| 216 Views
Gen-Z dalam Kapitalisme Demokrasi, Terjerat Gaya Hidup Materialistik

Oleh : Uci
Mahasiswa Umb
Dari mixue hingga labubu, dari judol hingga pinjol, dari check out hingga s-pay letter. Teknologi yang mumpuni sehingga mampu memuat beragam informasi, serta merubah kebiasaan dari setiap lini, bahkan mempermudah transaksi. Nyatannya juga membawa dampak psikologi bagi milenial hingga gen - Kompasiana ( 20/10/24).
Banyak influencer dengan segala kesempurnaan pada kontennya, tak ayal membuat kita merasa terbelakang sehingga berdampak pada ego agar kitapun bisa setara dengan dia. Hingga akhirnya beragam carapun dilakukan yang penting kita bisa eksis dan bisa ikut tren tentunya.
Salah satu fenomena yang sedang viral saat ini adalah labubu, berapa banyak orang yang rela dan berdesakan bahkan dari sebelum matahari terbit. Sungguh miris, karena salah satu artis semua orang jadi narsis dan ketinggalan tertinggal trend atau yang lebih dikenal dengan istilah FOMO.
Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) telah menjadi salah satu tren signifikan di kalangan generasi Z. FOMO mencerminkan dampak besar interaksi berbasis teknologi terhadap psikologi dan perilaku komunikasi individu, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.
Akar munculnya gaya hidup FOMO adalah sistem liberal kapitalisme demokrasi. Sistem rusak ini mengakibatkan gen Z bergaya hidup bebas, hedonistik dan konsumerisme. Semua kesenangan d iniunia sesaat mendominasi dan menjadi prioritas utama. Mereka lupa bahwa semuanya akan dihisan atau diperhitungkan nantinya.
Akibatnya terjadi pengabaian potensi gen Z untuk berprestasi dan berkarya yang lebih baik, juga menghalangi potensinya sebagai agen perubahan menuju kebaikan. Apalagi Regulasi dalam sistem hari ini tidak memberikan perlindungan bagi gen Z, namun justru menjerumuskan gen Z pada lingkaran materiaslistik melalui media sosial yang menciptakan gaya hidup FOMO. Demi ego semata-mata prinsip hidup Islami mulai luntur di kalangan umat manusia, terutama pemuda.
Islam memandang Pemuda memiliki potensi luar biasa dan kekuatan yang dibutuhkan umat terlebih sebagai agen perubahan menuju kebangkitan Islam.
Islam memandang bahwa generasi merupakan potensi besar dan kekuatan yang dibutuhkan umat sebagai agen perubahan. Berada pada usia produktif menjadikan para generasi memegang peranan penting dalam menciptakan model masyarakat yang tidak hanya sibuk dengan perkara duniawi saja. Sebaliknya, generasi memiliki kontribusi besar dalam mengarahkan masyarakat yang memahami pentingnya dimensi ukhrawi dalam menjalani kehidupan.
Peran ini tegak bukan semata atas dasar tuntutan sosial. Peran ini berpijak pada tuntutan keimanan sehingga kukuh dan menghunjam pada diri generasi. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan bergeser kaki seorang hamba di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).” (HR. Tirmidzi).
Hadis ini menegaskan bahwa Allah menuntut pertanggungjawaban tentang masa muda kita.
Jika sistem hari ini seakan memberi pemakluman pada usia muda untuk menikmati berbagai kemewahan hidup, Islam justru berbeda. Islam menegaskan bahwa usia muda adalah fase ketika manusia seharusnya memberikan amal terbaik. Negara berperan sentral untuk menumbuhkan cita-cita untuk membangun dan melanjutkan peradaban dengan mentalitas keimanan pada diri generasi. Ini adalah kekuatan besar suatu peradaban yang tiada bandingnya. Pemahaman generasi mengenai tujuan hidup semata untuk beribadah kepada Allah, akan menuntun mereka untuk melakukan perbuatan berlandaskan rida Allah. Prinsip ini, membuat pemuda mampu melejitkan potensinya dan mempersembahkan karya terbaik semata untuk meninggikan peradaban Islam.
Untuk itulah, negara berperan besar dalam mengarahkan potensi generasi. Negara bertugas melaksanakan sistem pendidikan dengan kurikulum yang berfokus pada pembentukan kepribadian Islam. Negara juga menjalankan sistem kurikulum pendidikan yang mengarahkan life skill generasi sesuai visi politik negara yakni menjadi negara yang mandiri dan terdepan di kancah internasional.
Negara Islam sangat memahami bahwa generasi adalah tulang punggung peradaban. Merekalah generasi penerus peradaban Islam yang besar. Oleh karena itu, negara tidak akan membiarkan generasi terbajak potensinya oleh ide selain visi ideologi Islam. Sebaliknya, negara berperan sebagai perisai generasi, yang melindungi mereka dari berbagai upaya yang mengalihkan potensi besar yang mereka miliki.
Kanal-kanal media yang selama ini menjadi pintu untuk merusak generasi akan negara tata ulang dengan membersihkan arus informasi dan teknologi dari upaya pembajakan potensi generasi yang melenakan. Negara akan mengaruskan proses edukasi di media yang selaras dengan tujuan pendidikan yakni membentuk kepribadian Islam yang tangguh dan mengukuhkan pemahaman generasi mengenai berbagai skill yang bermanfaat dalam mendukung kebutuhan negara akan tenaga ahli.
Versi terbaik generasi Islam inilah yang pernah menjejaki peradaban Islam di berbagai masa kejayaannya. Generasi yang mewakafan dirinya untuk kemuliaan Islam yang tidak silau dengan fatamorgana dunia, alih-alih terbawa arus fenomena FOMO. Inilah generasi yang memahami jelas makna sabda Rasulullah saw., “Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya,…seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah.” (HR Bukhari-Muslim).
Wallahualam bissawab.