| 509 Views

Gen-Z Beraktivitas Politik untuk Perubahan Hakiki

Oleh : Lilis Tri Harsanti, S.Pd 
Aliansi Penulis Rindu Islam

Gen- Z dan milenial disebut-sebut sebagai pilar dari generasi emas 2045. Berdasarkan sensus kependudukan 2020, tercatat jumlah penduduk Indonesia didominasi Gen-Z yang mencapai 75,49 juta jiwa atau 27,49% total penduduk (270,2 juta jiwa). Sedangkan generasi milenial berjumlah 69,90 juta jiwa atau 25,87% total penduduk Indonesia. Maknanya, Gen-Z dan milenial yang jumlahnya sangat besar—tidak kurang dari separuh total penduduk Indonesia—menjadi sangat diperhitungkan di segala aspek kehidupan, termasuk suara mereka yang diperebutkan dalam menjelang Pilkada 2024 . Terlebih mereka terkategori pemilih pemula. Partisipasi pemilih muda atau Generasi Z menjadi sorotan di momentum pesta demokrasi lantaran potensi mereka dalam membentuk dan memandang masa depan politik.

Komposisi pemilih terbanyak pada Pemilu 2024 Februari lalu di Indonesia yakni Gen Z dan Milenial. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih. Dari jumlah tersebut, sebanyak 66,8 juta pemilih dari Generasi Milenial. Selain itu, pemilih dari Gen Z juga mendominasi sebanyak 46,8 juta pemilih. (ANTARA- Jakarta)

Terlebih lagi Ridwan Kamil menjadi calon gubernur Jakarta yang paling disukai oleh gen Z dibanding calon gubernur lainnya di Pilkada Jakarta 2024. Hal itu terungkap dalam survei yang dilakukan Litbang Kompas yang dirilis pada Selasa, 5 November 2024 lalu.

Ridwan Kamil menyebut, dirinya dan Suswono lebih dipilih gen Z. Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 01 itu dinilai gen Z lebih mengetahui keinginan para anak muda di Jakarta. Apalagi, Ridwan Kamil menganggap gen Z layaknya anak sendiri.

"Gen Z sangat kami sayangi. Karena saya punya anak yang gen Z juga. Jadi saya bapaknya gen Z. Jadi paham betul apa saja curhatannya," ujar Ridwan Kamil di Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Rabu (6/11/2024)

Untuk mendorong keterlibatan Gen-Z dan milenial—termasuk kalangan santri—dalam berpolitik, banyak pihak melakukan upaya pendidikan politik dalam kerangka sistem demokrasi, diantaranya dilakukan oleh Bawaslu di beberapa daerah yang mengajar politik dan demokrasi ke sekolah dan kampus. Tidak ketinggalan, pendidikan politik dan demokrasi juga diaruskan di pesantren. Diskusi atau halaqah kebangsaan yang membahas pemilu, politik, dan demokrasi semakin marak diadakan. Seperti Pesantren Mambaus Sholihin Roudotul Muta’allim Gresik Jawa Timur yang menggelar diskusi kebangsaan bertajuk “Santri Bicara Demokrasi”(27-1-2024)

Semua pendidikan politik yang disampaikan kepada Gen-Z dan milenial bertujuan agar mereka memahami politik dalam konsep demokrasi, yaitu suatu aktivitas atau cara untuk mendapatkan kekuasaan untuk memimpin dalam suatu masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan dalam memilih pemimpinnya. Implementasi politik demokrasi adalah kesertaan mereka dalam pemilu dan penjagaan terhadap sistem demokrasi tanpa menelaah lebih mendalam kelayakan demokrasi sebagai sistem politik yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam pendidikan politik yang diberikan juga tidak ada ajakan untuk menganalisis penyebab mendasar terjadinya banyak persoalan yang mendera negeri ini, meski telah berulang kali menyelenggarakan pemilu untuk mengganti rezim yang ada.

Berbagai persoalan saat ini, mulai dari maraknya Gen-Z dan milenial bunuh diri, kemiskinan, pengangguran, korupsi, perampasan ruang hidup rakyat, penyerahan pengelolaan kekayaan alam kepada swasta dan asing, utang luar negeri yang menggunung, hingga berkuasanya oligarki, tidak diberi solusi tuntas.

Pendidikan politik semacam ini tidak akan membuat Gen-Z dan milenial melek politik yang benar. Tentu juga tidak akan mampu membangun kerangka berpikir yang benar tentang makna politik yang sahih. Sebaliknya, justru mengaburkan makna politik dan hanya memberi dogma-dogma politik demokrasi yang menipu, yakni mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan segelintir orang yang sedang berkuasa dan pengusaha di belakangnya.

Hal ini terjadi karena makna politik dalam kerangka demokrasi hanya untuk mengukuhkan oligarki menguasai negeri ini.

Islam memiliki konsep politik yang bertolak belakang dengan konsep demokrasi. Dalam Islam, politik atau siyasah dalam kamus Al-Muhith berasal dari kata sâsa-yasûsu-siyasatan yang berarti ‘mengatur, memelihara, mengurusi’. Sedangkan dalam Mu’jamu Lughatil Fuqaha’, politik didefinisikan dengan ‘pemeliharaan terhadap urusan umat, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan syariat Islam’.

Islam sebagai agama yang sempurna mengatur segala aspek kehidupan sebagaimana dijelaskan dalam QS An-Nahl: 89, _“… Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu sebagai petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang muslim.”_

Al-Qur’an sebagai penjelas segala sesuatu artinya bahwa Al-Qur’an menjelaskan mekanisme pengaturan pendidikan, perekonomian, sosial kemasyarakatan, pemerintahan, termasuk bentuk bakunya. Islam juga mengatur hubungan internasional, masalah ubudiah, makanan, pakaian, dan akhlak seorang muslim. Ketika semua hal tersebut diterapkan dengan aturan Islam, itulah yang dinamakan politik Islam (siyasah syar’iyah).

Penerapan seluruh syariat Islam tersebut membutuhkan institusi politik berupa negara. Bentuk negara yang ditentukan syariat Islam adalah Khilafah Islamiah. Inilah gambaran politik yang sahih dalam Islam yang harus dipahami oleh setiap muslim, termasuk Gen-Z dan milenial.

Tidak cukup memahami cakupan Islam kafah, wajib pula untuk mengetahui bahwa berbagai persoalan yang mendera seluruh umat manusia saat ini adalah akibat tidak diterapkannya Islam kafah dan justru melandaskan pengaturan kehidupan berasaskan sekularisme, kapitalisme, dan sistem politik demokrasi.

Dengan memahami cakupan Islam kafah dalam pengaturan kehidupan dan realitas saat ini, akan bisa diketahui keunggulan sistem politik Islam dibandingkan dengan sistem politik demokrasi. Dengan memiliki pemahaman yang seperti ini, seseorang dikatakan telah melek politik yang sesungguhnya.

Bagi seorang muslim, melek politik Islam kafah saja tidak cukup. Islam kafah harus dipelajari dan dipahami untuk diterapkan, bukan sekadar pengetahuan semata. Oleh karena itu, setiap muslim dituntut untuk menjadi pelaku perubahan sistem dari demokrasi menjadi Islam.

Allah swt. telah berfirman, _“… Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”_ (QS Ar-Ra’du: 11).

Aktivitas politik yang sangat penting dilakukan saat ini adalah penyadaran kepada umat Islam untuk mengambil Islam secara utuh, tidak pilih dan pilah baik dari sisi ruhiyah maupun siyasiyah, serta meninggalkan sistem sekularisme, kapitalisme, dan demokrasi.

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.”.(QS Al-Baqarah: 208). 

Untuk itu, sudah saatnya Gen-Z, termasuk para santri, melek politik dan beraktivitas politik guna mewujudkan institusi politik Islam, yakni Khilafah Islamiah agar semua ketentuan syariat Islam bisa terterapkan.

Wallahu alam


Share this article via

147 Shares

0 Comment