| 539 Views
Ilusi Semu Keadilan Dalam Hukum Demokrasi

Oleh : Dwi Jayanti
Generasi Peduli Umat
Keadilan di negeri ini ibarat barang mahal yang sulit didapatkan oleh rakyat kecil, bahkan sering tidak mendapatkan keadilan seadil-adilnya. Baru-baru ini, pengadilan negeri Surabaya memvonis bebas RT terdakwa kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian DSA. Majelis hakim menilai terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituangkan dalam dakwaan. Padahal, barang bukti seperti rekaman CCTV dan hasil visum telah dihadirkan dalam persidangan. (Jpnn.com, 28/7/2024)
Keputusan tersebut langsung menuai sorotan publik. Bahkan ratusan massa berencana akan menggelar aksi di depan Pengadilan Negeri Surabaya untuk mengevaluasi dan menindak tegas hakim yang memutuskan perkara ini.
Sebelum divonis bebas oleh Hakim pengadilan negeri Surabaya, Ronald Tannur dituntut oleh Jaksa penuntut umum hukuman 12 tahun penjara.
Dilansir dari Suarabayapostnews.com, Dimas Yemahura selaku pihak kuasa hukum dari keluarga mendiang Dini Sera Afrianti mengatakan akan membuat laporan kepada Hakim Pengawas (Bawas) di Mahkamah Agung terkait ketidakpuasan atas putusan hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur dari dakwaan kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti. Ia mengungkapkan, pihaknya akan bekerja sama dengan banyak pihak yang peduli terhadap putusan ini, ia juga mengungkapkan bahwa keputusan ini menunjukkan betapa sulitnya mencari keadilan di Indonesia. (Rabu, 24/07/2024)
Kasus ini merupakan kasus kejahatan yang seharusnya mendapatkan sanksi yang tegas, bahkan hukuman penjara saja tidak cukup. Sering kali kita disuguhkan dengan berbagai kasus kriminal yang terjadi di negeri ini, namun pelaku tidak mendapat sanksi yang tegas.
Masih segar dalam ingatan kita bagaimana kasus kematian yang dialami oleh Brigadir Joshua yang melibatkan seorang Jenderal Besar Ferdy Sambo namun pada akhirnya hilang begitu saja. Maka wajar saja, jika masyarakat tidak percaya lagi pada lembaga keadilan di negeri ini.
Dengan demikian kasus Ronald Tannur ini bukanlah kasus baru. melainkan kasus serupa sudah sering terjadi di mana kasus yang melibatkan pihak yang memiliki kekuasaan dan juga kalangan aparat penegak hukum. Sehingga menjadikan pelakunya tidaklah mendapatkan hukuman yang setimpal dan sebaliknya, keadilan tidak dapat diharapkan oleh pihak keluarga.
Sejatinya, banyaknya kasus kriminalitas yang terjadi, sesungguhnya menggambarkan bahwa bobroknya sistem hukum demokrasi yang di terapkan di negeri ini. Sistem ini tidak dapat memberikan keadilan kepada masyarakat dan sanksinya pun tidak memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan, sehingga kasus serupa semakin banyak terjadi.
Inilah sistem demokrasi, hukum yang lahir dari akal pemikiran manusia. Alhasil, hukum yang lemah yang tidak mampu dijadikan aturan dalam kehidupan masyarakat karena akan menyebabkan kekacauan. Sebab, manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas dan sering terjebak pada konflik kepentingan. Bahkan juga membuka celah terjadinya kejahatan.
Hal ini semakin menunjukkan bahwa sistem hukum yang tetapkan adalah sistem hukum lemah sehingga banyak merugikan rakyatnya bukan memberi keadilan terhadap rakyatnya. Hal ini juga makin diperparah dengan sikap abai negara terhadap keadilan bagi rakyatnya.
Di lain sisi sistem kapitalisme yang diterapkan oleh negara, dimana pihak yang memiliki uang dan kekuasaan lah yang bisa berkuasa sehingga menyebabkan keadilan tidak diperoleh rakyat. Maka wajar saja hal ini terjadi sebab hukum yang di tetapkan adalah hukum yang bersumber dari akal manusia yang lemah, terbatas, dan sering terjebak pada konflik kepentingan.
Hal ini tentu berbeda halnya ketika kasus seperti ini terjadi dalam sistem pemerintahan Islam. Sebab, dalam sistem Islam akan digunakan hukum yang bersumber dari hukum Allah. Allah memberikan peringatan melalui firman-Nya: “apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”. (TQS Al-Maidah:50)
Sistem Islam pun akan memberikan sanksi yang tegas dan tidak peduli apakah pelakunya anak pejabat ataupun dari kalangan aparat penegak hukum sekalipun.
Dalam sistem Islam kasus seperti diatas termasuk kedalam kasus pembunuhan secara tidak sengaja dan akan dikenai dengan sanksi Diat Mughaladah (ganti rugi berlipat ganda) yaitu, memberi tebusan berupa 100 ekor unta, 40 diantaranya adalah unta yang sedang bunting. Apabila tidak mampu, maka pelaku wajib membayar kafarat dengan memerdekakan budak Mukminah atau puasa dua bulan berturut-turut.
Selain itu, sanksi hukum yang diberikan adalah bentuk pencegah, sebab dengan adanya sanksi tersebut maka orang lain tidak akan melakukan tindak kejahatan yang serupa. Hal ini tentu tidaklah lepas dari peran negara, negara bertanggung jawab penuh atas penegakkan keadilan bagi pihak yang dirugikan.
Semua hal di atas hanya bisa diwujudkan ketika sistem Islam diterapkan dalam negara dan hal ini hanya bisa diwujudkan dengan tegaknya Daulah Khilafah Islamiyah yang sistem hukumnya menggunakan sistem hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As sunnah.
Dalam Daulah Khilafah Islamiyah, seorang Khalifah bertanggung penuh atas kedaulatan hukum negara dan juga setiap urusan menyangkut rakyatnya. Seperti sabda Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis yang artinya “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. Al-Bukhari). Sehingga akan tercipta negara yang adil, damai dan makmur kehidupan Masyarakatnya.
Wallahu a’lam bishawwab