya angka anak tidak sekolah (ATS) di Indonesia. Angka ATS yang disebabkan oleh faktor ekonomi adalah sebanyak 25,55 persen dan mencari nafkah sebanyak 21,64 persen
“Kalau kita lihat kondisi di faktualnya, faktor ekonomi dan bekerja menjadi penyumbang terbesar dari anak-anak kita yang tidak sekolah,” ujar Tatang dalam Rapat Panja Pendidikan dengan Komisi X DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (19/5/2025).
Penyebab ATS tertinggi selanjutnya adalah menikah, merasa pendidikan cukup, disabilitas, akses yang jauh, perundungan dan faktor lainnya. Tatang menilai fenomena ATS ini terlihat pada anak usia sekolah menengah, di mana kemungkinan putus sekolah semakin besar seiring bertambahnya usia.
“Ini terutama terjadi pada usia yang makin tinggi, maka probabilitas untuk tak sekolahnya menjadi lebih tinggi. Baru kemudian di hal lain karena mengurus rumah tangga, menikah, jadi hal-hal ini faktor paling banyak yang membuat anak tidak sekolah,” ucap Tatang.
Dalam data yang dipaparkannya, Tatang mengatakan ada 3,9 juta lebih anak yang tak bersekolah. Kategori putus sekolah sebanyak 881 ribu orang, lulus dan tidak lanjutkan sebanyak lebih dari 1 juta orang, dan belum pernah bersekolah berada di angka lebih dari 2 juta orang.
Selain itu, menurut Tatang kesenjangan akses pendidikan antara keluarga miskin dan kaya masih cukup besar meskipun berbagai intervensi seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) telah disalurkan. Tren dari 2022 ke 2024 menunjukkan kesenjangan mulai mengecil, terutama di usia-usia awal.
“Dari tren 2022-2024 itu perbandingan antara terkaya dan termiskin semakin mengecil, terutama di usia-usia yang awal. Kalau SD sepertinya tidak terlalu banyak perbedaan antara keluarga miskin dengan yang kaya, kemudian SMP di usia 12-15 lumayan sudah dekat rata-rata di 97%. Masih menonjol antara termiskin dan terkaya di tingkat SMA. Jadi challenge buat kita fokus di area beberapa yang menjadi tantangan tersendiri pada angka tidak sekolah,” jelasnya. 19 Mei 2025
Nasib pendidikan anak di tangan kapitalisme
Pendidikan adalah hak setiap warganegara. Namun Selama ini intervensi pemerintah di bidang pendidikan berupa dana BOS dan KIP bagi keluarga miskin hanya menjadi bantalan ekonomi keluarga yang tidak menghilangkan akar masalah kemiskinan dan ketimpangan Pendidikan. Faktor ekonomi dan mencari nafkah merupakan bukti pendidikan sebagai komoditas mahal yang tidak bisa diakses oleh seluruh rakyat.
Untuk menutupi kegagalan intervensi ala sistem kapitalisme, pemerintahan Prabowo menggagas Sekolah Rakyat untuk anak orang miskin (kurang mampu) dan Sekolah Garuda Unggul untuk anak orang kaya (mampu) sebagai jalan tengah yang bersifat akomodatif. Program-program kebijakan ini akan dinarasikan rezim sebagai upaya untuk pemerataan akses pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejatinya program tersebut hanyalah program populis yang tidak menyelesaikan akar masalah, sekedar tambal sulam dalam sistem kapitalisme
Pendidikan di kapitalisme diserahkan kepada sewasta. Ini yang menyebabkan mau tidak mau rakyat harus merogoh saku untuk biaya pendidikan anak. Jika ingin anak sekolah di tempat yang bagus kualitasnya maka orangtua harus mengeluarkan biaya yang sangat besar. Jadi bagi orangtua yang mampu maka anaknya akan mendapat sekolah yang bermutu tinggi, namun bagi orangtua yang tidak mampu maka terpaksa masuk ke sekolah yang tidak bisa sesuai dengan keinginannya.
Banyak siswa yang pintar dan cerdas tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena mahalnya biaya pendidikan. Akhirnya banyak anak-anak yang harus menelan kekecewaan tidak bisa mewujudkan cita-citanya.
Dalam kapitalisme semua aspek dijadikan ladang bisnis demi meraup keuntungan. Menjamurnya sekolah Islam atau pondok pesantren yang melebel tahfidz agar banyak tertarik masuk, namun tidak semua pondok yang mendidik dengan kurikulum aqidah Islam. Mereka memanfaatkan dunia pendidikan untuk bisa menjalankan bisnisnya.
Dalam sistem ini pendidikan dijadikan sebagai alat untuk mencari pekerjaan ke depannya. Individu-individu berlomba-lomba untuk sekolah stinggi-tingginya demi sebuah ijazah agar bisa mendapatkan pekerjaan yang baik. Sebagian orangtua menyekolahkan anaknya demi sebuah pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya. Jika ditanya jawabannya pasti agar nantik anaknya bisa memperoleh pekerjaan yang layak. Jarang-jarang kita jumpai orangtua menyekolahkan anaknya karena Allah ta’ala. Wallahu a’lam bishowab.
Islam sangat memperhatikan pendidikan anak
Islam memandang bahwa Pendidikan adalah hak dasar anak bahkan hak-hak syar’i warga negara sebagaimana kesehatan dan keamanan. Negara secara langsung bertanggungjawab memenuhi seluruh kebutuhan dasar publik di mana negara sebagai penyelenggara sekaligus memenuhi pembiayaan dari Baitul Maal. Tidak ada dikotomi akses pendidikan bagi anak orang kurang mampu dan anak orang kaya baik di kota maupun di daerah pinggiran yang jauh dari pusat kota.
Dalam Islam, pendidikan bukan untuk menyelesaikan masalah ekonomi negara. Sistem ekonomi Islam justru diterapkan sebagai supra struktur dan menyokong sistem pendidikan. Pendidikan adalah hak syar’i warga negara untuk mencetak generasi subyek peradaban.
Pendidikan Islam diselenggarakan untuk mencetak generasi bersyakhshiyah Islam yang menguasai ilmu terapan serta dipersiapkan untuk mengagungkan peradaban Islam dan siap berdakwah dan berjihad ke seluruh penjuru dunia. Pendidikan Islam justru akan menjadi mercusuar dunia, kiblat masyarakat internasional. Generasi Muslim akan hadir sebagai penjaga dan pembentuk peradaban Islam yang mulia
Pendidikan Islam membentuk pola pikir dan sikap anak agar sesuai dengan syariat. Menjadikan halal haram sebagai standar prilaku. Negara Islam atau khilafah memiliki tanggung jawab penuh menjG rKYt dari kerusakan fisik, moral, dan spritual, termasuk kejahatan. Rasulullah menegaskan, ‘imam adalahpengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.’
Negara dalam Islam bukan hanya bertugas sebagai pengatur administratif, tetapi juga sebagai pelindung akidah dan menjaga moral serta menjamin sepenuhnya pendidikan rakyatnya. Semoga khilafah segera ditegakkan.
Wallhua’lam bishowab.