| 181 Views

Cukupkah Perda Untuk Memberantas LGBT?

Oleh : Sri Setyowati
Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) sedang mengkaji rencana pembentukan peraturan daerah (perda) untuk memberantas penyakit masyarakat terutama lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Ranah Minang. Saat ini terdapat daerah di Provinsi Sumbar yang sudah lebih dulu membuat perda pemberantasan LGBT. Oleh karena itu, DPRD menilai pemerintah provinsi juga perlu melakukan hal serupa. Langkah ini diharapkan bisa menjadi sebuah solusi untuk mengatasi penyakit masyarakat di daerah yang dikenal dengan filosofi "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah".

Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Srikurnia Yati mengungkapkan bahwa dari 308 total kasus HIV di Padang, sebanyak 166 kasus (53,8 persen) berasal dari luar kota itu. Sementara 142 kasus (46,2 persen) lainnya merupakan warga Kota Padang. Kasus tertinggi berada di Kecamatan Koto Tangah yakni 40 kasus dan 22 kasus di Kecamatan Lubuk Begalung. Sementara kasus paling kecil berada di Kecamatan Lubuk Kilangan yakni empat kasus. Lebih dari separuh kasus menyerang individu usia produktif yaitu rentang 24 hingga 45 tahun. Perilaku lelaki seks lelaki (LSL) menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya angka HIV di Kota Padang. (antaranews.com, 04/01/2025)

Keinginan adanya peraturan daerah untuk memberantas LGBT adalah keinginan yang sangat baik. Namun perda saja tidak cukup untuk memberantas LGBT. Sudah begitu banyak perda syariah yang dibuat daerah tapi terus menerus dipermasalahkan pihak-pihak tertentu. Bahkan ada yang dibatalkan oleh pemerintah pusat karena dianggap bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat.

LGBT terjadi akibat salah pergaulan, trauma masa lalu, adanya informasi yang salah tentang LGBT atau hanya sekedar mengikuti gaya hidup seks bebas yang saat ini sudah menjadi trend di kalangan remaja. Masalah sosial tersebut sering terjadi pada lingkungan keluarga yang kurang harmonis dan berantakan (broken home).

Sistem sekuler yang diterapkan saat ini membuat manusia bebas menentukan kehendaknya sendiri termasuk dalam orientasi seksual. Perilaku seks bebas seperti lesbi, gay, biseksual, dan transgender menjadi boleh karena merupakan hak asasi manusia (HAM) dan bagian dari kebebasan individu yang harus dihormati dan dijaga oleh negara.

Sistem kapitalisme sekuler yang menjunjung HAM berasas pada manfaat dan kebebasan. Mereka bebas beragama, berpendapat, berkepemilikan maupun berperilaku yang memicu munculnya berbagai pemikiran dan tingkah laku yang menyimpang. Mereka bebas berbuat sekehendak hatinya selama tidak mengganggu orang lain. Apapun menjadi sah walaupun menyimpang atau melanggar aturan agama.

Lemahnya pemahaman umat terhadap ajaran Islam kafah sangat mempengaruhi kondisi tersebut. Pemahaman Islam hanya sebatas ibadah ritual yang tidak mampu mempengaruhi perilaku sehari-hari. Hawa nafsu yang menjadi penentu, bukan syariat Islam yang dijadikan standar dalam perilaku.

Amar ma'ruf nahi munkar di tengah masyarakat tidak  berjalan. Negara pun tidak berperan dalam mengatur warganya sehingga halal atau haram tidak jelas bedanya. Benar dan salah menjadi abu-abu.

Dalam Islam perilaku lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender hukumnya haram. Semua perbuatan haram itu sekaligus dinilai sebagai tindak kejahatan atau kriminal (al-jarimah) yang pelakunya harus dihukum dengan tegas. (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat, hlm. 8-10).

Lesbianisme dalam kitab-kitab fikih disebut dengan istilah as-sahaaq atau al-musahaqah. Definisinya adalah hubungan seksual yang terjadi di antara sesama wanita. Tidak ada khilafiah di kalangan fukaha,  lesbianisme jelas hukumnya haram. Keharamannya antara lain berdasarkan sabda Rasulullah saw., “Lesbianisme adalah (bagaikan) zina di antara wanita.” (HR Thabrani, dalam Al-Mu’jam al-Kabir, 22/63).

Imam Dzahabi menghukuminya sebagai dosa besar (Dzahabi, Az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kaba`ir). Hukuman untuk lesbianisme tidak seperti hukuman zina, melainkan takzir, yaitu hukuman yang tidak dijelaskan secara khusus oleh nas. Jenis dan kadarnya diserahkan kepada kadi. Bisa berupa hukuman cambuk, penjara, publikasi, dan sebagainya ( Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat).

Homoseksual atau gay dikenal dengan istilah liwath. Imam Ibnu Qudamah mengatakan bahwa telah sepakat seluruh ulama mengenai haramnya homoseksual (Al-Mughni, 12/348).

Sabda Nabi saw., “Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, Allah telah mengutuk siapa saja berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR Ahmad). 

Hukuman untuk homoseks adalah hukuman mati, tidak ada khilafiah di antara para fukaha, khususnya para sahabat Nabi saw., seperti dinyatakan oleh Qadhi Iyadh dalam kitabnya Al-Syifa`. Sabda Nabi saw., _“Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya.”_ (HR Al Khamsah, kecuali An-Nasa’i). 

Hanya saja para sahabat Nabi saw. berbeda pendapat mengenai teknis hukuman mati untuk gay. Menurut Ali bin Thalib ra., kaum gay harus dibakar dengan api. Menurut Ibnu Abbas ra., harus dicari dulu bangunan tertinggi di suatu tempat, lalu dijatuhkan dengan kepala di bawah, dan setelah sampai di tanah dilempari batu. Menurut Umar bin Khaththab ra. dan Utsman bin Affan ra., gay dihukum mati dengan cara ditimpakan dinding tembok padanya sampai mati. Memang para sahabat Nabi saw. berbeda pendapat tentang caranya, tetapi semuanya sepakat gay wajib dihukum mati. (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat).

Biseksual adalah perbuatan zina jika dilakukan dengan lain jenis. Jika dilakukan dengan sesama jenis, tergolong homoseksual jika dilakukan sesama laki-laki, dan tergolong lesbianisme jika sesama wanita. Semuanya haram.

Hukumannya sesuai faktanya. Jika tergolong zina, hukumannya rajam jika pelakunya sudah menikah dan seratus kali cambuk jika belum pernah menikah. Jika tergolong homoseksual, hukumannya hukuman mati. Jika lesbianisme, hukumannya takzir.

Transgender adalah perbuatan menyerupai lain jenis. Baik dalam berbicara, berbusana, maupun dalam berbuat, termasuk dalam aktivitas seksual. Islam mengharamkan perbuatan menyerupai lain jenis sesuai hadis bahwa Nabi saw. mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang menyerupai laki-laki (HR Ahmad).

Jika menyerupai lawan jenis, hukumannya diusir dari pemukiman. Nabi saw. berkata, "Usirlah mereka dari rumah-rumah kalian.” Maka Nabi saw. pernah mengusir Fulan dan Umar as. juga pernah mengusir Fulan. (HR Bukhari)

Jika transgender melakukan hubungan seksual, maka hukumannya disesuaikan dengan faktanya. Jika hubungan seksual terjadi di antara sesama laki-laki, maka dijatuhkan hukuman homoseksual. Jika terjadi di antara sesama wanita, dijatuhkan hukuman lesbianisme. Jika hubungan seksual dilakukan dengan lain jenis, dijatuhkan hukuman zina.

LGBT melanggar fitrah manusia dan bertentangan dengan syariat Islam. Tidak cukup dengan perpu yang bersifat partial untuk menghentikannya. Harus ada kekuatan  politik dan sanksi hukum yang diterapkan oleh negara secara menyeluruh untuk melindungi umat. Untuk itu, menjadi hal penting dalam memperjuangkan tegaknya khilafah  untuk menerapkan syariat Islam secara kafah. 

Wallahu a'lam bi ash-shawab


Share this article via

85 Shares

0 Comment