| 156 Views

Dengan Islamlah Peran Guru Dihargai

Oleh : Najwa Nazahah
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Hari Guru Sedunia (World Teacher’s Day) diperingati pada 5 Oktober setiap tahunnya. Peringatan untuk tahun ini, UNESCO mengusung tema ‘Valuing teacher voices: Towards a new social contract for education’, yang berarti, ‘Menghargai suara guru: Menuju kontrak sosial baru untuk pendidikan.’

Tema tersebut menyoroti peran penting guru dalam membentuk masa depan pendidikan dan kebutuhan mendesak untuk mengintegrasikan perspektif guru ke dalam kebijakan pendidikan dan proses pengambilan keputusan. Sebagai hak dasar setiap manusia, pendidikan hanya dapat terwujud dengan adanya dedikasi dan kontribusi guru yang begitu mulia. Peringatan hari guru sedunia ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali peran serta kondisi guru, khususnya di Indonesia, dan mengakui betapa besar dampak mereka bagi kualitas masa depan bangsa.

Sayangnya, nasib guru hingga hari ini masih sangat memprihatinkan dan belum sejahtera. Berdasarkan survei yang dilaksanakan Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa pada Mei 2024 dalam rangka Hari Pendidikan Nasional, sebanyak 42 persen guru memiliki penghasilan di bawah Rp2 Juta per bulan dan 13 persen di antaranya berpenghasilan di bawah Rp500 Ribu per bulan. Fakta ini diperparah dengan perbandingan yang jauh dalam perbandingan guru honorer dan PNS, di mana 74 persen Guru Honorer/Kontrak memiliki penghasilan di bawah Rp2 Juta per bulan bahkan 20,5 persen di antaranya masih berpenghasilan di bawah Rp500 Ribu. Sedikit sekali guru yang merasa berkecukupan dengan gaji yang setara atau di bawah upah minimum terendah di Indonesia tersebut (mediaindonesia.com, 21/5/2024).

Mirisnya, kejadian ini sudah terjadi pada seorang guru di Sukabumi yang harus memulung sehabis mengajar lantaran gajinya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Selain kebutuhan hidup yang belum tercukupi, dewasa kini guru memiliki tanggung jawab yang berat. Seorang guru, setidaknya harus mampu menjadi pengelola kegiatan pembelajaran, mulai dari merencanakan, melaksanakan, hingga mengevaluasi proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan baik. Terkadang guru juga dilimpahkan beban kerja administratif dan tidak sedikit harus bekerja dalam lingkungan yang tidak kondusif.

Data Kemendikbud menunjukkan, sekitar 27% sekolah di Indonesia memiliki fasilitas yang sangat terbatas sehingga mempengaruhi kinerja guru dan kualitas pendidikan. Kondisi ini sejatinya menunjukkan tidak ada perhatian serius terhadap pendidikan yang akan mencetak sumber daya manusia berkualitas di negeri ini.
Sistem pendidikan yang menjadi tonggak arah pendidikan negeri ini telah mengabaikan kesejahteraan guru dan masa depan generasi bangsa. Seolah membiarkan mereka bekerja di bawah tekanan hidup yang tinggi. Kebijakan ini lahir dari paradigma kepemimpinan sekuler yang berakar pada sekularisme, yaitu pandangan yang mengesampingkan agama dari kehidupan.

Prinsip tersebut menjadi dasar ideologi kapitalisme yang diterapkan di negara ini, dan kebijakan negara sepenuhnya disusun berdasarkan akal manusia yang lemah dan sering mengikuti hawa nafsu. Akibatnya, kebijakan yang muncul hanya menguntungkan pemilik modal dan elit oligarki dan berimbas pada kurikulum pendidikan sebagai pendukung kepentingan korporat.

Pendidikan kini difokuskan hanya pada kebutuhan dunia kerja, perkembangan industri, dan korporasi. Sedangkan guru dipandang sebagai ‘faktor produksi’ yang bertugas mencetak peserta didik siap kerja demi memajukan bisnis korporat. Maka dari itu, tidak mengherankan jika negara dengan kepemimpinan sekuler tidak berkomitmen untuk mewujudkan kesejahteraan guru, apalagi mengembalikan peran mereka sebagai pembangun generasi yang mampu memperbaiki peradaban.

Lain halnya dengan sistem Islam. Islam sebagai agama yang sempurna tentu memiliki sistem pendidikan yang dapat melahirkan guru berkualitas dengan karakter islami yang unggul dan mampu mendidik siswa secara optimal. Dalam pandangan Islam, guru adalah profesi yang mulia dan layak mendapat penghargaan tinggi atas pengabdiannya, termasuk pemberian gaji yang besar.

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, seorang guru menerima gaji sebesar 15 dinar per bulan (sekitar 4,25 gram emas per dinar) tanpa membedakan status pegawai negeri, lokasi, atau status sosial. Setiap guru memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk mendidik generasi penerus. Perhitungan kebutuhan guru dan tenaga pendidik dalam negeri Islam juga dilakukan secara cermat sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan untuk mengajar, bukan berdasarkan anggaran sehingga akan meringankan beban guru.

Selain itu, Islam juga memiliki standar tinggi bagi calon guru karena tugas mereka membentuk karakter islami pada anak didik. Melalui penerapan kurikulum yang berbasis Islam, akan lahir pendidik yang berkualitas dan takut kepada Allah SWT. Sistem ekonomi Islam yang kokoh memungkinkan negara membangun fasilitas sekolah yang memadai dan nyaman, sehingga guru dapat mengajar dalam suasana yang aman dan tenang. Namun, semua ini hanya dapat terwujud dalam negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh di bawah naungan Kepemimpinan Islam. Oleh karenanya, dengan Islmlah peran guru dihargai.


Share this article via

21 Shares

0 Comment