| 72 Views
Elegi Guru Di Sistem Kapitalisme

Oleh : Dian ismi
Dalam bahasa Jawa, guru bermakna digugu lan ditiru, yang berarti seseorang yang diikuti dan dijadikan teladan. Untuk mengapresiasi peran penting guru, tanggal 5 Oktober ditetapkan sebagai Hari Guru Internasional, hasil keputusan konferensi UNESCO di Paris. Namun, apakah penetapan hari ini membawa perubahan nyata bagi kesejahteraan guru? Sayangnya, tidak. Faktanya, gaji guru masih jauh dari cukup, meskipun mereka memikul tanggung jawab besar untuk mencerdaskan generasi bangsa.
Di Indonesia, Hari Guru Nasional diperingati setiap 25 November. Pada hari tersebut, suasana semarak terasa di sekolah-sekolah; siswa dan guru merayakan dengan berbagai kegiatan. Namun, di balik perayaan itu, terdapat ironi yang menyakitkan. Salah satunya adalah kasus yang menimpa Ibu Supriyani, seorang guru yang dijatuhi hukuman pidana karena dituduh melakukan pemukulan terhadap siswa. Ia bahkan harus membayar denda sebesar 50 juta rupiah sebagai bagian dari perdamaian.
Bukankah guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa?
Kenyataannya, guru kini sering menjadi korban sistem pendidikan yang tidak mendukung. Tidak hanya itu, beberapa guru bahkan terjebak dalam perilaku kontraproduktif terhadap profesinya, seperti menjadi pelaku bullying, kekerasan seksual, hingga kekerasan fisik. Kondisi ini semakin menggerus wibawa guru sebagai teladan, dan tentu saja berdampak buruk pada pelaksanaan tugas mereka dalam mendidik generasi penerus.
Sebagai pilar penting dalam pendidikan, guru seharusnya mendapatkan perlindungan dan penghargaan yang layak. Dalam sejarah Islam, peran guru dijunjung tinggi. Khalifah Umar bin Khattab, misalnya, memberikan gaji sebesar 15 dinar (setara dengan 30 juta rupiah saat ini) kepada para guru. Tak heran, pada masa kekhilafahan, banyak generasi yang cerdas dan berkualitas. Fasilitas pendidikan diberikan oleh negara secara memadai, gratis, dan tanpa beban bagi rakyatnya.
Guru adalah kunci keberhasilan pendidikan. Namun, tanpa sistem yang mendukung kesejahteraan dan profesionalitas mereka, harapan untuk mencetak generasi yang unggul akan sulit terwujud. Sudah saatnya kita benar-benar menghargai peran guru, tidak hanya dalam kata-kata, tetapi juga melalui tindakan nyata.