| 328 Views
Beban Rakyat Makin Berat; Pajak Kian Menjerat

Oleh : Alfiah, S.Si.
Malang nian menjadi rakyat di negeri ini. Meski sumber daya alamnya berlimpah namun tidak memberikan berkah bagi kesejahteraan rakyatnya. Justru yang banyak menikmati hasil sumber kekayaan alam adalah para mafia pengusaha dan penguasa yang culas dan nir empati. Bagaimana tidak? Di tengah berbagai himpitan hidup yang kian kusut, rakyat justru dibebani oleh pajak yang beraneka ragam dan semakin lama semakin tinggi persentase kenaikannya. Sementara koruptor yang merugikan negara 300 triliun justru hanya dipidana 6,5 tahun penjara. Ini tentu melukai rasa ketidakadilan masyarakat.
Kengototan pemerintah sejak awal menetapkan kebijakan menaikkan Pajak Penambahan Nilai (PPN) 12 persen adalah bukti kebijakan anggaran pemerintah yang semakin tidak berpihak kepada rakyatnya sendiri. Padahal dalam kurun waktu dua tahun 60 perusahaan tekstil lokal berdarah-darah bahkan gulung tikar. Ketua Umum APSyFI (Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia), Redma Gita Wirawasta mengungkapkan bahwa sepanjang dua tahun terakhir, impor ilegal membanjiri pasar domestik. Akibatnya tahun 2024, 60 pabrik tutup dan 250.000 Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).(finance. detik.com, 23/12/2024)
Banyaknya perusahaan yang gulung tikar tentu berdampak pada PHK massal. PHK massal jelas akan meningkatkan jumlah pengangguran. Minimnya lapangan pekerjaan, nasib honorer yang tak jelas dan bergaji rendah, jelas akan berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat. Kebijakan PPN 12 persen justru akan semakin memperburuk keadaan. Kelas menengah bakal turun kasta. Padahal yang membuat perekonomian suatu negara berjalan baik adalah banyaknya kelas menengah karena sebagai bantalan ekonomi nasional.
Alih-alih mengelola sumber daya alam yang berlimpah secara mandiri justru sumber daya alam yang ada di Indonesia banyak dikuasai oleh asing. Akibatnya kekayaan alam yang berlimpah baik emas, nikel, tembaga, batubara, minyak bumi, dan sumberdaya alam hayati lain yang seharusnya bisa membuat negeri ini kaya dan sejahtera, malah tak mampu menjamin kemakmuran. Utang negara kian menggunung, kerusakan alam akibat eksploitasi sumberdaya alam kian parah. Rakyat hanya mendapat getahnya. Ibarat ayam mati di lumbung padi. Sudahlah tak dapat apa-apa, justru negara memalak dengan pajak yang beraneka rupa. Dengan dalih demi pembangunan dan keadilan.
Padahal kalaulah negeri ini dikelola dengan benar negara bisa dibangun tanpa pajak. Rakyat bisa sejahtera tanpa pajak. Syaratnya tentu dengan meninggalkan sistem ekonomi kapitalisme neoliberal yang diterapkan di negeri ini yang berpijak pada kebebasan kepemilikan (freedom of ownership). Negara saat ini tidak memiliki kekuasaan atas sumber daya alam. Sumber daya alam yang ada malah diserahkan kepada pihak swasta (asing dan aseng). Sebaliknya, negara hanya menjadi regulator pasar, bukan pelaku utama perekonomian.
Akibatnya, untuk membiayai pembangunan, negara menarik pajak dari rakyat. Rakyat justru dipalak secara zalim . Rasulullah saw. telah melarang pungutan pajak atas rakyat dan mengancam pemungutnya. Rasulullah saw. bersabda: "Tidak akan masuk surga pemungut pajak (cukai)" (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim)
Membangun Negara Tanpa Pajak
Sebagai ganti dari sistem kapitalisme liberal adalah dengan menerapkan sistem pemerintahan Islam. Sistem ekonomi Islam menawarkan alternatif solusi melalui mekanisme anggaran pendapatan belanja negara atau APBN yang tidak berbasis pada pajak. Pajak seperti model kapitalisme hukumnya haram. Selain itu dalam ajaran Islam penguasa adalah pelayan atau pengurus rakyat. Pengurus rakyat tentu tidak pantas memalak rakyatnya dengan aneka pajak.
Negara dalam sistem Islam berperan sebagai pengayom yang melayani masyarakat dengan riayah yang sebaik-baiknya bukan sebagai pemalak harta rakyatnya dengan berbagai alasan. Islam membolehkan negara mengambil pajak hanya ketika kondisi APBN dalam keadaan kosong. Itu pun hanya dipungut insidental atau sementara kepada sebagian warga yang muslim saja yang memiliki kelebihan harta bukan kepada semua warga.
Khilafah Islam akan menerapkan sistem ekonomi Islam. APBN negara dikelola sesuai dengan syariat Islam baik yang terkait dengan pendapatan maupun pengeluaran. Diantara pendapatan negara antara lain harta rampasan perang (Anfal, ghanimah, fai dan khusus), pungutan dari tanah kharaj, pungutan dari non muslim atau jizyah, harta milik umum, harta milik negara, harta yang ditarik dari perdagangan luar negeri (usyr), harta yang disita dari pejabat dan pegawai negara karena diperoleh dengan cara haram, zakat dan sebagainya. Sumber terbesar APBN adalah harta milik umum seperti laut, danau, sungai, tambang, hutan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW : "Manusia berserikat dalam tiga hal air, padang rumput dan api." (HR abu Daud.
Dalam konteks Indonesia, potensi pendapatan negara dari harta milik umum sangatlah besar. Contohnya dari minyak mentah, gas alam, batubara, emas, tembaga, nikel. Kalau ditotal itu memperoleh laba Rp. 2.698 triliun. Kekayaan negara dari hasil hutan bisa diperoleh Rp 2.000 triliun. Sementara potensi ekonomi kelautan seperti perikanan tangkap, budidaya, bioteknologi kelautan dan sebagainya bisa meraup pendapatan Rp 20.795 triliun. Jika 10% dari potensi itu dapat dikelola oleh perusahaan negara maka potensi penerimaannya mencapai Rp. 2.079 triliun. Jika diasumsikan harga pokok produksi mencapai 50%, maka laba dari sektor kelautan yang masuk ke APBN mencapai sekitar Rp. 1.040 triliun. (Al-Waie, Januari 2025)
Berdasarkan perhitungan atas beberapa sumber penerimaan APBN di atas, maka potensi pendapatan dari harta milik umum dapat diperoleh laba sebesar Rp. 5.510 triliun. Padahal masih ada sumber pendapatan lain yang juga memiliki potensi penerimaan yang cukup besar. Jadi negara tak perlu memungut pajak dari rakyat ataupun berutang ke luar negeri.
Walhasil pembangunan bisa dilakukan oleh negara meskipun tanpa pajak. Pembangunan dalam Islam menggunakan kebijakan APBN sesuai syariat Islam. APBN tidak pernah mengalami defisit anggaran karena ditopang oleh kekayaan negara yang sangat berlimpah terutama sumber daya alam dan sektor-sektor lainnya pengelola perekonomian dalam Islam termasuk pengelolaan APBN-nya wajib mengacu pada aturan-aturan dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Sejarah mencatat bagaimana Khilafah Islam selama lebih dari 13 abad berhasil menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyatnya tanpa memalak mereka dengan aneka pajak yang menyengsarakan. Wallahu a'lam bishawab.