| 25 Views

Islam Memuliakan Guru, Wujudkan Generasi Bermutu

Oleh : Sumiyah Umi Hanifah 
Pemerhati Kebijakan Publik

Salah satu pesan yang menggetarkan jiwa dari seorang tokoh dunia, Nelson Mandela, berbunyi, "Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa Anda gunakan untuk mengubah dunia." Kalimat sakti ini dapat kita baca dalam karya tulisnya yang berjudul "Long Walk To Freedom".

Berbicara mengenai dunia pendidikan tentu akan melibatkan para guru, murid, dan gedung (ruang) pembelajaran, serta sarana dan prasarana pendidikan. Dalam hal ini guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Pengorbanan para guru memang sangat luar biasa. Mereka rela mencurahkan segala daya dan upaya untuk mencerdaskan anak bangsa. Sehingga wajar apabila mereka mendapatkan penghargaan atau apresiasi dari negara dan masyarakat.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Kementerian Agama Republik Indonesia menggelar Upacara Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) yang tahun ini jatuh pada hari Senin, tanggal 25 November 2024, dengan tema, "Guru Berdaya, Indonesia Jaya". Dalam sambutannya, Menteri Agama Republik Indonesia, menyampaikan penghargaan dan penghormatan kepada para guru di seluruh Indonesia. Sebab, mereka telah rela menghabiskan waktunya, tenaga, dan pikiran demi mencerdaskan anak bangsa. (kemenag.go.id, Minggu, 24/11/2024)

Permasalahannya, peringatan hari guru yang demikian meriah, ternyata hanya seremonial belaka. Buktinya tidak dibarengi dengan kebijakan-kebijakan yang pro kepada guru. Tidak dipungkiri, saat ini banyak sekali persoalan yang dihadapi oleh para guru. Diantaranya yaitu: gaji guru yang tidak layak. Gaji yang tidak seberapa itu pun tetap harus dipotong pajak ini dan pajak itu. 

Persoalan yang lain adalah guru dianggap sebagai pekerja, sehingga banyak terjadi kriminalisasi guru. Lihat saja kasus guru honorer Supriyani yang dilaporkan ke kepolisian oleh wali muridnya sendiri, hanya lantaran sang guru diduga memukul muridnya yang bersalah dengan sapu ijuk.

Persoalan guru tidak berhenti sampai di sini. Pada hari ini banyak guru yang melakukan perbuatan kontraproduktif terhadap profesinya, seperti: bullying, kekerasan fisik dan kekerasan seksual,  pelaku judi online (judol), dan berbagai kasus pelanggaran hukum lainnya, dengan latar belakang yang berbeda-beda. Ada apa dengan para guru di Indonesia? 

Perilaku menyimpang ini ditengarai akibat penerapan sistem sekularisme-liberalisme di tengah masyarakat. Sekularisme adalah sebuah pemahaman yang bermakna menjauhkan agama dari kehidupan. Sekularisme telah meracuni pemikiran masyarakat, menjauhkan umat dari pemahaman Islam. Adapun liberalisme adalah paham kebebasan yang sengaja disebarkan oleh kaum kafir Barat, untuk merusak umat agar semakin jauh dari ajaran Islam.

Inilah yang terjadi jika negara menerapkan sistem kapitalis. Sistem kufur buatan manusia, yang selalu berorientasi pada keuntungan materi. Sistem ini terbukti telah berpuluh-puluh tahun menyengsarakan rakyat. Kebijakan dalam sistem kapitalis ini hanya menguntungkan oligarki. Yaitu, para penguasa asing yang rakus merampas hasil Sumber Daya Alam (SDA) di negeri ini. Sistem kapitalis sudah terbukti tidak mampu mengatasi berbagai persoalan umat, tetapi anehnya tetap saja keberadaannya dipertahankan mati-matian. Akhirnya, rakyat yang menjadi korban, termasuk para guru dan siswa pun telah menjadi korban sistem rusak ini.

Kapitalisme telah membuat para guru banyak yang kehilangan esensinya sebagai pendidik generasi. Pepatah Jawa mengatakan bahwa, guru diibaratkan sebagai seorang yang harus "digugu" (dipercaya) dan "ditiru" (diikuti perbuatannya) oleh murid-muridnya. Sehingga, seharusnya seorang guru harus melayakkan diri menjadi teladan kebaikan bagi anak didiknya. Faktanya, banyak oknum guru yang terjerat judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol), lantaran terhimpit ekonomi. Ada juga oknum guru yang melakukan tindakan amoral dengan muridnya, oknum guru yang kecanduan video porno, dan perbuatan yang melanggar syariat lainnya.

Fakta lainnya, bahwasanya profesi guru di sistem kapitalis yang sekuler ini tidak dipandang mulia. Negara menganggap profesi guru sama seperti profesi pekerja biasa. Kebijakan pemerintah juga banyak yang tidak memihak kepada para guru. Banyaknya kasus yang berujung pada kriminalisasi terhadap guru, membuktikan bahwa sistem kapitalis tidak memiliki jaminan perlindungan terhadap para guru. Padahal mereka adalah sosok pahlawan negara yang diamanahi untuk mencerdaskan dan membimbing generasi agar menjadi calon-calon pemimpin yang tangguh. Tanpa adanya seorang guru, akan jadi seperti apa negeri ini?

Kondisi semacam ini tidak akan pernah terjadi jika negara menerapkan sistem Islam (khilafah). Dalam sistem Islam, profesi guru sangat dimuliakan. Kehidupan mereka sejahtera, karena negara memberikan gaji yang besar dan cukup kepada para guru dan ulama. Sehingga mereka dapat beraktivitas dengan tenang, tanpa disibukkan dengan aktivitas lain, yakni bekerja lagi untuk mencari penghasilan tambahan. Tidak seperti dalam sistem demokrasi-kapitalis.

Pada masa Kekhilafahan Abbasiyah, nominal gaji guru atau ulama cukup besar.
- Para pengajar (guru) dan mu'azin diberikan gaji sebesar 1000 dinar per tahun atau sekitar Rp 3,9 miliar per tahun atau Rp 325 juta per bulan. 
- Gaji ulama yang mengajarkan Al-Qur'an, sibuk dengan Al-Qur'an, dan mengurusi para penuntut ilmu adalah sebesar 200 Dinar per tahun atau setara dengan Rp7,8 miliar per tahun atau setara dengan Rp 650 juta per bulan.
- Adapun untuk ulama yang memiliki kemampuan khusus yang menekuni ilmu-ilmu Al-Quran mengumpulkan riwayat hadis dan ahli tafsir, maka akan diberikan gaji yang lebih besar lagi.

Penguasa atau pemimpin dalam sistem Islam, sangat mendukung dan memuliakan ilmu dan juga para ulama (para pembawa ilmu), sehingga kehidupan para guru sangat dihormati dan ekonominya sejahtera. Bahkan, pada masa Kekhilafahan Bani Abbasiyah, Khalifah Abdullah bin Abu Abbas bin Rasyid Al-Ma'mun, yang memimpin Daulah Islam pada tahun 813 M-833 M, memberikan gaji kepada guru dan ilmuwan saat itu setara dengan gaji atlet profesional seperti Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. 

Pada masa pemerintahannya, Dinasti Abbasiyah berhasil mencapai puncak kejayaannya, terutama dalam bidang sains. Sang Khalifah terkenal sebagai pemimpin yang jenius dan ulet dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Beliau melakukan berbagai terobosan dan upaya untuk memajukan ilmu pengetahuan. Diantaranya:

- Mendirikan pusat penelitian.
- Mempekerjakan ilmuwan dari berbagai bidang.
- Membiayai riset dengan dana yang cukup tinggi.
- Mengirim serombongan penerjemah ke Konstantinopel, Roma, dan negara-negara lain. (liputan6.com, diperbarui pada 24/11/2023)

Islam adalah agama yang sempurna. Islam memiliki mekanisme yang tertib dan teratur dalam memperlakukan para guru. Dalam sistem Islam (khilafah) mereka mendapatkan jaminan keamanan, berupa perlindungan (keselamatan) dan kesejahteraan, ketika sedang melaksanakan tugasnya. Selain itu, para guru dan ulama juga mendapatkan kesempatan dari negara untuk meningkatkan kualitas ilmunya. Dengan demikian, sebuah negara yang memuliakan para guru dan ulama, akan mendapatkan keberkahan dari Allah Swt.

Sabda Rasulullah saw.,
"Keberkahan itu ada bersama para ulama" (HR. Ath-Thabrani)

Demikianlah, aturan Islam jika diterapkan dalam sistem kehidupan secara menyeluruh, maka akan mewujudkan kesejahteraan bagi umat manusia. Baik itu bagi masyarakat sipil maupun bagi para aparatur negara, termasuk bagi para guru atau ulama. Jika negara memuliakan guru, maka akan mudah mewujudkan generasi penerus yang bermutu, berkepribadian Islam dan taat kepada syariat Islam. Dengan sistem Islam, akan tercipta masyarakat yang maju, menjadi mercusuar peradaban yang gemilang.

Wallahualam bissawab.


Share this article via

27 Shares

0 Comment