| 586 Views

Benarkah Kurikulum Merdeka Menjadi Harapan Pendidikan Semakin Maju?

Oleh : Arista Yuristania
Aktivis Muslimah

Pada tanggal 02 Mei 2024 diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Peringatan ini dijadikan sebagai bukti kepedulian pemerintah akan pentingnya pendidikan di Indonesia. Seorang Kepala Sekolah SMA Al-Amanah, Ciwidey, Drs. Agus Hermawan M.Si mengatakan bahwa IPM (Indeks Pembangunan Manusia) bidang pendidikan Kabupaten Bandung di tahun 2023 mengalami kenaikan di semua tingkatan. (media kasasi.com/22 April 2024).

Hal tersebut apakah sinkron dengan meningkatnya kualitas generasi? Saat ini Kurikulum Merdeka telah ditetapkan secara resmi menjadi kerangka dasar dan struktur kurikulum untuk seluruh satuan pendidikan di Indonesia. (www.kurikulum.kemendikbud.go.id). 

Pengesahan kurikulum tersebut, telah menimbulkan berbagai reaksi khususnya sebagai guru yang memiliki peran utama dan memiliki tanggung jawab besar dalam proses pembelajaran. Dikarenakan kurikulum tersebut dianggap masih belum bisa memberi kejelasan sebagai kurikulum. Para pelajar diarahkan pada kemampuan daya saing akan sesuatu yang bersifat materi, tetapi melupakan aspek pembinaan agama/mental. Apalagi saat ini kita dapat melihat keburaman potret pendidikan dalam segala aspek yang dilakukan guru maupun siswa. Di kalangan pelajar, moral mereka makin terdegradasi, kehidupan pelajar diliputi dengan berbagai kemaksiatan seperti pergaulan bebas, kebiasaan menyontek, miras, narkoba, perundungan, hingga tawuran. Selain itu juga guru yang semakin kehilangan fungsinya sebagai pendidik generasi. Guru seolah-olah hanya sebagai penyampai pelajaran saja, tapi gagal menjadi teladan yang mampu membentuk karakter mulia pada diri pelajar.  Bahkan dalam beberapa kasus guru malah terlibat dalam aksi pencabulan dan perundungan terhadap siswanya. 

Kondisi tersebut tentu memunculkan pertanyaan atas kurikulum pendidikan yang diterapkan saat ini. Berbagai fakta buruk saat ini menjadi bukti kegagalan sistem pendidikan sekuler yang ditetapkan. Bahkan perubahan kurikulum pendidikan menjadi kurikulum Merdeka Belajar diduga akan memperkuat sekularisasi pendidikan di tanah air yang kita dapati dalam kurikulum Merdeka Belajar. 

Meski kurikulum ini dipandang sebagai terobosan karena berbasis pada kemudahan pembelajaran dan minat siswa, akan tetapi kurikulum ini tetap memandang ilmu sebagai sumber materi. Ilmu yang seharusnya didedikasikan untuk membangun peradaban mulia, tetapi di bawah sistem sekuler, ilmu didedikasikan hanya untuk meraih capaian-capaian materi. Tak heran potensi para intelektual saat ini dibajak untuk menjadi buruh para kapital. Oleh karena itu kurikulum Merdeka Belajar justru akan menguatkan sekulerisme dan kapitalisme dalam kehidupan. Melahirkan generasi yang buruk kepribadiannya dan menjadikan generasi terjajah budaya barat yang rusak dan merusak. 

Pendidikan adalah salah satu aspek strategis yang menentukan masa depan generasi dan bangsa. Oleh karena itu perhatian Islam akan pendidikan sangatlah besar. Sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki aturan lengkap yang mampu memecahkan problematika manusia dalam kehidupan, salah satunya adalah sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam sangat berlawanan dengan sistem pendidikan sekuler-kapitalisme. Sistem pendidikan Islam dibangun di atas Akidah Islam yang memandang bahwa Allah adalah Al Kholik sekaligus Al Mudabir, yaitu pencipta dan pengatur kehidupan manusia. 

Islam menargetkan terbentuknya generasi berkualitas, beriman, bertakwa, terampil dan berjiwa pemimpin. Serta menjadi problem solver. Generasi yang seperti ini hanya akan lahir dari sistem pendidikan yang kurikulumnya disusun berasaskan Akidah Islam. Sebagai pihak yang diberi amanah melayani dan mengurus umat, maka negara memiliki tanggung jawab menyusun kurikulum pendidikan Islam dalam rangka melahirkan generasi berkualitas dan menjadi agen perubahan yang mampu membangun peradaban mulia. 

Dalam Islam, ilmu ditempatkan pada posisi mulia. Allah memuliakan Ilmu juga para ahli ilmu. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِذَا قِيْلَ لَـكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَا فْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَـكُمْ ۚ وَاِ ذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَا نْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ ۙ وَا لَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 11)

Ilmu memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Rasulullah saw. mengibaratkan ilmu laksana air hujan sebagaimana sabda beliau:
"Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang dengannya aku diutus Allah seperti air hujan yang menyirami bumi." (HR. Bukhari) 

Dalam Islam, ilmu tidak berdiri sendiri tetapi wajib disandingkan dengan iman. Ilmu dan iman adalah dua hal penting untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pendidikan, yakni terbentuknya manusia yang berkepribadian Islam. Oleh karena itu dalam menyusun kurikulum pendidikan, negara akan mewajibkan pembelajaran ilmu (tsaqofah) Islam secara menyeluruh dan ilmu-ilmu saintek yang membawa kemaslahatan dalam kehidupan manusia. Dengan ilmunya para pelajar/intelektual akan hadir memberi solusi dengan keimanannya. Mereka Paham bahwa ilmunya wajib berdimensi akhirat. Pada akhirnya ilmu yang mereka miliki tidak akan dibiarkan dikuasai harta dan diabdikan untuk kepentingan segelintir orang. Dengan ilmu yang didapatkan pelajar, sudah selayaknya mereka menjadi penerang bagi gelapnya kebodohan. Sekaligus pemberi solusi atas berbagai masalah masyarakat. Hanya saja semua ini hanya akan terealisasi dalam negara yang menerapkan Islam Kaffah. 

Wallohu alam bishawaab.


Share this article via

74 Shares

0 Comment