| 234 Views
Cegah Warga Kecantol Judol, Tak Cukup Hanya Blokir Situs Judol

Oleh : Eva Hana
Pendidik Generasi
Ingin punya uang yang minim usaha dan ingin cepat kaya demi tuntutan gaya membuat banyak masyarakat kecantol judol. Sekitar 8,8 juta warga Indonesia telah terlibat dalam permainan judol dengan perputaran uang mencapai Rp. 900 triliun.
Di Sultra, Tindak Pidana Siber (Tipidsiber) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) telah memblokir sebanyak 1.197 situs judi online (Judol) yang dilakukan sejak Januari hingga Desember 2024.
Pemblokiran ini dilakukan sebagai bagian dari langkah preventif yang diharapkan mampu mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan. (detiksultra.com 11/12/24).
Kasus seorang polwan yang membakar suaminya sendiri lantaran kerap bermain judol, adalah contoh miris bukti bahwa judol makin meresahkan.
Sejak dahulu, judi selalu menghancurkan kehidupan para pelakunya. Memiskinkan yang kaya, menggelapkan mata, mendorong pelaku berbuat kriminal. Keadaan kehidupan yang semakin sulit, kebutuhan makin banyak namun harga melambung tinggi, sedangkan pendapatan tak bertambah, bahkan tak jarang yang tak memiliki pendapatan. Disisi lain banyak tawaran pinjaman dan judi secara online. Tawaran tersebut tentu akan membuat masyarakat yang kalut dan buntu menemukan solusi, lebih memilih mengambil jalan pintas tanpa memperdulikan resikonya.
Banyaknya permintaan judol karena terdesak kebutuhan finansial atau kesenangan dalam mengumpulkan pundi-pundi uang dengan cara instan. Diantara merekapun banyak yang bermain judi karena gaya hidup hedonis yang ingin di penuhi.
Oleh karenanya, memberantas judi tidak cukup dengan pemblokiran situs, pembekuan rekening, melakukan edukasi yang sifatnya parsial, atau sanksi yang belum memberi efek jera bagi pelaku.
Keliru jika hanya memandang judi adalah perbuatan individu atas kehendaknya sendiri. Perlu kita telusuri faktor yang melatarbelakanginya. Bisa karena tuntutan ekonomi, lingkungan yang buruk, sanksi yang belum memberi efek jera. Semua ini menjadi tanggung jawab negara untuk dituntaskan.
Dalam Islam, perjudian adalah haram. Maka negara harus mencegah dan melindungi warga negaranya dari perbuatan yang haram. Sebab fungsi negara dalam islam tidak hanya melayani dan mengurusi berbagai urusan rakyat, tetapi juga menjaga warganegara dari perilaku maksiat.
Firman Allah SWT, " Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. "(TQS Al-Maidah:90).
Adapun mekanisme kebijakan secara preventif dan kuratif dalam mengatasi perjudian didalam Khilafah adalah.
Pertama, membina masyarakat dengan penanaman akidah Islam melalui sistem pendidikannya. Menyebarluaskan pemahaman melalui media massa dan media sosial tentang hukum syara termasuk didalamnya keharaman judi beserta kerugiannya secara masif.
Kedua, memberdayakan pakar informatika untuk memutus seluruh jaringan judl agar tidak masuk ke wilayah Khilafah. Negara memberi gaji yang sepadan agar mereka bekerja secara optimal.
Ketiga, mengaktivasi polisi digital yang bertugas mengawasi kegiatan dan lalu lintas masyarakat di dunia siber sehingga dapat mencegah masyarakat mengakses situs judi.
Keempat, menindak tegas para bandar serta pelaku judi dengan hukuman yang berefek jera. Sanksi yang diberikan berupa sanksi takzir, sesuai kebijakan qodi dalam memutuskan perkara tersebut menurut kadar kejahatannya.
Kelima, negara menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat agar terwujud kesejahteraan. Membuka lapangan kerja yang luas, memberi bantuan modal kerja berupa modal usaha atau tanah mati yang bisa dikelola masyarakat sebagai sumber mata pencaharian. Dengan begitu, masyarakat akan tersibukkan mencari harta halal ketimbang memilih jalan instan yang diharamkan.
Demikianlah, kesempurnaan Islam mampu memberikan solusi bagi seluruh masalah kehidupan. Maka jika ingin keluar dari jeratan judol, kemiskinan, dan kesulitan hidup lainnya. Bersegeralah meninggalkan demokrasi kapitalisme dan kembali kepada Islam.
Waalahuallam bishawab.