| 81 Views

Efisiensi Anggaran yang Tidak Efisien

Oleh : Jen
Bogor

Konsep efisiensi anggaran untuk mengatur tertibnya pengelolaan keuangan negara sesungguhnya baik jika itu mendatangkan kemaslahatan bagi kepentingan rakyat.

Termasuk efisiensi pada anggaran-anggaran daerah yang ditetapkan melalui Inpres No. 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran. Salah satu yang mengalami pemangkasan adalah anggaran perjalanan dinas yang mencapai 50%. Hal ini mencakup pengurangan anggaran rapat di hotel, studi banding ke luar daerah, dan berbagai kegiatan seremonial lainnya.

Menurut Sekda Kota Bogor, Hanafi, efisiensi anggaran ini berlaku untuk seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Namun, situasinya menjadi berbeda jika program efisiensi tersebut justru tidak mendukung kemaslahatan seluruh rakyat tanpa kecuali. Akan ada ketimpangan dan ketidakpuasan terhadap kebijakan demi kebijakan yang ditetapkan pemerintah.

Seperti yang diungkapkan oleh Ketua PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran) Kota Bogor, Yuno Abeta Lahay, bahwa kebijakan efisiensi anggaran ini berdampak langsung pada okupansi hotel. Biasanya, tingkat hunian meningkat setelah anggaran cair di awal Maret. Namun, sejak kebijakan ini diterapkan sejak Oktober 2024 lalu, pesanan untuk bulan Maret pun belum ada.

Hal ini berimbas pada berkurangnya pemasukan di industri hotel dan restoran, yang tentunya berdampak panjang bagi rantai ekonomi di belakangnya. Misalnya, kelangsungan hidup para pekerja serta pihak UMKM yang terkait. Bahkan, disinyalir ancaman PHK besar-besaran pasca-Lebaran mulai terbayang.

Lebih miris lagi, di tengah program efisiensi anggaran yang dicanangkan pemerintah, justru tiga kecamatan di Bogor (Bogor Selatan, Bogor Timur, dan Bogor Utara) tengah mempersiapkan perjalanan kelompok PKK ke Bali dengan rencana anggaran Rp93 juta untuk 22 orang. Anggaran ini mencakup tiket pulang-pergi, hotel, transportasi di lokasi, dan uang harian peserta.

Ironis sekali, bukan? Di satu sisi ada kebijakan efisiensi perjalanan dinas hingga 50%, tetapi di sisi lain ada perjalanan dinas dengan biaya yang cukup besar.

Dengan demikian, kita melihat bahwa program efisiensi yang dimaksud tidak serta-merta menjadi efisien jika sistem pengelolaan keuangan pemerintahan tidak terpusat pada satu sistem yang benar-benar berorientasi pada kepentingan rakyat.

Pos-pos pendapatan negara yang sebagian besar berasal dari pajak saja sudah cukup membebani rakyat, ditambah lagi dengan pengelolaan yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Inilah bukti bahwa dalam tatanan kapitalis, segala sesuatu bertumpu pada asas manfaat. Dalam praktiknya, berbagai cara akan ditempuh tanpa peduli meskipun harus menzalimi pihak lain.

Sementara itu, pada masa lampau telah ada teladan dari peradaban besar yang tegak selama 13 abad. Sebuah contoh bagaimana sistem pemerintahan seharusnya berjalan, termasuk dalam pengelolaan ekonomi negara, mulai dari sumber pendapatannya, bagaimana mengalokasikannya, serta bagaimana mempergunakannya secara tepat demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sistem pemerintahan ini telah dicontohkan secara kaffah oleh Rasulullah Muhammad ﷺ, hingga peradaban Islam berdiri dengan mulia selama berabad-abad.

Tidakkah kita sebagai manusia yang tunduk kepada Rabb kita merindukan masa-masa cemerlang itu? Masa ketika kehidupan menjadi teratur dalam sistem bernegara yang diridai Allah?

Sistem Khilafah menjadi solusi bagi seluruh problematika kehidupan tanpa kecuali.
Sungguh, kita merindukannya.


Share this article via

74 Shares

0 Comment