| 32 Views
Generasi Rusak Moral, Salah Siapa ?

Oleh : Tengku Hara Marsyitah, S.Pi
Siswa dan siswi kelas dua belas (12) di seluruh Indonesia sudah melaksanakan Ujian Akhir Sekolah (UAS) dan akan dilanjutkan dengan Ujian Akhir Nasional (UAN). Hal ini menunjukkan bahwa mereka akan meninggalkan bangku sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi pilihan mereka.
Seleksi masuk ke Perguruan Tinggi juga sudah dimulai pada April 2025. Ada beberapa seleksi jalur masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun ke Perguruan Tinggi Swasta (PTS) antara lain, yaitu Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), Seleksi Nasional Berdasarkan Test (SNBT), dan seleksi jalur Mandiri.
Sementara itu, baru-baru ini publik dihebohkan dengan dugaan bahwa telah terjadi kecurangan dalam proses Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Test (SNBT) Tahun 2025. (Jakarta, Beritasatu.com)
Terkait dengan dugaan terjadi kecurangan yaitu adanya soal yang bocor di berbagai platform media sosial (medsos). Namun, panitia menegaskan bahwa itu bukan bocoran soal, melainkan kecurangan oknum peserta ujian yang merekam soal disesi pertama UTBK dengan kamera yang tidak bisa terdeteksi metal detektor yang dipasang di behel gigi, kuku, ikat pinggang dan kancing baju.
"Panitia SNPMB menjamin bahwa paket soal UTBk sudah disiapkan sejumlah sesi yang diselenggarakan sehingga tidak ada soal yang sama," kata salah satu panitia dalam keterangan resminya. (Beritasatu.com, Jumat ,25/4/2025)
Pada hari pertama pelaksanaan UTBK SNBT, tim Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) menemukan ada sembilan kasus kecurangan. Lalu, pada hari kedua tercatat ada lima kasus. Hal ini dibenarkan oleh ketua umum penanggung jawab SNPMB yaitu bapak Prof. Eduart Wolok. Beliau mengatakan, jika dilihat dari keseluruhan peserta sesi pertama hingga sesi keempat yang berjumlah 196.328 ada 0.0071 persen kasus. (Kompas.com, Kamis 24/4/2025).
Kebebasan dan Kecurangan
Kecurangan yang terjadi pada UTBK dianggap sebagai masalah dari individu yang tidak jujur. Padahal, akar permasalahan yang sebenarnya jauh lebih dalam, yaitu Kapitalisme-Sekuler. Kapitalis sendiri asasnya adalah manfaat dan materi, kerap kali tidak akan mempertimbangkan halal dan haramnya perbuatan tersebut.
Agama dianggap sebagai keyakinan yang hanya membahas perkara ibadah saja, seperti sholat, puasa, zakat, dan haji. Sehingga, dengan dijauhkannya agama dari kehidupan melahirkan generasi dan masyarakat yang liberal. Mereka bebas melakukan segala sesuatu yang dianggap bisa mendatangkan manfaat dan kebahagiaan.
Nilai dalam kapitalisme membuat pencapaian sukses seseorang diukur dari materi dan status sosial. Maka dari itu tekanan untuk masuk Universitas favorit demi masa depan ekonomi, membuat banyak orang membenarkan segala perbuatannya sekalipun harus melakukan kecurangan dan merugikan pihak lain.
Kecurangan yang terjadi bukan semata hanya karena rusaknya moral individu, melainkan negara dengan sistem yang berkembang saat ini menormalisasi persaingan tak sehat demi keuntungan dan validasi status dalam tatanan kapitalistik. Sistem ini juga melahirkan generasi yang bermental lemah, generasi yang memperoleh sesuatu dengan cara yang instans. Jelas, bahwa sikap semacam itu tidak ada cerminan ketakwaan dalam diri individunya.
Lahirnya Generasi Unggul
Berbeda halnya dalam sistem Islam, setiap warga negara memperoleh pendidikan yang tinggi bukan semata untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, mengejar status sosial atau bahkan memperoleh materi sebanyak-banyaknya. Namun, untuk menjadikan pribadi bertakwa, kecintaan terhadap kebenaran, dan kepatuhannya kepada hukum syari'at.
Negara Islam menjamin kebutuhan seluruh warga negaranya, mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dalam hal pendidikan, negara menyediakan pendidikan berkualitas bahkan gratis tanpa diskriminasi yang akan melahirkan generasi unggul.
Mereka memiliki kepribadian Islam (Syakhshiyah Islamiyah), pola pikir Islam (Aqliyah Islamiyah), dan pola sikap Islam (Nafsiyah Islamiyah) karena terikat pada syariat Allah. Tidak bisa dipungkiri mereka pun akan menjadi agen perubahan dimana standar perbuatan dan kebahagiaannya adalah menggapai ridho Allah SWT. Serta kemajuan teknologi akan dimanfaatkan sesuai dengan tuntutan Allah dan memperhatikan halal haramnya.
Maka dari itu, satu-satunya yang bisa menjaga amal perbuatan setiap generasi dan juga masyarakat hanyalah negara yang menerapkan sistem Islam secara Kaffah, karena Islam adalah rahmat bagi seluruh alam semesta.
WalLaahu a'lam bi ash-shawaab