| 12 Views

Dunia Virtual, Kebahagiaan atau Pelarian?

Oleh : Aydina Sadidah

Waktu terus berjalan dan zaman terus berubah. Dari yang dulunya tradisional, sekarang jadi kontemporer alias modern. Satu hal yang buat khas zaman ini adalah adanya kemajuan teknologi yang pesat. Semuanya jadi serba enak dan serba instan.

Namun nyatanya pengaplikasian teknologi hampir disetiap ranah kehidupan membuat masyarakat terbuai, malas beraktivitas dan bergerak karena lebih bergantung kepada teknologi yang ada. Terlebih lagi dengan adanya jaringan dunia virtual yang luas, tak jarang membuat orang lebih memilih hidup di dunia virtual ketimbang di dunia nyata.

Terkadang beberapa orang tidak menyadari berapa lama mereka menghabiskan waktu mereka di dunia Maya. Tiada jemu memandang layar, tiada jemu menggerakkan jari-jarinya. Tanpa perlu beranjak dari tempat, orang bisa melakukan banyak hal di dunia virtual ini.

Namun sayangnya, kebanyakan orang terlalu sibuk dengan dunia virtual sehingga lupa dengan dunia sendiri. Sibuk mencari cara tentang bagaimana membangun kehidupannya di dunia yang bahkan tak nyata itu. Terlalu terpaku, sulit untuk beranjak.

Bila sudah sampai dititik ini, rasanya semua menjadi tak berarti. Segala yang dimiliki, segala yang ada dihadapan, tak terasa nyata. Tanpa sadar dunia kita mulai berubah, dari yang sebelumnya nyata menjadi semu. Pada nyatanya apa yang kita miliki di dunia virtual, tidak semuanya bisa kita miliki di dunia nyata. Lantas mengapa masih berjuang untuk hidup di dunia virtual?

Berdalih nyaman, namun pada kenyataannya hanyalah mencoba kabur dari masalah yang mendera di dunia nyata. Menyalahkan dunia dan menyebutnya tidak adil, padahal tak pernah sekalipun dunia melakukan apapun yang mencelakakan manusia.

Nyatanya kita hanya mengatakan hal itu hanya untuk kabur dari masalah yang ada. Dunia itu terkadang memberi kebahagiaan, kadang juga kesedihan. Manusia yang ada disekeliling, diri kita yang masih hidup, rintihan dan gelak tawa itu, pada dasarnya semua itulah yang nyata. Semua itulah yang selalu menjadi milik kita.

Kebahagiaan itu ada. Hanya terkadang kita yang tak pernah terlalu memikirkannya. Segala hal kecil yang ada di dunia ini bisa menjadi indah tergantung dengan cara kita memandangnya. Bahagia itu sejatinya sederhana. Sebenarnya cukup memikirkan hal-hal sepele saja cukup untuk membuatmu tersenyum. Seperti bagaimana perasaanmu ketika kamu masih memiliki rumah untuk kembali, bagaimana kamu masih dikelilingi orang-orang, bagaimana kamu yang masih hidup hari ini, setelah kamu memikirkannya kamu akan merasa bersyukur. Ketahuilah, sebenarnya kebahagiaan itu adalah milik para manusia yang pandai bersyukur. Semua itu mudah, namun manusia yang membuat semuanya menjadi rumit.

Dunia virtual itu palsu, semuanya itu tidak nyata. Kamu hidup di semesta ini, bukan didunia itu. Mau seberapa menyedihkannya hidupmu didunia nyata, kamu tetap harus menerimanya. Itulah hidupmu.

Namun itu belum berakhir. Masih ada waktu untuk merubahnya, masih ada kesempatan dan semuanya belum berakhir, jadi bangkitlah. Semuanya belum terlambat. Bangunlah. Memang melelahkan, tapi apa? Apakah semudah itu kamu menyerah? Jatuh-bangun itulah yang sebenarnya membuat hidupmu menjadi benar-benar 'hidup'. Kesedihan, kekecewaan, kebahagiaan, kemarahan, dan perasaan rumit lainnya yang kau rasakan itulah yang membuatmu menjadi manusia. Begitu kau merasakan semua bentuk perasaan itu, kamu akan menyadari kalau kamu itu hidup.

Bersyukurlah atas semua hal, ingat kata Tuhan mu,

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُواْ الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْاْ مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاء وَالضَّرَّاء وَزُلْزِلُواْ حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللّهِ قَرِيبٌ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan). Sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Kapankah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah [2] : 214)

Hakikatnya cobaan itu pasti ada. Janganlah kamu berputus asa darinya. Mau seberat apapun itu ingatlah kita masih ada eksistensi yang tiada banding disamping kita, yakni Tuhan. Tiada seorangpun yang lebih mengetahui jawaban yang tepat dari sebuah soal selain dari si pembuatnya sendiri. Maka berserah dirilah kepada Sang pembuat soal yaitu Allah.

WalLahu a'lam bi ash-showwab.


Share this article via

9 Shares

0 Comment