| 53 Views

Wakil Rakyat, Benarkah Melayani Rakyat?

Oleh : Ratna Sari Dewi

Anggota DPR, DPD, dan MPR RI untuk masa jabatan tahun 2024-2029 resmi dilantik dalam sidang paripurna pada 1 Oktober 2024. Selain itu Puan Maharani resmi ditetapkan sebagai Ketua DPR RI dengan wakil Sufmi Dasco Ahmad dari fraksi Gerindra, Adies Kadir dari fraksi Golkar, Saan Mustopa dari fraksi NasDem dan Cucun Ahmad Syamsurijal dari fraksi PKB.

Sementara Ahmad Muzani dari fraksi Gerindra terpilih sebagai Ketua MPR RI dengan wakil Bambang Wuryanto dari PDIP, Kahar Muzakir dari Golkar, Lestari Moerdijat dari Nasdem, Rusdi Kirana dari PKB, Hidayat Nur Wahid dari PKS, Eddy Soeparno dari PAN, Edhie Baskoro Yudhoyono dari Demokrat dan Abcandra Akbar Supratman dari Kelompok DPD.

Menilik profil hingga komposisi anggota DPR, DPD dan MPR RI, Managing Editor CNBC Indonesia menyebutkan bahwa 50% lebih adalah anggota dewan lama sehingga diharapkan dapat lebih cepat menyelesaikan sederet Undang-undang yang belum disahkan pada periode sebelumnya.

Di sisi lain, Anggota DPR RI sebagai wakil rakyat dapat melaksanakan tugas utamanya terkait pengawasan, penganggaran dan legislasi dengan tetap mendahulukan kepentingan rakyat

Seperti apa editorial CNBC Indonesia melihat tugas wakil rakyat di DPR,DPD dan MRP RI periode 2024-2029? Selengkapnya simak ulasan Syarifah Rahma dengan Managing Editor CNBC Indonesia, Muhammad Iqbal dalam Squawk Box, CNBC Indonesia (Jum'at, 04/10/2024)

Sebanyak 580 calon legislatif (Caleg) terpilih sah dilantik menjadi Anggota DPR RI masa periode 2024-2029. Hal itu dipastikan setelah mereka menjalani sumpah janji yang dipimpin Ketua Mahkamah Agung RI, Syarifuddin.

Semula Syarifuddin mengajak semua Anggota DPR RI terpilih mengikuti kata-katanya ihwal sumpah janji jabatan.

"Patut saya ingatkan bahwa sumpah janji yang akan saudara-saudara ucapkan mengandung tanggung jawab terhadap bangsa dan negara RI. Tanggung jawab memelihara dan menyelamatkan Pancasila dan UUD RI tahun 1945," kata Syarifuddin di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (1/10/2024).

Anggota DPR adalah wakil rakyat dalam menyampaikan aspirasi rakyat. namun juga membuat aturan/ Undang-undang. Realita hari ini, ada banyak hubungan antara satu dengan yang lain, sehingga rawan konflik kepentingan. 

Namun, harapan itu kelihatannya butuh upaya ekstra dan pembuktian dari DPR. Pasalnya, politik dinasti diduga masih kental melekat pada DPR periode 2024-2029. Sejumlah anggota DPR terpilih diketahui memiliki hubungan keluarga atau kekerabatan dengan pejabat publik, elite politik, hingga sesama anggota DPR terpilih lainnya.

Apalagi hari ini bisa dikatakan tidak ada oposisi, semua menjadi koalisi. Siapa yang  berpihak pada rakyat kalau semua berada dalam satu barisan? Yang juga membela kepentingan oligarki. Rakyat terabaikan dan tak mampu melawan. Misi Tertentu
Hanya saja, lanjutnya, wakil rakyat itu bukan sekadar wakil, tetapi ia mau mengemban misi tertentu sesuai tugas pokok dan fungsi parlemen.

“Pertama, yang paling utama adalah check and balances atau legislasi, yaitu kewenangan membuat peraturan perundang-undangan. Kedua, budgeting, yaitu kewenangan untuk menyusun anggaran. Ketiga, check in balances atau bahasa agamanya melakukan amar makruf nahi mungkar.

Legislasi ini membutuhkan kecendekiawanan atau bekal ilmu untuk bisa memahami masalah kemudian menyusun peraturan perundang-undangan yang menata masalah.

Patut dicermati secara lebih mendalam kapasitas orang per orang yang sekarang ini begitu populer untuk menjadi wakil rakyat yang mengemban tupoksi tersebut.

Jangan sampai, ketika duduk, ia hanya menjadi stempel. “Ini menjadi kecenderungan besar ini hari karena ketidakmampuannya. Apalagi, kalau misalnya peraturan perundangan itu datang dari pihak pemerintah.

Oleh karena itu, ada banyak peraturan perundang-undangan yang muncul secara aneh dan dramatis.

“Misalnya disahkan, sedangkan anggota parlemennya tidak pegang. Ada pula yang sudah disahkan, tetapi diubah-ubah. Lalu, disahkan, tetapi bertentangan dengan UU sebelumnya, dan sebagainya. Pertanyaannya, wakil rakyat ini kerja atau tidak? Paham atau tidak?

Secara substansial, kita harus berpikir tentang pertanggungjawaban  berbicara wakil dan yang mewakili, maka wakil itu dipilih yang mewakili. “Untuk tugas apa?
sebagaimana saat melakukan tupoksi amar makruf nahi mungkar, harus mengerti, mana yang makruf dan mana yang mungkar. “Kalau tidak paham, maka hanya akan menjadi penonton.

Selanjutnya dalam tupoksi budgeting, kalau tidak mengerti, maka para wakil rakyat ini akan menjadi alat legitimasi, apalagi kalau sampai ia dibayar untuk mengesahkan alokasi dana yang tidak semestinya.

“Yang paling krusial, memang legislasi. Dalam pandangan Islam, legislasi ada dua, yaitu qanun tasyri’i (peraturan dari Sang Pembuat Hukum, Allah Taala-red.) dan qanun idari (peraturan administratif-red.),” ujarnya.

Dalam qanun idari, misalnya terkait teknis pembuatan jalan, masih tidak masalah. “Namun, untuk qanun tasyri’i, dalam pandangan Islam, kedaulatan dalam arti wewenang menetapkan halal haram dan benar salah hanyalah Allah Taala. Jadi, siapa pun, termasuk wakil rakyat tidak boleh mengubah atau membuat peraturan yang bertentangan dengannya, misalnya menghalalkan yang diharamkan atau mengharamkan yang dihalalkan.

Transaksional
Wakil rakyat yang menjadi stempel dan hanya mengikuti apa kata ketua partainya. “Ini menunjukkan fenomena sistem demokrasi yang makin transaksional. Artinya, yang penting terpilih siapa pun ia.
Jelas sekali, tidak ada kedaulatan sehingga dipertanyakan apa betul ia wakil rakyat? “Ternyata, ia dipilih rakyat sekadar legitimasi untuk mewakili kepentingan partai, bahkan kepentingan ketua umumnya. Di balik itu, lebih celaka lagi kalau sudah ada transaksi dengan pemilik modal.

Jadi, sebenarnya rakyat itu dibohongi secara telak. “Ini karena suaranya diperlukan hanya untuk legitimasi. Sementara itu, mereka (wakil rakyat-red.) sama sekali bekerja yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan rakyat.

Dalam sistem hari ini, seperti inilah wakil rakyat dipilih bukan karena kemampuannya, namun karena kekayaan atau jabatan, dalam mekanisme politik transaksional.

Jelas hal tersebut berbeda dengan sistem Islam.  Dalam Islam ada Majelis ummah, yang menjadi wakil rakyat,dipilih oleh rakyat karena merupakan representasi umat.  Tugasnya  menyampaikan aspirasi, namun tidak memiliki wewenang untuk membuat aturan.


Share this article via

48 Shares

0 Comment