| 13 Views
Anak Nakal Masuk Barak, Bisakah Berubah ?

Oleh : Ummi Balqis
Aktifis Dakwah
Gubernur Jawa Barat yang biasa dikenal dengan Kang Dedi Mulyadi atau disebut KDM mendapatkan perhatian penuh dari publik karena kebijakan yang beliau lakukan. Di antaranya membongkar tempat wisata di pegunungan, bangunan di atas sungai, pelarangan naik sepeda motor ke sekolah, acara perpisahan sekolah yang berlebihan, hingga ranah anak nakal masuk barak militer.
KDM melihat bahwa permasalahan di kalangan remaja sudah parah karena sudah masuk ke ranah kriminalitas, penganiayaan, pelecehan, hingga pembunuhan. Hal ini jika terus dibiarkan, maka bisa dipastikan Indonesia akan kehilangan generasi yang memiliki sifat azasi manusia. Mereka harus dimasukkan ke dalam barak militer. Hal itu disay KDM dalam akun media sosial resmi miliknya yang dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (29/4/2025).
Kebijakan tersebut sudah berjalan satu minggu di Provinsi Jawa Barat, tepatnya di Kabupaten Purwakarta yang telah diikuti 39 siswa, di barak Resimen 1 Sthira Yudha.
Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin. TNI dan Polri menyambut baik adanya kebijakan ini dan memperbolehkan TNI dan Polri ikut menyukseskan kebijakan tersebut asal tidak melupakan tugas utamanya.
Di lain sisi, seorang wali siswa di Babelan, Kabupaten Bekasi, Adhel Setiawan tidak setuju dengan kebijakan ini. Adhel kemudian melaporkan KDM. Adanya pelaporan ini dilakukan karena Adhel menilai tidak seharusnya pendidikan untuk anak dilakukan menggunakan cara militer. Bahkan, kebijakan itu menurutnya belum memiliki garansi jaminan hasil mampu mengubah anak bermasalah menjadi anak yang baik. Kebijakan tersebut sudah berjalan satu minggu di Provinsi Jawa Barat, tepatnya di Kabupaten Purwakarta yang telah diikuti 39 siswa, di barak Resimen 1 Sthira Yudha.
Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin. TNI dan Polri menyambut baik adanya kebijakan ini dan memperbolehkan TNI dan Polri ikut menyukseskan kebijakan tersebut asal tidak melupakan tugas utamanya.
Di lain sisi, seorang wali siswa di Babelan, Kabupaten Bekasi, Adhel Setiawan tidak setuju dengan kebijakan ini. Adhel kemudian melaporkan KDM. Adanya pelaporan ini dilakukan karena Adhel menilai tidak seharusnya pendidikan untuk anak dilakukan menggunakan cara militer. Bahkan, kebijakan itu menurutnya belum memiliki garansi jaminan hasil mampu mengubah anak bermasalah menjadi anak yang baik. (tirto.id, 9/05/2025).
Permasalahan remaja sejatinya bukan hanya bercerita tentang bagaimana solusi untuk mengubah atau mengobati kenakalan mereka. Namun, seharusnya kita melihat penyebab dan mulai menganalisis kembali apa yang menjadi penyebab dari kenakalan remaja yang sangat memperihatinkan hari ini.
Selayaknya ingin mengobati penyakit medis, para dokter tidak hanya fokus mengobati bagian yang sakit, tetapi juga mencari akar dari timbulnya penyakit tersebut, sehingga tidak salah penanganan yang dijalankan. Begitu juga seharusnya seorang pemimpin, bukan hanya fokus pada kebijakan yang memuat solusi, tetapi juga harus fokus pada akar permasalahan remaja yang terjadi hari ini.
Penyebab kenakalan remaja dapat dikategorikan menjadi dua faktor utama, yaitu;
Pertama, faktor internal, yaitu adanya krisis identitas dan kontrol diri yang lemah.
Kedua, faktor eksternal diri, seperti peran keluarga, kurangnya perhatian, kasih sayang, serta pengawasan terhadap aktivitas dan pergaulan anak. Selain itu, ada juga konflik yang terjadi di dalam keluarga, perceraian, bahkan kurangnya komunikasi yang baik antara orang tua dan anak, pengaruh teman, media, baik games ataupun konten–konten yang di lihat, serta kondisi ekonomi rumah tangga. Maka, dalam hal ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa penyebab terbesar seorang anak melakukan kenakalan adalah bersumber dari dalam rumah. Inilah buah dari sistem kapitalisme yang terus tumbuh di tengah–tengah masyarakat.
Sistem kapitalis yang berorientasi pada manfaat menjadikan manusia bersikap individualis, yang artinya fokus kepada diri sendiri. Sikap ini mampu menghilangkan empati dalam diri manusia.
Kapitalis juga berjaya menghasilkan pemikiran sekuler yang memberikan kebebasan dan pemisahan antara kehidupan dunia dari aturan agama, sehingga agama hanya sebatas keyakinan tanpa mengikuti aturan, sehingga manusia bebas melakukan apa pun. Kedua hal ini mengakibatkan terjadinya krisis identitas pada remaja, tidak terjawabnya al uqdatul kubra (tiga pertanyaan mendasar yang ada pada diri manusia).
Bukan hanya itu, sistem kapitalis juga menuntut orang tua, yakni ayah dan ibu untuk bekerja agar terpenuhi seluruh kebutuhan di rumah. Akibatnya, ibu dan ayah sibuk di luar, sementara itu anak kehilangan peran mereka.
Lantas, benarkah kebijakan memasukkan mereka ke barak akan menjadi solusi? Untuk sementara waktu, mungkin anak berubah, tetapi untuk jangka panjang, ini bukanlah solusi. Karena, permasalahan sebenarnya berada dalam sistem hari ini, yaitu kapitalisme.
Maka, jika mereka keluar dari barak dan kembali ke rumah, bisa saja kenakalan itu akan terjadi kembali atau bahkan lebih fatal dari sebelumnya. Maka, jelas bahwasanya kita membutuhkan solusi yang sebenarnya agar kelak generasi emas terwujud. Dengan demikian, kita akan terhindar dari kenakalan remaja.
Adapun solusi terbaiknya adalah membuang sistem kapitalisme dan menggantinya dengan sistem Islam. Islam secara sempurna menjelaskan bagaimana menjadi seorang muslim.
Manusia memiliki kesadaran bahwa dirinya adalah ciptaan Sang Khalik. Tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah. Manusia sadar bahwasanya semua akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Hal ini akan menjadikan seorang muslim mempunya identitas yang khas serta mempu menjadi manusia yang bertanggung jawab.
Dalam sistem Islam (Daulah Khilafah), ketakwaan individu akan dibangun sejak masih kanak–kanak. Penanaman akidah yang kuat akan menjadikan generasi mengenal Rabb-nya dan tujuan kehidupannya.
Bukan hanya itu, negara nantinya juga akan menjamin kesejahteraan masyarakat, pendidikan, kesehatan, bahkan kemudahan seorang ayah dalam mencari pekerjaan guna memenuhi kebutuhan keluarga. Ini menjadikan seorang ibu dapat fokus dengan tumbuh kembang anak, sehingga anak akan terpenuhi kebutuhan kasih sayang maupun kebutuhan hidupnya. Anak tidak lagi perlu melakukan kenakalan hanya untuk mendapatkan perhatianjjn orang tua. Mereka akan fokus dengan pendidikan dan juga cita–citanya.
Wallahu a’lam bis shawab.