| 25 Views
Banjir Berulang, Bikin Malang

Oleh : Neng Syarifah S.Ag
Pegiat literasi
Sangat disayangkan pasalnya, dikutip dari laman tirto.id bahwa, Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, ia menuding program pembukan lahan 20 juta hektare hutan menjadi lahan untuk pangan, energi, dan air, merupakan pemicu terjadinya banjir di sejumlah wilayah Jabodetabek, Senin (4/3/2025)
Menurut Firman, pembukan hutan menjadi lahan di puncak Bogor membuat kawasan hijau menjadi gundul, sehingga menyebabkan air hujan tak bisa diserap dengan baik.
"Maka dari itu, firman memandang program bagi-bagi lahan hutan harus berhenti, ya, kemarin yang sudah dilakukan pemerintah itu," kata Firman di Kompleks MPR/DPR, tegasnya. Pada Kamis (6/3/2025).
Disisi lain, pada berita satu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menyatakan, banjir yang melanda wilayah Bekasi, Jawa Barat, menyebabkan 114 gedung sekolah mengalami kerusakan.
Bahkan, Fasilitas pendidikan yang terdampak mencakup tingkat SD hingga SMA, baik di wilayah Kota maupun wilayah Kabupaten Bekasi.
Lebih lanjut, melalui laman tribun jabar.id Peneliti ahli madya dari pusat riset limnologi dan sumber daya air BRIN, Yus Budiono menyebut ada empat faktor banjir di wilayah Jabodetabek, yakni penurunan muka tanah, perubahan tata guna lahan, kenaikan muka air laut, dan fenomena cuaca ekstrem.
Dari Hasil risetnya menyebutkan, penyebab utama meningkatnya resiko banjir di Jabodetabek ialah penurunan muka tanah yang berkontribusi sampai 145 persen terhadap peningkatan resiko banjir.
Lalu, perubahan tata guna lahan, saat ini tak terkendali sehingga meningkatkan resiko banjir sampai 12%, sementara kenaikan muka air laut hanya berdampak tiga persen.
Banjir yang terus berulang, akhirnya membuat warga meluapkan kekesalanya, seperti keluarga Happy misalnya, Selama 11 tahun tinggal di Pekayon, Bekasi Selatan, keluarga Happy (32) sudah beberapa kali menjadi korban banjir.
Bagi Happy "Setiap lima tahun pasti kena banjir. Tahun 2016, 2020 dan paling baru 2025 ini," papar warga Perumahan Jaka Kencana itu kepada BBC News Indonesia pada Rabu (05/03).
Ibu beranak satu yang bekerja sebagai karyawan hotel itu menyebut banjir pada Senin (03/03) adalah yang paling membuatnya trauma.
"Aku merasa marah banget. Evakuasi sambil bawa bayi itu pengalaman yang cukup menakutkan," tutur Happy yang mengkhawatirkan keselamatan putranya.
Bencana banjir yang terjadi berulang, tentu harus dicari akar masalahnya. Karena hal tersebut bukanlah sekadar problem teknis, tapi sistemis.
Hal ini disebabkan, justru. Akibatnya kebijakan berparadigma kapitalistik yang menghantarkan rakyat pada konsep pembangunan yang abai pada kelestarian lingkungan dan keselamatan manusia
Dengan mitigasi yang lemah, akhirnya banjir tidak bisa tercegah, dan rakyat pun hidup makin susah.
Padahal pembangunan haruslah memiliki paradigma yang tepat, sehingga tidak hanya memudahkan kehidupan manusia, namun juga menjaga kelestarian alam.
Islam sebagai agama yang sempurna memberikan arahan pada negara bagaimana kiranya membangun negara dengan tepat, Dengan menjadikan posisi penguasa sebagai raa’in, maka penguasa akan terus mengurus rakyat dengan baik sehingga terciptalah kehidupan rakyat yang lebih sejahtera, aman dan nyaman, serta terhindar dari banjir.
Ditegaskan Rasulullah ﷺ melalui lisannya yang mulia, yang artinya, “Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan pengembala, dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya” (HR Bukhari).
Tidak cukup hanya disitu Penguasa juga akan menerapkan Islam sebagai asas konsep pembangunan dan melakukan mitigasi yang kuat untuk mencegah terjadinya bencana khususnya banjir.
Wallahu alam bishawab.