| 305 Views
Indonesia Genting, Negara Sinting

Oleh : Gayda Khairu
Media sosial digegerkan dengan viralnya lambang garuda biru yang baru-baru ini muncul di berbagai media. Viralnya lambang ini tidak semata-mata muncul begitu saja, tanpa makna dan penyebab yang pasti, hal yang memicunya adalah sebab para masyarakat Indonesia sudah mulai melek akan kondisi bangsa Indonesia sekarang ini. Lambang ini dijadikan sebagai tanda bahwa kondisi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Dan dengan sistem demokrasi Indonesia yang dianggap dalam keadaan 'collapse'.
Masalah ini berkaitan dengan berjalan nya keputusan MK no 66/ ppu-xxll/ 2024 yang baru-baru ini di sahkan. Tentang revisi pilkada yang sebentar lagi akan diadakan dinegeri ini. putusan ini memuculkan beragam protes dan penolakan publik, pasalnya perubahan cara penghitungan usia calon kepala daerah dinilai tidak logis dengan syaratan muatan politik. Dicurigai pula bahwa keputusan ini dikeluarkan hanya untuk melolos kan pihak tertentu, khususnya membuka jalan bagi putra bungsu presiden yang akan mencalon kan diri nya, yang mana usianya belum mencapai pada batas minimal yang telah ditentukan. Ini lah yang menjadi fakta nyata yang menjadi dugaan bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Adapun protes dan penolakan publik ini direalisasikan pada Jum’at, 23 Agustus 2024 oleh ratusan rakyat yang mengatasnamakan aliansi mahasiswa di Raya, Kabupaten Ciamis. Mubaka Galav aksi unjuk rasa didepan kantor DPRD Ciamis. Mereka berkumpul untuk menolak keras keputusan MK dan mendesak keputusan yang diambil untuk diimplemuntasikan secara konsisten.
Sistem demokrasi yang diaplikasikan dinegeri kita ini ternyata memunculakn kesadaran masyarakat akan kondisi indonesia saat ini, dinilai dalam keadaan genting dalam politik.
Namun meskipun demikian, nyatanya umat masih terus berharap kepada sistem ini agar dapat berperilaku adil, mereka tetap menuntut berbagai perubahan yan diputuskan oleh lembaga, yang tak jarang umat yang menjadi sasarannya, yang akhirnya berujung pada lahirnya berbagai kesengsaraan pada rakyat.
Penguasaan negeri ini dipegang oleh rezim oligarki yang menjadikan umat hanya bisa menerima apapun keputusan dari penguasa. Bagaimana seharusnya sistem ini yang mengaggungkan peraturan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, namun nyatanya jauh dari itu. Penguasa-penguasa hanya membeli suara rakyat untuk mengangkatnya menjadi seorang pemimpin, setelah itu bukan lagi rakyat yang menjadi acuan peraturan, bukan kemaslahatan umat yang menjadi tolak ukur, namun hanya aspek manfaat yang akan diambil oleh para oligarki.
Adapun para mahasiswa selalu mengambil peran sebagai agen perubahan, tak jarang mereka mencurahkan berbagai aspirasi dan demo-demo yang sering dilakukan dengan menginginkan perubahan dan berharap atas kebijakan dzolim untuk dihentikan. Namun sayangnya tuntutan yang mereka serukan tidak menyentuh solusi yang hakiki. Perubahan yang mereka minta tak menyentuh pada akar masalah yang menjadi penyebab masalah-masalah yang muncul. Terkadang aksinya pun sering dijadikan alat dan dapat dengan mudah disusupi serta digembosi.
Sudah saatnya mahasiswa sebagai para agen perubahan untuk bangsa ini menyerukan perubahan yang akan menyelesaikan permasalahan secara total. Penolakan terhadap sistem yang menjadi akibat lahirnya kesengsaraan yaitu demokrasi, sistem rusak yang merusak. Dan menyerukan perubahan hakiki yaitu melalui perubahan ideologi yang akan merubah hingga ke akar-akarnya.
Dalam sistem ini, Sekulerisme dijadikan sebagai akidah. Membuat agama terlempar dari kehidupan manusia dan bernegara. Padahal Islam memiliki segudang aturan dalam mengatur manusia dengan segala aktivitasnya sampai dalam aspek mengatur negara. Sistem saat ini telah nyata kerusakan yang dibuatnya. Berbagai kerusakan yang saat ini terjadi, sudah cukup untuk kita harus memperjuangkan ideologi islam yang telah lama tiada didunia ini. Yakni daulah Islamiyyah yang telah tercatat dalam sejarah yang telah membuktikan bagaimana sistem yang mampu menyejahterakan umat. Dan satu-satunya sistem shohih yang dapat menentramkan hati dan pikiran umat.
Wallahu a’lam bi ash-showwab.