| 106 Views
Investor Sepi, Influencer pun Jadi

Oleh: Alin Aldini, S.S.,
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Pembangunan IKN masih belum rampung, dan masih butuh biaya yang besar. Namun yang menjadi persoalan besarnya tidak adanya investor asing yang masuk IKN, baru investor loka saja. Yang artinya pemerintah gagal mendatangkan investor asing. Oleh karenanya, guna menutupi kegagalannya tersebut, Jokowi langsung mendatangkan para influencer demi memastikan pembangunan IKN lanjut terus. Ibarat kata, investor sepi, influencer pun jadi.
Padahal, sebenarnya kehadiran influencer di IKN tidak begitu penting. Seperti yang disampaikan pengamat politik Adi Prayitno, kehadiran influencer di IKN pada akhir pekan kemarin tidak begitu diperlukan. Semestinya yang harus menjadi prioritas Jokowi adalah bagaimana caranya investor datang ke IKN. Direktur Parameter Politik Indonesia ini menilai, semua orang sudah tahu rencana Ibu Kota dipindahkan ke IKN. Tidak heran jika publik bertanya-tanya apa pentingnya pesohor diajak ke IKN (tempo.co, Rabu, 31/7/2024)
Di laman yang sama, Staf Khusus (Stafsus) Presiden Grace Natalie menjelaskan alasan kehadiran influencer bersama Jokowi di IKN sebagai satu bentuk keterbukaan pada publik. Grace menyebut, ke depannya, selain pegiat media sosial, elemen masyarakat lain akan bergantian diundang ke IKN. Seperti pimpinan media, perwakilan tokoh-tokoh masyarakat lokal hingga organisasi kemasyarakatan (ormas) agar bisa menyaksikan sendiri pembangunan IKN dan menyampaikan informasi yang benar ke komunitasnya masing-masing.
Hal ini sudah menjadi cukup jelas bahwa untuk membangun ibukota saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit, selain itu yang menjadi masalah, apakah influencer atau public relations tersebut mengocek kantong sendiri untuk berangkat ke IKN atau justru malah menggunakan anggaran negara ynag seharusnya milik rakyat dan diperuntukkan bagi kepentingan rakyat seperti pembayaran lahan yang digusur untuk pembangunan IKN, misal. Mengapa tidak demikian?
Apalagi, berdasarkan data APBN KiTa, tahun ini pagu anggaran IKN terus mengalami kenaikan. Pada Februari, pemerintah menetapkan anggaran untuk IKN sebesar Rp39,3 triliun, kemudian Maret naik menjadi Rp39,6 triliun, pada April menjadi Rp39,8 triliun, serta Mei Rp40,6 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan realisasi anggaran untuk pembangunan IKN telah mencapai Rp11,2 triliun per Juli 2024. Realisasi tersebut mencakup 26,4 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp42,5 triliun untuk tahun 2024 (Tempo, 14/08/24).
Bukankah ini termasuk menghambur-hambur uang, terlebih anggran ini milik rakyat? Belum lagi biaya untuk perayaan HUT RI tahun ini yang diselenggarakan di dua tempat, tentu akan memangkas anggaran negara yang jelas banyak.
Bahkan jika investor batal atau kabur maka proyek ibukota ini akan terancam mangkrak, anggaran negara gembos ditambah harus membiyai influencer atau tamu-tamu undangan lain hanya untuk pencitraan bahwa IKN terwujud dengan segudang masalah baru, seperti tergusurnya masyarakat adat karena pembebasan lahan, rusaknya ekosistem dan lingkungan hutan, semakin tingginya biaya sandang, pangan dan papan karena sulitnya akses jalan dan moda transportasi.
Lain halnya Islam memandang pemerintahan terutama dalam pembangunan ibukota sangat jelas konsepnya, tidak asal jalan atau terkesan ambisi pencitraan bahwa dalam kepemimpinannya sangat bagus dengan membangun ibukota. Islam memandang kepala negara adalah pemimpin, bukan hanya duduk di kekuasaan berpura-pura kerja keras padahal menikmati hasil keringat rakyat, sementara kewajibannya dalam menjamin terjaganya tempat tinggal rakyat diabaikan, malah sibuk membangun dinastinya sendiri.
Islam memandang ibukota juga bukan hanya pada letak geografis atau hanya pada posisinya ada di tengah-tengah saja, tapi banyak hal yang jelas harus diperhatikan seperti ketersediaan air lebih banyak, maka itu Muhammad Al Fatih atau Mehmed II menjadikan Istanbul sebagai ibukota karena letaknya dekat dengan laut atau sumber air.
Pun sebaliknya ketika Mustafa Kemal Attaturk memindahkannya ke Ankara setelah Turki resmi keluar alias "merdeka" dari khilafah Utsmani untuk memisahkan agama dari kehidupan atau menjauhkan Muslim dengan sejarahnya sendiri.