| 98 Views
Bencana Melanda, Saatnya Muhasabah Bersama

Oleh : Atiqoh Shamila
Bencana alam banjir bandang yang meluluhlantakkan Kabupaten Sukabumi pada 4 Desember 2024 lalu menyita perhatian banyak pihak termasuk aktivis lingkungan. Minimal, 39 kecamatan dan 176 desa terdampak bencana banjir, tanah longsor hingga pergerakan tanah. Ribuan warga mengungsi ke tempat yang aman, 10 orang meninggal dan dua dinyatakan hilang (detik.jabar; 14/12/2024)
Aktivis lingkungan hidup (Walhi) menemukan bahwa kerusakan hutan akibat aktivitas pertambangan emas, tambang galian kuarsa, dan proyek hutan tanaman energi (HTE) menjadi faktor utama terjadinya bencana tersebut. Beberapa temuan penting dari investigasi Walhi adalah, adanya degradasi hutan yaitu aktivitas pertambangan dan HTE telah menyebabkan kerusakan hutan yang parah di beberapa wilayah, termasuk Kecamatan Waluran Jampang. Terjadi pula pelanggaran Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi akibat pertambangan yang terjadi di beberapa wilayah.
Menurut Walhi sejumlah perusahaan diduga terlibat dalam aktivitas pertambangan ilegal di kawasan hutan. Dampaknya, terjadi banjir bandang yang memporak- porandakan Kabupaten Sukabumi, sehingga menyebabkan korban jiwa, kerusakan infrastruktur, dan kerugian ekonomi yang besar bagi masyarakat Sukabumi.
Terjadinya bencana akibat aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan telah nampak nyata saat ini. Penyebab bencana bukan sekadar faktor alam tapi karena ulah tangan-tangan manusia. Terjadi eksploitasi alam yang ugal-ugalan atas nama pembangunan, hal ini menunjukkan watak asli kapitalisme yang telah mengungkung negeri ini. Negeri yang gemah ripah loh jinawi telah berbalik menjadi negeri yang tidak sepi dari bencana.
Jika dicermati lebih dalam, pengelolaan sumberdaya alam di negeri ini tidak untuk kepentingan rakyat, tapi untuk kepentingan korporat. Hal ini melanggar ketentuan syariat, syariat Islam mengatur kepemilikan ada tiga jenis, kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Sumberdaya alam merupakan kepemilikan umum yang dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat. Jika pengelolaan SDA diserahkan pada korporasi atau bahkan pada asing, maka rakyat hanya akan kebagian dampaknya, seperti yang terjadi saat ini.
Jamak diketahui banyak pelanggaran syariat yang terjadi hari ini, baik di level individu, masyarakat maupun negara. Kehidupan tidak diatur dengan syariat yang benar yaitu syariat Islam sehingga yang terjadi adalah kesempitan hidup, baik itu berupa bencana alam maupun musibah yang menimpa individu. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Thaha (20); 124:
_Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta_".
Dalam ayat yang lain Allah SWT juga berfirman:
_Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan Allah_ (QS. Ar-rum: 41-42)
Jelaslah bahwa ulah manusia yang menjadi penyebab berbagai kerusakan yang terjadi di darat dan bahkan di laut. Tabiat manusia yang tidak diatur dengan syariat Islam niscaya akan mendatangkan kehancuran, cepat atau lambat.
Saatnya muhasabah dan bertobat dengan berupaya agar syariat segera tegak di bawah kepemimpinan Islam. Kepemimpinan hari ini adalah kepemimpinan kapitalisme yang menuhankan materi, mengabaikan syariat Allah swt, tidak peduli halal dan haram, pahala dan dosa pun tidak menjadi pertimbangan.
Sistem kapitalisme telah membuat pemimpin menjadi sosok yang otoritarian, kebijakan dibuat seolah-olah pro rakyat padahal sejatinya mereka hanyalah regulator kebijakan untuk para kapital. Hutan di eksploitasi secara berlebihan atas nama pembangunan. Pemeliharaan Daerah Aliran Sungai seharusnya bisa dilakukan untuk mencegah banjir namun anggarannya justru di korupsi dialihkan untuk tunjangan pejabat dan sebagainya. Ini adalah bentuk kedzaliman akibat seorang pemimpin tidak menggunakan syariat Islam dalam mengatur negara. Berbagai pelanggaran hukum inilah yang mengantarkan terjadinya bencana dimana-mana.
Kepemimpinan Islam akan membangun tanpa merusak sehingga bencana bisa diminimalisir. Negara berperan sebagai raa'in (pelayan) dan junnah sehingga rakyat hidup sejahtera penuh berkah. Pemimpin dalam Islam sangat paham bahwa segala kebijakan yang diambil kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Pemahaman ini akan mengantarkan pada ketaatan terhadap semua perintah dan larangan Allah, apalagi dalam hal mengatur negara karena kemaslahatan rakyat ada di pundaknya.
Dengan karakter pemimpin seperti ini bencana dapat diminimalisir dan keberkahan dari langit pun dapat kita rasakan, sebagaimana firman Allah SWT
_Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan_
(QS. Al-A’raf:96)
Saatnya kembali pada Islam agar rahmatan lil alamin dapat kita rengkuh bersama
Wallahu a’lam bisshawab