| 167 Views
Gen Z dalam Kapitalisme Demokrasi: Terjerat Gaya Hidup Materialistik

Oleh : Imas Rahayu S.Pd
Aktivis Pemerhati Remaja
Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) telah menjadi tren signifikan di kalangan generasi Z. Terutama dalam era digital yang semakin canggih, interaksi melalui media sosial menciptakan tekanan psikologis bagi individu muda untuk selalu “terhubung” dan mengikuti tren terbaru. FOMO mendorong perilaku konsumtif dan membentuk gaya hidup materialistik di kalangan Gen Z. Kondisi ini tak terlepas dari pengaruh besar sistem kapitalisme demokrasi yang mendorong kebebasan individu, namun di sisi lain memicu ketergantungan pada hal-hal materialistik dan hedonistik.
Gaya Hidup FOMO dan Dampaknya
Fenomena FOMO di kalangan Gen Z tampak dalam perilaku konsumtif yang tak terhindarkan. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Kompas dan Kumparan, banyak anak muda tergoda untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan hanya demi “ikut” dalam tren yang beredar di media sosial. Misalnya, mereka tergoda oleh demam barang-barang eksklusif seperti koleksi “Monster Labubu” atau fenomena pembelian barang mewah dan teknologi terbaru yang mengedepankan eksklusivitas.
Dikutip dari kompas.com, (17-10-2024), disebutkan bahwa gaya hidup FOMO mendorong penggunaan utang yang tidak produktif, terutama melalui layanan kredit instan. Hal ini menciptakan lingkaran ketergantungan finansial di mana Gen Z berutang untuk memenuhi gaya hidup yang dipengaruhi oleh tren media sosial. Alih-alih membangun aset atau investasi yang produktif, mereka malah terjebak dalam konsumerisme yang berlebihan, yang sering kali diikuti oleh stres finansial dan perasaan tidak pernah puas.
FOMO juga mengubah pola komunikasi di media sosial, di mana individu berlomba-lomba mendapatkan perhatian. Dampaknya adalah munculnya perilaku narsistik dan mengejar validasi eksternal, yang merusak keseimbangan psikologis dan menghalangi perkembangan potensi Gen Z untuk berkarya dan berprestasi lebih baik.
Apa Penyebabnya?
Akar dari fenomena ini adalah sistem kapitalisme demokrasi yang mendominasi tatanan ekonomi dan sosial saat ini. Kapitalisme liberal menekankan kebebasan individu, tetapi sering kali kebebasan tersebut terdistorsi menjadi kebebasan yang sempit dan berpusat pada pemenuhan hasrat material. Sistem ini mendorong individu, termasuk Gen Z, untuk mengukur nilai diri mereka berdasarkan apa yang mereka miliki, bukan apa yang mereka lakukan atau ciptakan.
Sistem demokrasi kapitalis memfasilitasi budaya konsumtif melalui regulasi yang tidak berpihak pada pembentukan karakter dan potensi pemuda. Media sosial, yang menjadi salah satu platform utama bagi generasi ini, semakin mengukuhkan gaya hidup materialistik. Alih-alih memberikan perlindungan dan arahan, regulasi yang ada justru membiarkan mereka terjerumus ke dalam lingkaran konsumtif dan FOMO, yang pada akhirnya menurunkan kualitas hidup mereka.
Generasi muda yang seharusnya menjadi agen perubahan menuju kebaikan justru dihadapkan pada tekanan untuk terus mengejar kesenangan duniawi yang sesaat. Mereka kehilangan potensi untuk berprestasi dan berkarya secara signifikan karena waktu dan energi mereka dihabiskan untuk mengejar tren dan status sosial.
Saran : Islam Mengarahkan Potensi Gen Z
Dalam Islam, generasi muda dianggap sebagai aset penting yang memiliki potensi luar biasa untuk berperan sebagai agen perubahan. Islam memandang kehidupan sebagai ujian dan perjalanan menuju tujuan yang lebih besar, bukan sekadar mengejar kesenangan duniawi yang bersifat sementara. Sistem kehidupan dalam Islam memberikan panduan jelas bagi pemuda, mengarahkan mereka untuk menggunakan potensi yang dimiliki dengan cara yang bermanfaat bagi umat dan diri mereka sendiri.
Islam menawarkan solusi yang komprehensif melalui penerapan nilai-nilai spiritual dan moral yang kuat. Dalam Islam, pemuda didorong untuk menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka diajak untuk mengembangkan keterampilan, ilmu, dan karakter yang berkontribusi pada kesejahteraan umat. Tidak ada ruang bagi perilaku konsumtif dan materialistik, karena fokus utama adalah pada pencapaian tujuan hidup yang lebih tinggi, yaitu ibadah dan pengabdian kepada Allah.
Salah satu contoh pemuda pada masa kegemilangan Islam. Usamah bin Zaid.
Usamah bin Zaid adalah contoh lain dari pemuda Islam yang berhasil memaksimalkan potensinya. Di usia 17 tahun, ia dipercaya oleh Nabi Muhammad SAW untuk memimpin pasukan besar yang terdiri dari sahabat-sahabat senior, termasuk Abu Bakar dan Umar bin Khattab, untuk menghadapi Kekaisaran Romawi. Kepercayaan yang diberikan oleh Nabi kepada Usamah menunjukkan bahwa potensi pemuda dalam Islam sangat dihargai dan dipandang mampu memimpin bahkan di usia muda.
Usamah memimpin pasukannya dengan penuh keberanian dan ketegasan, meskipun usianya masih sangat muda dibandingkan dengan sebagian besar pasukannya. Ini menunjukkan bahwa Islam memberikan ruang besar bagi pemuda untuk berperan aktif dalam kepemimpinan dan pertahanan umat.
Khilafah Islamiah, sebagai sistem pemerintahan yang pernah memimpin dunia, terbukti mampu melejitkan potensi generasi muda dalam berbagai bidang ilmu dan prestasi. Sejarah mencatat, di bawah naungan Khilafah, peradaban Islam mencapai puncak kejayaan dengan kontribusi besar dari pemuda yang dididik untuk menjadi intelektual, ilmuwan, pemimpin, dan pembaharu. Ini adalah bukti bahwa Islam memiliki sistem yang efektif untuk mengarahkan generasi muda agar mampu mempersembahkan karya terbaik bagi umat dan agama.
Gen Z sekarang berada dalam posisi kritis di tengah kapitalisme demokrasi yang membentuk gaya hidup materialistik dan konsumerisme. FOMO menjadi salah satu gejala dari sistem ini, yang akhirnya menghalangi potensi mereka untuk berkarya lebih baik. Namun, solusi terbaik datang dari sistem Islam yang menekankan nilai spiritual, moral, dan sosial yang terarah. Dengan menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, Gen Z dapat keluar dari jerat materialisme dan menjadi agen perubahan yang berkontribusi untuk kebangkitan umat menuju kejayaan peradaban Islam.
Wallahua'lam bishawab.