| 328 Views

HET Minyak dan HAP Gula Naik, Demi Kepentingan Siapa?

Oleh : Siti Zulaikha, S.Pd
Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi

Badan Pangan Nasional (Bapanas) lagi-lagi memperpanjang lagi relaksasi harga acuan pemerintah (HAP) gula konsumsi. Harga yang sebelumnya Rp15.500 per kilogram (kg) menjadi Rp17.500 per kg. 

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menuturkan, langkah ini dilakukan hingga Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) tentang Perubahan Kedua atas Perbadan Nomor 11 Tahun 2022 yang mengatur harga acuan pemerintah (HAP). Tirto.id, 30/6/2024

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa menyampaikan pertimbangan utama relaksasi HAP gula konsumsi saat ini adalah tingginya harga gula konsumsi atau sekitar Rp 18.000 per kg di pasar. Bapanas mendata rata-rata nasional harga gula konsumsi sepanjang bulan ini mencapai Rp 18.190 per kg. 

Ketut mencatat harga gula konsumsi di tingkat pabrikan hanya Rp 15.300 sampai Rp 15.700 per kg. Sementara itu, harga gula konsumsi di tingkat pedagang adalah Rp 16.300 sampai Rp 16.500 per kg. 

Walau demikian, Ketut menuliskan bahwa kenaikan harga gula tersebut belum tentu dinikmati oleh petani tebu selama musim giling pada Mei-September 2024. Maka dari itu, peningkatan HAP dinilai menjadi Rp 17.500 dinilai perlu agar gula konsumsi besutan petani lokal dapat diserap. Katadata.co.id, 28/6/2024

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, pihaknya mengusulkan relaksasi harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng rakyat atau MinyaKita naik menjadi Rp15.700 per liter.

Mendag saat ditemui di Bandung, Jawa Barat, Jumat, mengatakan bahwa pihaknya saat ini sedang menunggu revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait kenaikan HET MinyaKita sebesar Rp1.700 dari harga sebelumnya Rp14.000 per liter.
Zulhas menyampaikan alasan relaksasi HET MinyaKita menjadi Rp15.700 karena HET Rp14.000 dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan harga biaya pokok produksi yang terus mengalami perubahan. antaranews.com, 28

HET maupun HAP adalah batas atas harga yang diperbolehkan untuk barang-barang yang dijual secara eceran kepada masyarakat sebagai konsumen akhir. Minyak dan gula adalah bagian dari sembako yang banyak digunakan masyarakat memenuhi kebutuhan pokoknya. Sayangnya kebijakan pemerintah terkait harga bahan pangan justru menjadikan masyarakat sulit mengakses bahan pokok tersebut. Apalagi di tengah kesulitan ekonomi saat ini seperti maraknya PHK, daya beli masyarakat rendah dan lain sebagainya membuat hidup rakyat makin sengsara. Padahal penguasa seharusnya bertindak sebagai pengurus umat yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap warga negaranya tanpa terkecuali. 

Dengan kata lain, pemerintah seharusnya membuat mekanisme khusus yang memudahkan masyarakat mengakses kebutuhan pokok tersebut, namun tampaknya hal ini mustahil terjadi dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme demokrasi. Sistem ekonomi kapitalisme telah melegalkan liberalisasi segala lini kehidupan masyarakat, termasuk sektor pertanian dan Perdagangan. 

Sebagaimana diketahui, bahwa sejak Indonesia menandatangani perjanjian GATT, liberalisasi pertanian di negeri ini semakin kuat. Konsep liberalisasi menjadikan negara harus menyerahkan urusan pangan negeri ini kepada pihak korporasi swasta. mulai dari sektor hulu hingga hilir. Hal ini menjadikan pemerintah semakin berlepas tangan dan lemah dalam mengawasi produksi hingga distribusi pangan. Kebijakan pertanian pangan pun makin menjauh dari keberpihakan pada rakyat dan petani lokal. Sebaliknya negara malah makin melayani kepentingan korporasi dan asing. Alhasil ketahanan dan kedaulatan pangan justru makin tergantung pada impor dan korporasi swasta.

Liberalisasi pertanian juga mendorong pemerintah terus mengurangi subsidi pertanian, hal ini mengakibatkan petani terus menurunkan jumlah produksinya, bahkan sedikit demi sedikit bangkrut. Sementara yang masih bertahan tidak mampu menaikkan level produksinya. Penetapan HET dan HAP yang terus direlasi oleh pemerintah merupakan buah dari liberalisasi pertanian, penetapan HET dan HAP seolah tidak ada artinya. 

Kebijakan penetapan HET ataupun HAP ini adalah mekanisme tambal sulam kapitalisme yang pada dasarnya hanya untuk mengamankan konsumen sebagai pangsa pasar dari para korporasi kapitalis bukan untuk sebenar-benarnya melindungi rakyat. Sebenarnya siapa yang dibela dengan menaikkan HET MenyaKiti dan Realisasi harga gula. 

Berbeda dengan islam, Islam memiliki paradigma berbeda dalam mengatur pangan dan pertanian sehingga mampu mewujudkan pemenuhan pangan bagi seluruh rakyat, termasuk jaminan stabilitas harga. Jaminan ini dilandasi politik ekonomi Islam yang memang bertujuan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi seluruh individu rakyat. Pelaksanaannya wajib berada di pundak negara tidak diserahkan kepada swasta apalagi asing. 

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda;
 "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR. Muslim dan Ahmad) 

Berdasarkan hadis tersebut, negara wajib bertanggung jawab penuh terhadap pengaturan urusan pangan rakyatnya bukan sekedar berfungsi sebagai regulator bagi kelancaran bisnis pangan. Negara hadir dengan sejumlah konsep Shahih yang memungkinkan tiap individu masyarakat mengakses kebutuhannya secara mudah dan harga terjangkau. Terwujudnya kedaulatan pangan menjadi hal yang mutlak melalui beberapa langkah yang didasarkan pada syariat Islam. 

Terkait produksi, peningkatannya dilakukan dengan penerapan kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi, intensifikasi dilakukan dengan penggunaan sarana produksi pertanian yang terbaik. Para petani difasilitasi mengakses bibit terbaik, peralatan yang canggih dan teknik pertanian terbaru. Negara juga akan membangun infrastruktur pertanian, Jalan hingga komunikasi sehingga arus distribusi menjadi lancar.

Pada aspek ekstensifikasi berupa peningkatan luasan lahan pertanian, negara akan menerapkan hukum pertahanan berlandaskan syariat Islam. Seperti tidak boleh membiarkan tanah tidak dikelola selama lebih dari 3 tahun. Negara juga dapat memberikan tanah milik negara sebagai pemberian (iqtha') kepada siapa saja yang mampu mengelolanya. 

Mengenai aspek stabilisasi harga tidak dengan cara penetapan harga, melainkan menjamin kestabilan harga dengan cara-cara Islami yang tidak merusak mekanisme alami supply and demand.
Pertama, menghilangkan distorsi mekanisme pasar. Seperti penimbunan, kartel dan sebagainya. 

Kedua, menjaga keseimbangan supply and demand. Pasar disuplai dengan cadangan pangan milik negara atau mendatangkan dari daerah lain bahkan mengimpor dari luar negeri. Namun kebijakan ini sepenuhnya berada dalam kewenangan negara dengan memperhatikan kemaslahatan rakyat dan petani.

Negara juga wajib mewujudkan kemandirian negara dan berlepas diri dari semua ikatan dan perjanjian internasional yang merugikan masyarakat. Penerapan seluruh prinsip sohih ini akan mampu memudahkan masyarakat mengakses kebutuhan pokoknya termasuk pangan. 

Wallahua'alambissawab


Share this article via

86 Shares

0 Comment