| 31 Views

Club Malam Buka Saat Ramadan : Wajar atau Kebablasan?

Oleh : Wahyuni M
Aliansi Penulis Rindu Islam

Jakarta – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menetapkan aturan penutupan bagi sejumlah tempat hiburan selama Ramadan 2025. Kelab malam, diskotek, pemandian uap, permainan ketangkasan, baik manual, mekanik, maupun elektronik yang diperuntukkan bagi orang dewasa, serta rumah pijat diwajibkan tutup mulai satu hari sebelum Ramadan hingga sehari setelah bulan puasa berakhir. Ketentuan ini diatur dalam Pengumuman Nomor e-0001 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada Bulan Suci Ramadan dan Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah/2025. Akan tetapi, jika tempat usaha di hotel bintang empat dan lima atau tak berdekatan dengan pemukiman warga, rumah ibadah, sekolah, serta rumah sakit maka masih diizinkan beroperasi.

Hal serupa juga dilakukan di wilayah lain. Pemerintah Kota Banda Aceh merevisi terhadap aturan dan imbauan bagi warga selama bulan Ramadan. Jika pada tahun sebelumnya tempat hiburan seperti biliar, _PlayStation_, dan karaoke dilarang beroperasi pada siang hari, maka tahun ini Pemkot Banda Aceh tidak lagi memberlakukan larangan tersebut.

Berikut waktu operasional sejumlah tempat usaha yang diizinkan beroperasi:
1. Kelab malam mulai 20.30 WIB-24.00 WIB
2. Diskotek mulai 20.30 WIB-24.00 WIB
3. Mandi uap mulai 11.00 WIB-23.00 WIB
4. Rumah pijat mulai 11.00 WIB-23.00 WIB
5. Arena permainan ketangkasan manual, mekanik dan/atau elektronik untuk orang dewasa mulai 11.00 WIB-24.00 WIB
6. Bar/rumah minum yang berdiri sendiri mulai 11.00 WIB-24.00 WIB
7. Usaha karaoke eksekutif mulai 20.30 WIB-24.00 WIB
8. Usaha karaoke keluarga mulai 14.00 WIB-24.00 WIB
9. Usaha rumah biliar/bola sodok yang berlokasi dalam satu ruangan dengan usaha karaoke eksekutif mulai 20.30 WIB-24.00 WIB
10. Usaha rumah biliar/bola sodok yang tak berada di dalam usaha karaoke eksekutif mulai 11.00 WIB-24.00 WIB

Tempat hiburan yang diizinkan beroperasi tidak diperbolehkan memasang reklame atau poster yang tidak pantas, menampilkan film atau pertunjukan dengan unsur pornografi, pornoaksi, dan erotisme, serta dilarang menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitar.

Bagi usaha pariwisata di sektor jasa makanan dan minuman yang tidak tercantum dalam pengumuman, disarankan untuk menggunakan tirai agar tidak terlihat secara langsung. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Fenomena Paradoksal

Indonesia dikenal sebagai negara dengan masyarakat yang religius, terutama karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Nuansa keagamaan begitu terasa dengan keberadaan masjid di berbagai penjuru, majelis taklim yang aktif, serta semakin banyaknya muslimah yang mengenakan pakaian syar’i.

Namun, di balik itu realitas yang terjadi justru bertolak belakang. Negeri yang dikenal religius ini juga diwarnai oleh maraknya pelanggaran hukum syarak. Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan tingkat korupsi tinggi, sekaligus menjadi pasar terbesar bagi industri pornografi. Selain itu, angka kejahatan semakin meningkat, mencerminkan seolah agama tidak benar-benar hadir dalam kehidupan bermasyarakat. Ironisnya, berbagai praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai agama justru dibiarkan dan dilegalkan dengan berbagai alasan, termasuk atas nama toleransi.

Jika diperhatikan lebih dalam, fenomena seperti ini sebenarnya bukan hal yang mengejutkan di negara mana pun yang menerapkan sekularisme, termasuk Indonesia. Paradoks yang terlihat jelas ini merupakan akibat dari diterapkannya sistem sekuler, yang memisahkan agama dari aspek kehidupan sosial dan pemerintahan. Dalam sistem ini, agama hanya dipandang sebagai urusan pribadi yang terbatas pada ritual ibadah atau hubungan dalam keluarga. Sementara itu, dalam mengatasi berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat, peran agama dikesampingkan dan tidak dijadikan sebagai pedoman utama.

Islam seakan hanya memiliki ruang dalam momen dan tempat tertentu, terbatas pada aspek ibadah ritual semata. Akibatnya, agama ini tampak seolah hanya relevan dalam urusan spiritual, sementara dalam berbagai aspek kehidupan lainnya, keberadaannya diabaikan.

Paham sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan telah menjadikan umat hanya menjalankan sebagian ajaran Islam, sementara bagian lainnya dikesampingkan.

Lebih jauh, sekularisme inilah yang diinginkan oleh barat agar tumbuh subur di negeri-negeri muslim. Umat Islam tidak perlu benar-benar meninggalkan agamanya, cukup menjauh dari penerapan syariat dalam kehidupan. Dengan sekularisme, umat Islam menjadi lebih mudah dikendalikan, menerima ide-ide barat yang bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan menjalankannya tanpa merasa telah melanggar nilai-nilai agamanya.

Sudah selayaknya kita merenungkan mengapa dari tahun ke tahun, bulan Ramadan belum mampu membawa perubahan signifikan bagi kondisi umat Islam di seluruh dunia. Padahal, semangat Ramadan adalah semangat perjuangan dan transformasi. Rasulullah saw. memanfaatkan bulan suci ini sebagai ajang latihan spiritual dan amal kebaikan, bukan sekadar ritual, tetapi juga jihad dalam menegakkan kebenaran serta membangun peradaban yang luhur.

Stop Sekulerisasi

Umat Islam perlu menyadari bahwa sumber utama berbagai persoalan yang mereka hadapi saat ini adalah dominasi sistem sekularisme, demokrasi, kapitalisme, dan neoliberalisme. Sistem ini telah lama diterapkan oleh kekuatan global dan para pendukungnya untuk mempertahankan kontrol mereka atas negeri-negeri muslim.

Dalam sistem ini, hukum Tuhan dikesampingkan dan digantikan oleh konsep kedaulatan rakyat yang diagungkan. Akibatnya, Islam semakin dijauhkan dari kehidupan publik, dan setiap upaya menerapkannya selalu mendapat hambatan. Padahal, kebangkitan umat Islam justru bergantung pada tegaknya ajaran Islam dalam setiap aspek kehidupan.

Lalu, bagaimana cara mewujudkannya? Caranya adalah dengan meneladani Rasulullah saw., yakni dengan membangun kesadaran Islam di tengah masyarakat. Pemahaman tentang ajaran dan hukum Islam tidak boleh hanya dianggap sebagai sekadar pengetahuan, tetapi harus menjadi dasar dalam berpikir dan bertindak. Islam juga harus menjadi sudut pandang utama dalam menganalisis dan menyikapi berbagai realitas yang dihadapi.

Melalui proses pembinaan ini, akan terbentuk pemahaman Islam yang kuat di tengah umat yang kemudian memengaruhi perilaku mereka. Hal ini akan mendorong kaum muslim untuk aktif dalam menyebarkan dakwah Islam, hidup sesuai dengan hukum-hukumnya, serta berjuang agar aturan Allah dan Rasul-Nya dapat diterapkan secara nyata di kehidupan masyarakat.

Sejarah telah membuktikan bahwa selama umat Islam memegang teguh ajaran agamanya dan hidup di bawah sistem kepemimpinan Islam yang menerapkannya secara menyeluruh, mereka mampu menjadi umat terbaik dan pelopor peradaban. Khalifah yang menjalankan syariat secara kafah memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Sebaliknya, ketika umat mulai meninggalkan Islam dan hidup di bawah sistem sekuler, mereka justru menjadi korban penjajahan dan mengalami penderitaan berkepanjangan.

Oleh karena itu, Ramadan seharusnya menjadi momentum bagi umat untuk meningkatkan ketakwaan yang nyata, yaitu dengan menjalankan Islam secara total dalam kehidupan. Keberhasilan Ramadan tidak hanya diukur dari peningkatan ibadah individu, tetapi juga dari kesiapan umat dalam menegakkan sistem Islam secara menyeluruh.


Share this article via

46 Shares

0 Comment