| 275 Views

Cara Islam Mengelola Tambang

Oleh : Elis Bunda Shaci

Pemerintah telah mengeluarkan peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara pada 30 Mei 2024. Yang memberikan prioritas kepada ormas keagamaan untuk mendapatkan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).

Rencana pemerintah bagi-bagi IUP disinyalir kuat merupakan jurus “politik balas budi” bagi ormas yang telah mendukung rezim. Pada 2021, di hadapan pertemuan anggota sebuah ormas keagamaan, Presiden Jokowi menawarkan konsesi pertanian hingga tambang kepada generasi muda ormas tersebut.

Lahan tambang yang akan diberikan izin usahanya kepada ormas keagamaan adalah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) generasi I, yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.

Lahan itu dialokasikan kepada enam ormas yang menjadi pilar atau terbesar di masing-masing agama, meliputi Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Kristen (Persatuan Gereja Indonesia), Katolik (Kantor Waligereja Indonesia), Hindu, dan Buddha. 

Pemerintah ingin meningkatkan dan mendorong kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi ormas keagamaan. Diharapkan dengan mengelola tambang, ormas keagamaan dapat mandiri secara ekonomi, memberikan dampak positif dalam menjalankan berbagai program sosial bagi anggotanya dan masyarakat sekitar wilayah tambang. 

Faktanya, saat ini penguasa tidak peduli bahwa kebijakannya akan berdampak buruk pada rakyat. Selama ini, ketika pertambangan dilakukan oleh perusahaan yang memang bergelut pada bidang tambang saja sudah menyebabkan kerusakan yang luar biasa, apalagi jika dikelola oleh ormas yang tidak biasa bergerak di sektor pertambangan. Bisa diprediksi, kerusakan lingkungan akan makin ugal-ugalan. Dampaknya, rakyat akan makin waswas terhadap bencana yang dihasilkan. Saat ini bencana banjir bandang dan longsor sudah kerap terjadi karena faktor kerusakan lingkungan.

Dalam sistem hari ini karena sumber daya alam kita dikelola dengan sistem ekonomi kapitalisme yang membolehkan penguasaan individu (swasta) terhadap tambang dengan deposit besar.  Dalam sistem kapitalisme, harta milik umum akan dikuasai segelintir individu dan kelompok. Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang mendudukkan kepemilikan harta pada pemiliknya masing-masing. Ada kepemilikan individu, umum, dan negara. Kepemilikan umum yang meliputi tambang dengan deposit besar tidak boleh dikuasai individu, yaitu korporasi swasta.

Dalam sistem Islam, tambang dengan deposit besar merupakan milik umum, yakni milik rakyat secara keseluruhan. Adapun pengelolaannya dilakukan oleh negara. Hasil pengelolaan tambang tersebut wajib dikembalikan kepada rakyat untuk kemaslahatannya, bisa berupa produk jadi seperti migas, maupun berupa layanan publik, seperti penyediaan pendidikan dan kesehatan secara gratis untuk seluruh rakyat. Dalam Islam, politik ditujukan untuk riayah (mengurusi urusan rakyat) berdasarkan syariat Allah Taala. Setiap kebijakan penguasa ditujukan untuk menyejahterakan rakyat individu per individu, bukan untuk kepentingan pribadi pejabat dan kroninya. Dengan demikian, terwujud kesejahteraan yang merata. Dengan pengaturan Islam ini, akan terwujud kesejahteraan bagi seluruh rakyat, bukan hanya untuk pejabat. 

Wallahualam bissawab.


Share this article via

106 Shares

0 Comment