| 266 Views

Wakil Rakyat Terlibat Judol, Kok Bisa?

Oleh : Nina Nurhasanah
Aktivis Dakwah
 
Berdasarkan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis (PPATK), bahwa jumlah anggota DPR yang diduga bermain judi online ternyata mencapai 82 orang. Ternyata jumlah itu lebih banyak dari yang diungkapkan oleh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Namun laporan dugaan anggota DPR bermain judi online tersebut diklarifikasi oleh Habiburrahman, bahwa laporan itu ada pada masa pandemi covid 19.
 
"laporan itu seingat saya di masa pandemi itu, jadi ketika sudah zaman saat ini saya bukan pimpinan lagi di MKD, Setahu saya tidak ada laporan seperti itu". Demikian ujar wakil ketua umum partai Gerindra itu dalam program Kompas malam di Kompas TV, Senin 17/ 6/ 2024 (Sumber Jakarta Pusat www.kompas.com ) 
Ada fakta yang lebih mencengangkan lagi terkait judi online yang diduga dilakukan oleh para wakil rakyat, yaitu ada 1000 anggota dewan di pusat dan daerah . Hal ini terungkap dalam rapat Komisi 3 DPR RI dengan PPATK pada Rabu (26/6/2024). 
 
"jadi ada Lebih Dari 1000 orang itu di DPR DPRD sama sekretariat ada, lalu transaksi yang kami potret itu lebih dari 63.000 transaksi yang dilakukan oleh mereka-mereka itu. " ujar Ivan di komplek parlemen Jakarta Pusat. 
Ivan menambahkan lagi setiap anggota lagi dapat menyetorkan uang deposit dari ratusan jutaan hingga 25 miliar. 
 
Ivan merespon pernyataan wakil ketua 3 DPR Habiburrahman dengan memberikan data tersebut karena adanya pernyataan Habiburrahman yang ingin mengkonfirmasi adanya atau tidaknya aliran dana judi online yang melibatkan anggota DPR. 
 
Indonesia darurat judi online
 
Wajib kita ketahui Dan sadari bahwa judi online benar-benar telah merusak sendi-sendi kehidupan keluarga, sesama anggota keluarga, dan lingkungan.
 
Dan yang lebih mirisnya lagi ini dilakukan oleh para wakil rakyat kita anggota DPR, akan dibawa ke mana negara ini jika wakil rakyatnya saja sampai tidak punya malu untuk melakukan perbuatan tercela seperti judi online.
 
Perlu kita telusuri Apa faktor penyebab sehingga wakil rakyat anggota DPR bisa terlibat judi online menurut studi:
  1. Faktor sosial dan ekonomi. Adanya anggapan dan pendapat judul lebih mudah mendapatkan keuntungan lebih singkat sederhana dan mendapat keuntungan yang lebih besar lebih cepat kaya, ini tak lepas karena faktor sosial dan ekonomi yang melatarbelakangi pelaku.
  2. Faktor situasional. Jiwa konsumtif dan mendapatkan uang secara instan dengan cara mudah ditunjang dengan pemasaran seperti iklan yang beredar dan mudah didapatkan. Faktor situasional ini yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan judul karena didukung oleh keadaan terlilit utang atau membutuhkan uang ingin cepat kaya tetapi pada fakta para pelaku judul akan kehabisan uang hingga ludes.
  3. Faktor coba-coba. Awalnya coba-coba akhirnya penasaran dan yakin akan kemenangan bisa terjadi pada siapapun termasuk dirinya dan suatu saat akan menang dan terus akan penasaran mencoba hingga berulang kali
  4. Faktor persepsi tentang probabilitas kemenangan. Menurut penelitian, para penjudi online sulit meninggalkan perjudian biasanya cenderung memiliki persepsi yang keliru tentang kemungkinan untuk menang. Mereka pada umumnya merasa sangat yakin akan kemenangan yang akan diperolehnya. Meski pada kenyataannya peluang tersebut amatlah kecil karena keyakinan yang ada hanyalah suatu ilusi yang diperoleh dari evaluasi peluang berdasarkan sesuatu situasi atau kejadian yang tidak menentu dan sangat subyektif.
  5. Faktor keyakinan diri akan kemampuan diri di bidang teknologi. Penjudi yang merasa dirinya sangat terampil dalam salah satu atau beberapa jenis permainan judi akan cenderung menganggap bahwa keberhasilan/kemenangan dalam permainan judi adalah karena keterampilan yang dimilikinya. Bagi mereka kekalahan dalam perjudian tidak pernah dihitung sebagai kekalahan tetapi dianggap sebagai “hampir menang”, sehingga mereka terus memburu kemenangan yang menurut mereka pasti akan didapatkan.
Dalam sistem kehidupan yang berbasis ideologi kapitalisme perjudian legal karna mendatangkan keuntungan. Menguntungkan secara materi bagi bandar dan pemain yg menang, serta mendatangkan pajak untuk negara. 
Berbeda lagi dengan  syariah islam yang telah mengharamkan judi secara mutlak tanpa illat apapun juga tanpa pengecualian. 

"Hai orang-orang yang beriman, sungguh meminum khamar, berjudi, (berkorban) untuk berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syetan. Karna itulah jauhilah perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan” (Q.S Al Maidah : 90). 

Ayat tersebut mensejajarkan judi dengan minuman keras, berhala dan mengundi nasib (azlan) ini menunjukkan keharaman secara mutlak. 

Larangan berjudi dalam Islam bukanlah sekedar himbauan moral belaka. Allah Subhanahu wa ta'aalaa pun telah mewajibkan untuk menegakkan sangsi pidana uqubat terhadap pelakunya tanpa terkecuali baik itu rakyat biasa sampai pejabat sekalipun  yakni berupa ta'zir, yakni jenis sanksi bagi yang diserahkan keputusannya kepada khalifah atau kepada Qodhi (hakim).
 
Dari sangsi yang tegas terhadap pelaku judi, akan melahirkan jiwa-jiwa yang takut akan Tuhannya, terlebih itu kepada wakil rakyat yang notabene mereka harusnya mengurus urusan rakyatnya, bukan malah berbuat perbuatan tercela yaitu judi Online.

Karena itu pelaku kejahatan perjudian yang menciptakan kerusakan begitu dahsyat layak dijatuhi hukuman yang berat seperti dicambuk, dipenjara bahkan dihukum mati.

Hukum yang tegas ini adalah bukti bahwa syariah Islam berpihak kepada rakyat dan memberikan perlindungan kepada mereka. Dengan adanya pengharaman atas perjudian maka harta umat dan kehidupan sosial akan terjaga dalam keharmonisan. Umat juga akan didorong untuk mencari nafkah yang halal, tidak bermalas-malasan apalagi mengundi nasib lewat perjudian.

Negara juga harus hadir menjamin kehidupan rakyat seperti pendidikan yang layak hingga tingkat pendidikan tinggi, lapangan kerja yang luas serta jaminan kesehatan yang memadai secara cuma-cuma. Dengan perlindungan hidup yang paripurna dalam syariah Islam maka kecil peluang rakyat dan wakil rakyat sekalipun terjerumus ke dalam perjudian.

Semua ini hanya bisa terwujud dalam kehidupan yang ditata dengan syariah Islam di dalam naungan Khilafah, bukan dalam sistem kehidupan yang kapitalistik seperti hari ini. Dalam sistem kehidupan yang kapitalistik, negara minim hadir dalam kehidupan rakyat, sementara berbagai bisnis kotor seperti perjudian terus menjamur seperti tidak bisa dihentikan.
 
Wallahu ‘alam

Share this article via

54 Shares

0 Comment