| 73 Views

Efisiensi Anggaran, Menyasar Layanan Publik

Oleh : Ummu Alvin
Akttivis Muslimah

Belakangan ini ramai diberitakan di media massa dan media sosial terkait kabar-kabar dari dampak pemangkasan anggaran yang dilakukan di berbagai instansi pemerintah, hal ini sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 1 tahun 2025, tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. 

Presiden Prabowo Subianto mengumumkan rencana penghematan anggaran yang akan dilakukan dalam tiga tahap, adapun total penghematan direncanakan mencapai 750 triliun, untuk tahap pertama saat ini tengah berlangsung dengan nilai Rp 306,69 triliun, untuk tahap kedua rencana penghematan efisiensi ditargetkan mencapai Rp 308 triliun, dan untuk tahapan ketiga penghematan anggaran atau efisiensi dilakukan melalui Badan usaha milik negara BUMN di mana dividen yang ditargetkan mencapai Rp 300 triliun.

Adapun sebagian dana yang berhasil dihemat, sekitar Rp 24 miliar dollar AS, akan dialokasikan untuk program makan bergizi gratis MBG. 

Sejatinya kebijakan efisiensi anggaran ini, menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat, karena diduga kuat efisiensi anggaran ini turut memangkas layanan publik, seperti pemangkasan anggaran terhadap Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), kedua lembaga ini harus menghapus seluruh anggaran riset dan inovasi di 12 organisasi riset, dan hal ini sangat membahayakan bagi kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi. 

Selain itu,pemangkasan anggaran ini juga menyasar pada anggaran Kartu Indonesia Pintar (KIP), pemangkasan akan berpotensi menaikkan biaya kuliah, anggaran beasiswa pendidikan tinggi dipangkas juga. Alhasil kebijakan efisiensi anggaran ini mengancam masa depan kualitas generasi Indonesia. Kebijakan yang harusnya dibuat demi kemaslahatan umat, malah menimbulkan dampak yang buruk bagi keberlangsungan pembangunan SDM Indonesia. Kebijakan efisiensi anggaran adalah konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang diadopsi oleh negara, pajak yang selama ini menjadi tulang punggung APBN tidak cukup melunasi hutang negara, maka munculah narasi efisiensi anggaran sebagai  kebijakan baru.

Saat ini yang dibutuhkan umat adalah kepemimpinan Islam, yaitu pemimpin yang menjalankan tanggung jawabnya semata-mata karena Allah, yang mana nantinya akan dimintai pertanggungjawaban kelak diakhirat.Penguasa adalah raa'in dan junnah, yaitu pelayan dan perisai bagi rakyatnya. Pemimpin harus mengayomi dan melayani rakyatnya semata-mata untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat saja,seorang pemimpin dalam Islam harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. 

Dalam Islam kedaulatan berada ditangan Syara', seorang pemimpin wajib untuk memerintah sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa salam di dalam setiap aspek kehidupan, begitupula dengan pengelolaan anggaran yang dibuat oleh negara harus sesuai dengan sistem ekonomi Islam, yaitu berupa jaminan pemenuhan kebutuhan mendasar bagi rakyatnya atau warganya secara adil dan merata, pengelolaan anggaran yang dilakukan oleh negara harus menjadi solusi yang mendatangkan kemaslahatan bagi rakyatnya, bukan malah menambah problema baru. 

Pengelolaan anggaran di dalam negara Islam dilakukan oleh Baitul mal, sumber anggaran dalam Islam juga banyak dan beragam, dan yang menjadi sumber pemasukan tetap Baitul mal itu adalah terdiri dari fa'i, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah dan pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya, pemasukan dari kepemilikan negara, unsur, khumus, rikaz, tambang, serta harta zakat. 

Dan apabila terjadi kekosongan dana dalam Baitul mal sedangkan pada saat itu ada kebutuhan yang bersifat darurat, maka negara akan mengambil pungutan pajak dari warga yang kaya saja, pajak juga hanya dipungut sementara ketika kas Baitul Mal kosong, jika kebutuhan sudah terpenuhi maka pemungutan pajak akan segera dihentikan. Pajak juga hanya dipungut dari laki-laki muslim yang kaya sehingga tidak membebani bagi rakyat.

Demikianlah bagaimana tugas seorang pemimpin di dalam Islam, yang berbasiskan akidah Islam dalam penerapan Islam secara kaffah, dengan kontrol keimanan yang kuat didukung pula oleh kontrol Amar ma'ruf nahi mungkar dari masyarakat yang bertakwa sehingga pengelolaan anggaran dapat terlaksana sesuai dengan syariat Islam, dengan pengelolaan anggaran negara yang sesuai dengan syariat maka akan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Wallahu a'lam bishawab.


Share this article via

60 Shares

0 Comment