| 539 Views

HET Beras Naik, Rakyat Makin Tercekik, Petani Hidupnya Membaik?

Oleh : Ummu Lian, S.KM 
Muslimah Peduli Umat

Beras adalah makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Namun mirisnya, usai 31 Mei nanti Harga Eceran Tertinggi (HET) beras akan naik secara permanen. Kini, Badan Pangan Nasional (Bapanas) tengah menyiapkan aturan tentang penetapan HET relaksasi beras yang saat ini berlaku menjadi HET permanen. "Untuk khusus HET relaksasi beras diperpanjang sampai 31 Mei. Jadi ini kita lagi _workout_ supaya bisa ditetapkan," kata Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi. 

Meski begitu, ia belum mau membeberkan kapan waktu peraturan soal HET beras baru tersebut ditetapkan. “Tunggu ya, tunggu ditetapkan,” imbuhnya. Sebelumnya, Bapanas memperpanjang HET relaksasi beras hingga 31 Mei 2024. Semula kebijakan yang dimulai pada 10 Maret itu akan berakhir pada 24 April 2024.

HET Beras Naik

HET beras premium dan medium naik dari Rp1.000 per kg dari HET sebelumnya untuk setiap wilayah. “Hari ini kita akan melakukan perpanjangan sampai 31 Mei. Tetapi dengan catatan, kita juga akan harmonisasi sehingga peraturan badannya akan ditetapkan. Hampir pasti angkanya untuk beras premium HET ada di Rp14.900 per kg," kata Arief di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (24/4) (CNN Indonesia, 20/05/2024).

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita menyampaikan, kenaikan HET beras sebetulnya hanya formalitas, sebab pada kenyataannya harga beras sudah lama bergerak di level Rp13.000 per kilogram hingga Rp15.000 per kilogram, baik untuk jenis premium maupun medium. “Titik keseimbangan baru pada harga beras sudah lama berada di level itu dan masyarakat sudah lama membeli beras dengan harga tersebut. Di sisi lain, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras dinilai sangat membantu petani. Pasalnya, sejak harga beras melonjak, HPP tidak mengalami kenaikan, sehingga petani sama sekali tidak ikut menikmati kenaikan harga beras yang sangat  tajam sejak akhir tahun lalu. Hal itu kian diperburuk dengan mahal dan langkanya harga pupuk yang membuat biaya produksi petani semakin mahal, membuat petani semakin tak menikmati kenaikan harga beras selama ini. Oleh karena itu, kenaikan HPP ini harus benar-benar dipastikan oleh pemerintah agar implementasinya sesuai dengan ketetapan yang telah ditentukan, agar petani juga segera bisa ikut menikmatinya,” ujarnya (Bisnis.com, 24/05/2024).

Sejumlah bahan pangan terpantau mengalami tren kenaikan harga seperti beras, bawang putih, cabai rawit merah, daging ayam dan telur. Menyitir Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional, rata-rata harga beras hari ini, Minggu, 26 Mei 2024 pukul 7.30 WIB mengalami kenaikan 3,2% menjadi Rp16.000 per kilogram. Begitupun dengan beras medium harganya naik Rp560 menjadi Rp14.010 per kilogram (Bisnis.com, 26/05/2024).

HET Beras Naik, Benarkah Demi Kesejahteraan Petani?

Naiknya HET beras tentu membuat hidup rakyat makin sulit. Apalagi di tengah lesunya ekonomi, banyaknya PHK dan tingginya angka kemiskinan. Padahal beras adalah kebutuhan pokok rakyat. Naiknya HET juga tidak membuat petani makin sejahtera. Belum lagi saat ini jamak diketahui bahwa distribusi beras dikuasai oleh para pengusaha. Meski petani adalah ujung tombak sektor pangan, tetap yang berkuasa dalam distribusi beras hingga bisa mengatur harga beras di pasaran adalah para pengusaha dan mafia pangan. 

Ekonom Pertanian dari Center of Reform on Economics (Core), Eliza Mardian mengkritisi kondisi struktur pasar komoditas pertanian yang cenderung di tingkat petani dan oligopoli di tahapan selanjutnya, sehingga menyebabkan salah satu pihak memiliki keunggulan dalam pengambilan keputusan, termasuk soal harga. 

Dikenal sebagai negara agraris, tidak lantas kesejahteraan petaninya berakhir manis. Petani bisa berujung tragis dan menangis jika kebijakan negara perihal pangan masih berkiblat pada sistem kapitalis. Riayah (pengurusan) negara pun mandul, kebijakan pangan tumpul, berujung rakyat ikut tersungkur.

Kondisi ini merupakan akibat dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Dalam hal ini yakni dalam perkara pangan, kebutuhan pokok seperti beras diatur sesuai kehendak manusia tanpa pertimbangan halal dan haram yang akhirnya justru jauh dari kata menyejahterakan rakyat.

Solusi Kebijakan Pangan dalam Islam

Beras dalam pandangan Islam merupakan kebutuhan primer karena termasuk kebutuhan pokok rakyat yang dikonsumsi setiap hari. Maka ini termasuk hal yang krusial. Alhasil negara tidak boleh bergantung pada negara lain. Negara harusnya memberi subsidi besar bagi para petani agar mereka dapat memproduksi beras dengan biaya ringan dan keuntungan yang besar.

Berkaitan dengan beras, pasti bicara tentang lahan pertanian, alat produksi dan petani itu sendiri. Petani tanpa lahan pertanian bagaikan sopir tanpa mobil. Tanpa tanah, kehidupan petani akan tenggelam. Bisa kita saksikan hari ini betapa banyak lahan kosong bertuan, tetapi tidak dikelola. Sementara itu, banyak di antara petani justru tidak memiliki lahan sendiri untuk bertanam. Pada akhirnya mereka hanya menjadi buruh tani di negeri sendiri. Bahkan di antara mereka ada yang harus menjual lahan akibat penggusuran proyek besar negara.

Walhasil ketergantungan pangan negara terhadap negara lain akan mengakibatkan negara mudah dijajah dan dikuasai. Lalu bagaimana solusi sistem Islam terhadap kebijakan pangan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat? Jawabannya ada pada politik pertanian sistem Islam yang mengacu pada peningkatan produksi pertanian dan distribusi pangan yang adil.

Di antara kebijakan yang akan diambil negara jika negara mau menerapkan sistem Islam adalah sebagai berikut :

Pertama, menghentikan impor dan memberdayakan sektor pertanian. Sejak menjamurnya sektor industri, pertanian seolah dipandang sebelah mata. Lahan pertanian kian digusur karena disulap menjadi bisnis _real estate_ dan profesi petani pun kian langka seiring penggusuran lahan sawah milik petani. Akibatnya, Indonesia banyak kehilangan lahan pertanian yang sejatinya sangat cukup mewujudkan swasembada pangan.

Berdasarkan data BPS tahun 2019, luas lahan kering nasional mencapai 63,4 juta ha (33,7% luas lahan Indonesia). Lahan yang sudah digunakan untuk pertanian lahan kering 8,8 juta ha, sedangkan lahan untuk pertanian lahan kering campur semak 26,3 juta ha dan untuk perkebunan seluas 18 juta ha.

Kedua, kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi dilakukan dengan meningkatkan produktifitas lahan yang sudah tersedia. Negara dapat mengupayakan penyebarluasan dan teknologi budidaya terbaru di kalangan para petani, serta membantu pengadaan mesin-mesin  pertanian, benih unggul, pupuk dan sarana produksi pertanian lainnya.

Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dalam bidang pertanian penting agar negara secara mandiri melakukan produktivitas pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, bukan malah meliberalisasi sektor pertanian untuk kepentingan industri asing. Negara tidak boleh melakukan ekspor pangan sampai kebutuhan pokok setiap individu terpenuhi dengan baik. Negara harus memberikan modal bagi siapa saja yang tidak mampu.

Ketiga, kebijakan distribusi pangan yang adil dan merata. Islam melarang penimbunan barang dan permainan harga di pasar. Dengan larangan ini, stabilitas harga pangan akan terjaga. Negara pun akan memastikan agar stok beras di pasaran tidak langka. Negara akan menindak tegas kartel dan mafia pangan yang berupaya memonopoli harga beras di pasar.

Keseriusan negara dalam melakukan pengawasan stok beras atau bahan pangan lainnya dapat dibuktikan dengan hadirnya Qadhi Al-Muhtasib yang berperan dalam mengurusi penyimpangan atau perselisihan yang membahayakan hak-hak masyarakat ketika sistem Islam diterapkan. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khathtab ra., beliau pernah mengangkat Asy-Syifa dan Abdullah bin Utbah sebagai Qadhi Hisbah atau pengawas pasar di Madinah. Selain itu, kebijakan distribusi pangan dilakukan dengan melihat kebutuhan pangan per kepala. Dengan begitu, akan diketahui berapa banyak kebutuhan yang harus dipenuhi negara untuk setiap keluarga.

Demikian Islam dengan sistem pemerintahannya (Khilafah) sangat serius mewujudkan ketahanan pangan dan pengelolaan pangan yang berkeadilan. Khilafah akan memberangus praktik-praktik perdagangan yang diharamkam. Pengelolaan pangan akan diurus di bawah kendali negara, bukan diserahkan pada swasta, apalagi pengusaha. Semua dilakukan oleh negara semata-mata karena pemimpinnya (khalifah) yang melakukan standar halal dan haram serta ketakutannya pada Allah SWT yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.


Share this article via

75 Shares

0 Comment